"Jika kebohongan adalah dosa, masihkah kami berbohong untuk kebaikan dianggap pula dosa? Kumohon, jika iya, ampuni."
Dinda dan Devid yang terbiasa bangun sebelum subuh, tetapi kini tak mendapati Devid turun dari anak tangga. Rasa khawatir menggerogoti benak sebagai seorang ibu, Dinda pun menaiki anak tangga lalu mengetuk pintu kamar anaknya.
"Dev ... bangun," ucap Dinda.
Masih tak ada jawaban, Dinda pun kembali ke kamarnya. Prabu masih tidur bergelung selimut tebal.
"Mas ...," panggil Dinda sambil menepuk bahu suaminya pelan.
"Apaan!" ketus Prabu, amarahnya belum pudar.
"Devid gak biasanya belum keluar kamar, kamu dobrak pintunya, ya, takut kenapa-kenapa," jelas Dinda memohon.
Prabu menyingkirkan selimutnya kasar. "Baru juga jam segini, biasanya, anak zaman sekarang bangun jam enam! Berlagak tak tahu kau ini," marah Prabu.
"Anakku beda, dia rajin bangun pagi! Kamu kenapa, sih? Aku udah izinin kamu berpoligami. Tapi, tidak dengan memusuhi anakmu itu, Prabu!!" murka Dinda menahan air matanya.
"Apa kau bilang?! Kurang ajar jadi Istri, ya!" teriak Prabu, siap menampar pipi Dinda.
Namun, ia tahan dengan mengepalkan tangannya. Karena ucapan Dinda ada benarnya. Ia pun mendengkus, lalu berjalan keluar menuju anak tangga. Dinda menyusul dari belakang, Prabu mengetuk pintunya keras.
"Percuma, dobrak saja," titah Dinda.
Sepersekian detik, Prabu berpikir keras. Ancang-ancang, ia dobrak pintu itu dengan kekuatan yang ia punya.
Brak!
Pintu belum terbuka juga, Dinda mulai cemas. Sekali hentakan lagi, Prabu mendobrak dan terbuka lebar. Mata Dinda membulat seketika, tubuhnya linglung, Prabu dengan cepat menahan berat tubuh Istrinya yang tak lama akan pingsan.
Tisu yang dipenuhi noda darah berceceran di karpet berwarna hitan, Devid dengan wajah datar dan juga tubuhnya dingin dalam keadaan telentang.
"Devid!!" pekik Dinda.
Tak sampai pingsan, Dinda berlari, memeluk anaknya yang tak sadarkan diri. Prabu dengan cepat menyingkirkan Dinda agar bisa membawa anaknya ke Rumah Sakit, Dinda pun membantu. Sampai di halaman depan, gerimis kembali menyapa.
Mobil hitam itu pun melaju kencang dan Dinda lupa mengunci pintu rumah dan pagar. Di perjalanan, untungnya tidak terjadi kemacetan, tergesa Dinda menelpon seorang Dokter spesialis Devid.
Prabu mendengar ucapan istrinya itu, suara Dokter lelaki di seberang sana kentara sangat dekat dengan Dinda. Sampai membuat Prabu entah mengapa murka.
Para medis langsung membawa Devid ke ruangan khusus, Dinda tak mau terpisahkan dari anaknya. Namun, adanya Prabu membuat semua berjalan lancar, kini Dinda ada di pelukan suaminya.
"Mas ... Devid ...," raung Dinda tak henti menangis.
Prabu mengelus pelan punggung Dinda yang gemetar. Seorang Dokter dengan perawakan atletik menghampiri mereka, Dinda segera mengenalnya. Ia pun bangkit.
"Selamatkan, Devid, Aryo! Aku percaya sama kamu," ujar Dinda masih dengan tangisannya.
Dokter bernama lengkap. Aryo Ginanjar itu mengangguk mantap. Tangan putihnya mengelus pelan kedua bahu Dinda, di hadapan Prabu hanya menguatkan orang tua sang pasien.
"Saya akan berusaha, Din, berdoa," balas Aryo, matanya melirik Prabu yang pula menatapnya dari tadi.
Dibalasnya dengan senyuman. Namun, Prabu tak memberikan senyuman kepada Aryo. Setelah Dokter itu masuk, Dinda kembali duduk di samping Prabu.
![](https://img.wattpad.com/cover/225183986-288-k554922.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...