28. Karya Bukan Gaya

311 40 0
                                    

"Secentilnya cewek Garuda. Kalo gak punya karya ngapain dibanggain? Buang-buang waktu, doang!"

Barbie

Sampai di depan gerbang rumah. Acha berseri-seri tak tahan ingin berteriak lantang. Ia pun melanjutkan langkahnya, sampai di ruang tamu. Tak biasanya Sinta duduk dengan sebuah majalah di tangannya.

Sinta mendongak. "Gimana? Pasti mudah, kan, kamu isi soalnya?" tanyanya.

"Yaa, gitu, mama gak kerja?" tanya Acha ragu.

"Enggak. Sekarang libur, katanya atasan mama ada urusan," jelas Sinta.

"Aku ke kamar dulu," pamit Acha.

Sinta mengangguk. Di seberang sana pula, tak biasanya Mahendra menyambut kedatangan putri satu-satunya. Reina Silvana. Dipeluknya erat olehnya, Reina bukan senang lagi, ia balas pelukannya lebih erat.

Mahendra menjelaskan, bahwa proyek selama bertahun-tahun ini telah berhasil maju. Makanya, minggu ini akan banyak di rumah, karena kantor sudah ada yang menanganinya.

Setelan jas berwarna abu selalu membuat karisma Mahendra paling nomor satu, meskipun tak memiliki status lagi sebagai suami orang. Namun, ia selalu menjaga attitude-nya.

"Udah dapet teman?" tanya Mahendra, setelah menunggu anaknya turun dari kamar selesai berganti pakaian.

Reina duduk di sebelah ayahnya, sambil menonton TV. Dua minuman segar tersaji di depan, dengan memakai kaos oblong berwarna putih dipadukan celana hitam selutut. Tak dapat diragukan lagi karismanya takkan pernah pudar.

"Ada. Namanya Acha sama Devid, mereka itu kocak, Yah!" seru Reina diakhiri tawa. Tangannya mengambil cemilan manis di pangkuan ayahnya.

Mahendra merasa tak asing dengan nama Acha. Keningnya mengerut, mencoba mengingat nama itu.

"Acha itu, kepanjangannya apa?" tanya Mahendra penasaran.

Reina mendongak. "Tauk, Rei cuma tau nama depan doang."

"Takutnya ayah kenal, sama orang tuanya. Mungkin salah satu pekerja kantor?"

"Gak tau," balas Reina.

Hubungan antara mereka berjalan normal. Karena Mahendra yang sudah menahan rindu bertahun-tahun, kini ia pun tak ingin mendapati anaknya seolah hanya menumpang di rumah besarnya itu.

Ia ingin, menjalani kehidupan seperti orang lain. Ayah dan anak. Namun, tanpa ibu yang jauh di sana. Semua perceraian terjadi hanya kecemburuan Yasmina, istrinya. Kebanyakan waktu Mahendra selalu di kantor saja.

Yasinta selalu curiga. Suaminya bukan hanya kerja, tetapi bermain pula dengan sekretaris perempuannya. Setiap keluar kota, sangatlah sering dalam kurun waktu dekat. Yasinta muak, meskipun belum ada bukti Mahendra menyelingkuhi.

***

Kicauan burung menyempurnakan kebahagiaan Acha pagi ini. Sebuah pesan pengumuman, berhasil membuatnya menjerit karena telah berhasil masuk ke kelas unggulan. Sinta yang mendapati jeritan anaknya, dengan cepat menaiki anak tangga lalu membuka pintu kamar Acha.

Acha, langsung memeluk Sinta dengan erat bergumam senang telah masuk kelas unggulan. Sinta tak dapat menahan tangisnya, selain masuk kelas unggulan, Acha telah memeluknya dengan tulus. Dielusnya punggung Acha sayang, bahwa anaknya akan selalu nomor satu di mana pun berada.

Namun, tidak dengan Devid. Dia masuk MIPA 4 tak ada tenaga untuk melanjutkan ke SMA Garuda, selain kecewa ia juga takkan satu kelas dengan Acha. Melihat sosok Acha yang menari-nari sambil menghampiri, Devid segera merubah ekspresinya seolah senang, tetapi hatinya terluka. Agar Acha, tak merasakan kekecewaannya.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang