42. Sialan!

313 45 29
                                    

"Kondisikan kesehatan, takut hatinya tegang."

Senin pagi. Suasana SMA Garuda telah berubah dengan warna-warni aksesoris untuk perlombaan antar kelas, ada di bidang olahraga, seni dan masih banyak lagi. Anggota OSIS berperan aktif di sana. Namun, karena Acha yang tidak hadir waktu Jumat lalu, membuat ia ketinggalan dalam menjalankan tugasnya.

Semua orang mulai berfoto ria, Devid dan Acha yang baru sampai mengagumi lapang yang dipenuhi pernak-pernik kegiatan perlombaan. Kedua bola mata Acha seketika membulat, seseorang yang bermata sipit dengan setelan baju putih abu, tak lupa sepatu kets menyempurnakan, tubuhnya tertegun enggan melangkah demi menatap ciptaan Tuhan Yang Maha Esa di sana.

Devid tak merasakan Acha berada di sampingnya, saat tubuhnya berbalik. Acha menatap seseorang di depan dengan wajah memerah. Devid menghampirinya dan dirasakan sesuatu yang tak pernah ia sukai.

"Ngapain diliatin mulu? Percuma, Cha!" ketus Devid lalu menarik siku Acha untuk kembali berjalan.

Acha tersungkur sampai menubruk dada bidang Devid, karena tarikannya yang kasar itu.

"Ihhh! Biasa aja kali nariknya," sungut Acha sambil menyampirkan ranselnya.

Devid tak peduli, kembali ia pererat tangan Acha dengan menggenggam jemarinya agar jalan di samping. Acha hanya bisa menahan omelannya, wajahnya ditekuk. Sampai, pandangan mata semua orang yang notabenenya perempuan, sama-sama terkunci menatap langsung genggaman mereka.

Dialah, orang yang selalu mengombang-ambing hati Acha, melepaskan ribuan bunga dari hati yang terbenam oleh luka, seolah mengklaim bahwa Acha milik Devid seutuhnya. Namun, semua akan sirna, di saat tangan Devid telah memamerkan genggaman cewek lain di setiap minggunya.

"Bisa gak, sih! Lepasin tangan lo ini. Mereka pada ngartiin yanga aneh-aneh tau ...," omel Acha.

Devid meliriknya sekilas. "Gua, sih, o aja!" balas Devid dingin.

Acha memanyunkan bibirnya ke depan. "Dasar! Entar, gua dikira pacar keseratus lo!" ketus Acha.

Devid tak menjawab. Langkahnya kini sampai di tikungan yang harus memisahkan, beberapa pasang mata masih menatap mereka, Devid pun melepaskan genggamannya. Saat kaki Acha siap menaiki tangga, tiba-tiba pinggang Acha ditariknya cepat.

Deg!

Tubuh Acha menempel sempurna di dada bidang Devid. Pasang mata yang sempat diam-diam melihat mereka, membuat bibirnya membentuk bulatan, mengangga, sedangkan jantung Acha tak bisa dikendalikan kecepatannya.

"Jangan liatin orang yang gak peduli ama lo, percuma ...," bisik Devid, matanya tak lepas menatap kedua bola mata Acha yang melotot.

Perlahan, tangan Devid yang melingkar di pinggang Acha terlepas. Detik itu pula, para penonton menarik napas lega. Acha masih membatu, di saat Devid sudah melangkah menuju kelasnya. Setelah merasakan kewarasannya memulih, cewek polos tak tahu apa-apa itu menaiki anak tangga, merasakan sesuatu yang mengganjal atas tindakan Devid barusan.

Kelas sudah ramai. Reina terbahak mendengarkan ocehan kedua teman yang duduk di depan bangkunya. Mereka saling bertukar cerita semasa SMP. Saat bokong Acha mendarat di bangkunya, Reina tersenyum canggung dan diangguki Acha dengan senyum kecilnya.

"Ehh, Cha!" seru Nadia, membuat Acha mendongak.

"Si Devid, gantengnya emang asli dari lahir, ya?" tanya Nadia cengengesan lalu menyenggol Syifa, teman sebangkunya.

Acha melirik Reina ikut tertawa. "Ohh, kalian lagi ngomongin si Devid, ya?" tebak Acha.

Reina membatu, ia pura-pura merapikan dasinya untuk menyembunyikan kegugupan. Syifa dan Nadia saling berpandangan, mereka menggeleng bersamaan. Acha memicingkan sebelah matanya.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang