48. Brengsek!

246 38 0
                                    

"Lelah. Inginku melepas semua bebas, tetapi masih belum waktunya terhempas."

Bel istirahat telah berbunyi dari lima belas menit yang lalu, membuat kelas menjadi sepi karena kebanyakan langsung menuju kantin, termasuk Reina bersama Syifa dan Nadia. Namun, Acha selalu berbeda kadang ia menekuri buku novelnya yang harus tamat—atau seperti sekarang ini, memainkan ponselnya.

Suara hentakkan sepatu bergema di ambang pintu, tak salah lagi Devid bersandar santai menatap langsung Acha yang masih marah kepadanya. Hingga tatapannya menangkap sosok orang baru, tepat di bangku milik mereka berdua.

Penghuni SMA garuda selalu cepat tahu info, siapa murid baru dan orang populer sekali pun. Maka, Devid tak harus bertanya dua kali, ia tahu. Lelaki di belakang Acha yang dimaksud cewek sekelasnya. Bule kesasar. Langkah Devid sampai di samping kursi Acha, tetapi tatapan mereka belum bertemu juga.

"Ekhm." Devid berdehem.

Acha tak bergeming. "Lo murid baru, ya?" tanya Devid.

Richard yang merasa pertanyaan itu menunjuk kepadanya mendongak, sedikit mengartikan bahwa murid baru. Tentu saja dia, sebuah anggukan menjawab pertanyaan Devid. Tak tinggal diam, Devid duduk di samping Acha.

"Mabar, gak ngajak gua! Undang, dong ...," ucap Devid diakhiri mengacak poni Acha, sudah dipastikan akan ada pertengkaran singkat.

Richard diam-diam menatap dua manusia di depannya. Baru ia sadari, ternyata di kelas hanya ada mereka bertiga. Pertanda, ia adalah pengganggu, pikirnya. Dibereskanlah buku-buku yang berserakan, saat tangannya siap memasukkan ke bawah bangku, tiba-tiba ada suara bungkusan sesuatu yang bertubrukan.

Acha langsung meliriknya tajam. Seketika, Richard yang masih menunduk untuk menyimpan bukunya gagal. Tubuh Acha sudah ada di sampingnya, Devid masih bertanya-tanya. Wajahnya pada datar semua.

"Gua bilang jangan ganggu, nih, bangku!" ketus Acha.

'Ganggu bangku?' batin Richard.

"Lo gak bisa ngomong, hah?!"

Dari depan, Reina berlarian. "Kalian kenapa, sih? Baru juga kenal," urainya.

Acha melirik langsung Reina. "Gak usah ngurusin hidup gua, deh!" Digebraknya bangku Richard lalu keluar kelas.

Richard bertanya-tanya. Reina mengangguk menenangkan teman barunya, Devid masih terdiam. Ini bukan salahnya dan salah pula Acha harus melampiaskan kekesalannya kepada orang lain.

"Sorry, Bro! Gua urusin dulu," ujar Devid dan berlalu.

Reina menatap Richard. "Gua tau, lo gak biasa pake bahasa umum kayak gua ini, 'kan? Biasanya lo melayu atau baku?"

Pertanyaan Reina memberikan anggukan ragu dari Richard yang polos. Reina pun duduk di bangkunya. Namun, menghadap ke belakang. Beberapa kata yang barusan Acha lontarkan telah dijelaskan dengan lancar olehnya, Richard sedikit sakit hati bahwa artinya demikian, pikirnya.

Devid berlari mengejar Acha yang entah ingin ke mana, sampai di depan perpustakaan yang kelewat sepi, langkahnya harus terhenti oleh Anita Haifana. Kakak kelas yang terkenal karena menjadi pacar gank Moge. Namun, lebih terkenal lagi saat statusnya menjadi pacar Devid kemarin sore.

"Sayang?" Anita mendekat saat dirinya baru saja keluar dari perpustakaan setelah mengembalikan buku paket.

Tepat di belakangnya, Hilda langsung menjauhi dua manusia itu lalu menaiki anak tangga sampai hilang tinggal mereka saja. Devid mengembuskan napasnya panjang, pupus sudah harapan menghentikan Acha.

"Mau ke mana? Buru-buru amat!" ketus Anita, matanya mencari-cari.

Devid menyunggingkan senyum palsunya. "Aku nyari kamu, ternyata di sini," jawab Devid berbohong.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang