"Gua nyerah. Terlalu banyak drama memperjuangkan cinta yang terasa tak ada ujungnya."
Terbentang di depan mata tempat yang akan menjadi saksi perjuangan, kemenangan. Mungkin juga akan menjadi pertanda kesuksesan yang diharapkan. Semua peserta dilarang mendekati kolam, untuk menghindari kecurangan juga kecelakaan fatal karena ketidaksengajaan.
Devit sudah terlihat bersiap untuk menghadapi perlombaan. Untuk pertama kalinya, ia mewakili sekolahnya sendiri. Pak Regal sebagai pelatihnya juga sudah banyak mewanti-wanti mengingat untuk pertama kalinya Devit mengikuti lomba.
Bahkan sama sekali tidak memiliki pengalaman, kecuali hanya bermain di kolam renang sendirian. "Jangan dipaksakan kalo kamu gak mampu!"
"Siap, Pak, paling penting itu keselamatan bukan memaksa ingin menjadi seorang pemenang!"
"Haha!" Pak Regal terbahak. "Dasar anak puitis!" ejeknya seraya menepuk bahu Devit.
Pak Regal pun pamit keluar, membiarkan Devit termenung sendiri menatap suasana ramai di sana. Renang merupakan jenis olahraga akuatik yang dilombakan pada event nasional hingga internasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), renang merupakan aktivitas dengan menggerakan anggota tubuh di air, baik menggunakan tangan dan kaki atau menggunakan alat bantu.
Dalam olahraga renang, pertandingan dilakukan di kolam renang. Kolam renang adalah kolam yang di isi dengan air dengan kedalaman tertentu. Dikutip dari Federation International de Natation (FINA), berikut ukuran kolam renang sesuai dengan standar internasional:
Panjang kolam renang berdasarkan standar internasional adalah 50 meter. Lebar kolam renang 25 meter.
Kedalaman kolam minimum adalah 1,35 meter, dimulai dari 1,0 m pada lintasan pertama hingga paling sedikit 6,0 m dihitung dari dinding kolam renang yang dilengkapi dengan balok start. Adapun, kedalaman minimum pada bagian lainnya yaitu 1,0 m.Temperatur air dalam kolam renang berkisar 25 derajat sampai 28 derajat celcius. Lebar lintasan kolam renang 2,5 meter. Jumlah lintasan kolam renang ada 8. Masing-masing lintasan dipisahkan dengan ruang sebesar 50 cm dan tali lintasan. Tali lintasan terdiri dari rangkaian pelampung berukuran kecil pada seutas tali yang panjangnya sama dengan panjang lintasan.
Dalam perlombaan internasional atau perlombaan yang penting, papan sentuh pengukur waktu otomatis dipasang di kedua sisi dinding kolam. Tebal papan sentuh ini hanya 1 cm. Terdapat balok start pada tepi kolam renang untuk memulai perlombaan. Tinggi balok start antara 0,5 meter hingga 0,75 meter dari permukaan air. Ukuran balok start adalah 0,5 x 0,5 meter, dan di atasnya dilapisi bahan anti licin. Kemiringan balok start tidak melebihi 10.
"Jangan banyak ngelamun juga!"
"Enggak, Pak," elak Devit.
Pak Regal membenamkan diri pada kursi tepat di samping Devit. "Saya itu tidak main-main membawa anak Pancasila datang ke sini."
Devit menoleh dengan kerutan di dahi. "Maksud, Bapak?"
"Kamu itu pilihan, saya juga tahu kabar tentang papa kamu." Pak Regal menatap Devit balik. "Saya percaya, kamu memiliki kemampuan seperti papa kamu, Dev!" ucapnya yakin.
Mengapa Pak Regal bisa kenal kepada papanya yang tak pernah Devit lihat sosoknya? Sebelum ia berpikir lebih jauh lagi. Mengingat waktu pelaksanaan tersisa tinggal sepuluh menit, dengan singkat dan padat Pak Regal menjelaskan. Bahwa ia adalah anak dari juri perlombaan renang yang menobatkan bahwa Devit Prabu Androno yang sudah aktif renang semenjak duduk di sekolah dasar hampir masuk kancah Internasional.
Sayang, bocah pemancing gelak tawa itu tiba-tiba jarang muncul lagi di setiap perlombaan. Ayah Pak Regal sangat menyayangkan, sampai tidak terduga nama Devit datang menjadi siswa SMP Pancasila yang juga jago dalam macam-macam gaya renang. Padahal belum dipelajari di kelasnya juga. Hingga penemuan mengejutkan lagi, bahwa nama kepanjangan Devit sama dengan nama bocah kebanggaan yang kerap ayahnya bicarakan.
