"Perceraian, adalah momok bagi semua anak yang merasakan. Terpisahkan harus memutuskan."
Dingin. Membekukan, berharap seperti kehidupan biasa. Namun, semua telah berubah begitu saja. Dinda mendapatkan pesan dari Chandra, tepat hari Jumat, sidang perceraian akan dilaksanakan. Acha harus datang. Menyaksikan hakim memutuskan, lagi-lagi ia hanya bisa menangis dalam pelukan.
Devid ingin menemani, tetapi Dinda melarangnya, berhubung masuk sekolah sekali lagi. Pikiran Acha melayang kepada tanggung jawab sebagai anggota OSIS. Senin nanti akan diadakan pentas seni dari semua kelas Garuda dan ia memiliki tugas.
Di dalam kelas, Reina termenung merasakan sepi. Acha tak ada di sampingnya, ayahnya pergi entah ke mana. Kembali di saat ia terpuruk harus masuk ke ruang persidangan. Jeritan ibunya, penolakan dari sang ayah. Hingga ketukan palu, menjadi akhir segalanya.
"Acha ke mana?"
Seseorang bertanya. Namun, Reina enggan menjawabnya, ia masih memejamkan mata dengan tangan menutup wajahnya, seolah tertidur di atas bangku. Firman enggan berhenti, ia guncang bahu Reina pelan. Namun, masih tak ada jawaban.
Firman mengembuskan napasnya panjang. "Gua nanya, Rei, jawab napa?"
Percuma. Reina masih diam, hatinya hancur berkeping-keping. Sampai Firman dipanggil seseorang lalu menyampaikan pesan. Bahwa KBM sekarang diliburkan karena semua guru akan melaksanakan rapat mendadak bersama Kepala Sekolah.
Suara teriakan dari luar membuat Reina menegakkan tubuhnya. Ternyata Devid dengan baju dikeluarkan dan handband hitam melingkar, membuatnya memesona. Langkahnya mendekat, hingga berakhir duduk di seberang Reina.
"Gua mau jelasin unek-unek, Acha dan ... jangan sampai lo benci sama dia," ujar Devid, matanya menatap Reina, menguncinya.
Jantung Reina berdetak kencang ditatap oleh Devid. Bola matanya bagai elang yang siap menangkap mangsa, mencabiknya, mencuri sebuah hati yang tak pernah dimiliki. Reina mengalihkan pandangannya, siluet alis hitam yang bertaut masih enggan pergi.
Reina meremas jemarinya. "Gua, bukan benci, Dev," ucapnya tanpa menatap langsung.
Devid melihat tatapan Reina merasakan luka. Ia tahu, setelah Acha menceritakan semuanya, dugaan bahwa kedua orangtuanya cerai gara-gara Sinta. Maka, tugas Devid mengklarifikasi. Tepatnya, tak ada yang salah di antara kedua gadis cantik di dekatnya, mereka hanya korban dari orangtuanya saja.
"Kalian korban, Rei, gak ada yang salah! Gua mau, lo nanti ikut ke persidangan," jelas Devid, "kalo perlu sekarang! Lagian gak ada kelas, 'kan?"
Reina mengangguk, ia tak bisa membayangkan teriakan dari pihak istri dan suami. Ia tak bisa, semua sangat memakakkan telinga, tubuhnya gemetar merasakan masa lalu. Devid menyadarinya, disentuhnya sebelah pundak Reina.
"Maaf, Rei, ini keinginan Acha. Kalo lo gak hadir, berarti, memang lo benci," ujar Devid.
Dari bangku depan, Firman mendengar. Namun, pura-pura membaca dengan fokusnya. Terasa sakit, pantas saja Reina enggan menjawab pertanyaannya tadi. Terdengar, Reina dan Devid melangkahkan kaki. Ransel Reina sudah berada tepat di belakang punggungnya, tak salah lagi. Mereka bersiap pergi.
Firman ingin mengikuti. Namun, ia siapa? Yang ada Acha akan semakin membencinya karena mencampuri urusan orang lain. Sepanjang lorong, seperti biasa Devid selalu menjadi incaran para wanita. Mereka dengan genitnya ingin menjadi pacar Devid yang entah ke berapa.
Terlihat Barbie dan dayang-dayangnya melirik sinis. Sudah tersimpulkan bahwa Reina pacar barunya, sangatlah beruntung karena kemarin baru memutuskan pacarnya yang menjalani dua minggu berhubungan. Sampai di dekat parkiran, Nada berjingkrak-jingkrakan, bibirnya terpoles lipstik super merah merona.
![](https://img.wattpad.com/cover/225183986-288-k554922.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...