"Ayah saya terlihat senang, tapi ... raut wajahnya jadi sedih tanpa alasan."
Devit menunduk, mencoba menahan bulir air matanya yang siap tumpah. Tahu apa kelanjutan ceritanya.
"Saat mendengar kabarnya pesawat itu mendarat di laut, ayah saya selalu yakin bahwa papa kamu selamat. Namun, butuh waktu untuk kembali."
"Bapak tahu, papa saya adalah korban yang enggak ditemukan jenazahnya?"
Pak Regal mengangguk. "Menurut ayah saya, dia sedang bertahan hidup. Jangan meragukan kemampuan renangnya, itu juga jika Tuhan memberi umur panjang untuk papa kamu, Dev."
Devit tahu. Manusia hanya bisa berusaha, berjuang sekeras mungkin. Namun, jika pada akhirnya harus meninggal karena satu insiden? Semuanya tidak bisa dicegah. Maut itu nyata. Bukan bualan semata.
"Udah! Sekarang kamu buktiin, kamu bisa sehebat papa kamu, Dev!"
Devit beranjak pergi. "Bismillah!" balasnya.
Jauh dari tempat perlombaan renang antar SMP di dalam kamar tanpa penerang, Acha kembali mengurung diri setelah memilih pulang ke apartemennya. Suara musik dari ponsel menjadi teman dalam diam, tadi juga ia sempat mendapat panggilan dari Bram juga beberapa pesan menanyakan kabar. Padahal, bukankah Acha sudah meminta mereka takkan bertemu lagi?
Bram sudah putus asa untuk mengejar. Buktinya lelaki itu malah memilih menenangkan diri di sebuah vila, dengan pemandangan puncak pegunungan yang enak dipandang. Memang masih berusaha menanyakan kabar, tetapi ia menahan diri untuk tidak menemui Acha setelah kejadian di kafe waktu lalu. Sangat bodoh! Lelaki macam apa dia? Bram meremas kesal rambutnya.
"Sepuluh taun?" gumamnya tak percaya.
Jika dipikir-pikir lagi, ada dua kebodohan. Pertama, rela menanti tanpa kepastian. Kedua, sudah menanti malah terlanjur mengeluarkan kekesalan bahwa ia kecewa, ingin meminta balasan apa yang diberikan kepada Acha. Yang berhasil membuat Acha semakin benci kepadanya. Namun, tidak adakah sedikit pun rasa untuk Bram sebagai imbalan? Biarkan hanya ungkapan, walaupun tak ada niat bersama dalam ikatan.
Mungkin akan sedikit mengobati kecewa dan luka. "Lo emang beda, Cha."
Tidak lama, suara langkah kaki mendekat sama sekali tak membuat Bram berniat membalikkan badannya. Karena seseorang itu adalah Anya. Perempuan yang ia bawa atas ajakannya sendiri. Gila, bukan? Mengapa Bram mengajak Anya ke sebuah vila dengan suasana membekukan perlu pelukan?
"Makan siang dulu, yuk, nanti dilanjut ngelamunnya," ajak Anya, tangannya sudah menarik lembut lengan Bram dan lelaki itu tidak menangkis untuk melepaskan.
Keduanya berjalan beriringan, ditemani suara merdu burung kecil. Langit kembali terlihat menggelap, menandakan hujan akan tiba dan Bram sama sekali tidak peduli. Bahkan jika Anya memintanya untuk cepat melangsungkan pernikahan tanpa cinta, mungkin ia akan mengangguk mengiyakan. Karena begitu lelahnya memikirkan perjuangan selama sepuluh tahun.
Yang hanya mendapat balasan luka, Dijauhi dan dibenci oleh orang yang dicinta. Di mana letak kesalahannya? Entahlah Bram sudah menyerahkan semua kepada Tuhan bagaimana jadinya. Yang terpenting, ia harus bisa membahagiakan ibunya. Ibu yang berharap bisa menjadi saksi saat Bram mengikrarkan janji suci kepada mempelai wanitanya.
"Ortu udah bilang yes aja. Jadi, tinggal nunggu Mas Bram kapan dateng ke rumah," terang Anya.
Bram menelan ludah dengan kasar. "Gua butuh beberapa minggu dulu, bukan bulan apalagi tahun," balasnya, menahan pilu mengingat perjuangannya yang disia-siakan.
Anya tersenyum lebar. "Makasih, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...