193. Cinta Pertama dan Terakhir

24 5 0
                                    

"Kadang diamnya sikap kita, dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak berperasaan. Jadi, bergeraklah, selagi apa yang mereka lakukan salah dan merugikan bagi kita."

Di dalam kamar, Devit sekarang mengambil baju ganti bukan persiapan untuk tidur, tetapi mencari tahu pamflet yang Bu Yasmin berikan kepadanya. Apakah ia akan tertarik mengajukan diri sebagai calon peserta penerima beasiswa? Devit pun duduk di balik meja belajar, memandang ke depan layar komputer.

Tak sulit untuk mengisi data diri. Sampai ia pun menekan enter, berhasil mendaftarkan dirinya! Devit tak perlu sering-sering mengecek statusnya karena pengumuman akan diberitahukan kurang lebih satu tahun setengah lagi, lama bukan? Jadi, Devit hanya perlu mendaftarkan diri saja tak lebih!

Pandangan matanya tertuju membaca sederet huruf, judul novel pertama yang ia buat. Thank's Mom, sudut bibirnya tertarik melengkung. "Next, gua bakal ceritain kehidupan yang udah berubah total lebih baik dan sempurna?" gumamnya kepada diri sendiri.

Tak lama suara teriakan Devid terdengar di luar kamar, tanpa menunggu lama Devit menarik knop pintu kamarnya. Acha dan Devid sudah berdiri mematung, sedangkan Devit dibuat bingung.

"Ada apa?" tanyanya.

Acha menoleh, barusan ia membaca pesan penting dari Martin. "Besok, Dev!"

"Besok apa? Selasa?" Devit masih bingung.

Sampai papanya yang angkat bicara. "Besok papa diangkat jadi direktur utama, Dev!"

Mulut Devit membentuk bulat sempurna. "Cepet amat? Baru juga masuk!" serunya tak percaya.

"Baru juga bolos meeting, Dev!" balas Acha sama-sama tak percaya.

Devid menatap Acha tajam. "Bukan bolos, Sayang ... kan meeting-nya diwakilkan, ada sekertaris!" jelasnya tak terima.

"Tetep aja, ini baru awal masuk loh! Mau dipindah jadi OB kantor, hah?!" sindirnya.

Devid mulai greget karena balasan Acha, ia pun dengan cepat mencubit keras dua pipi istrinya itu. Sontak Acha berteriak kencang, sedangkan Devit hanya mampu meringis di ambang pintu kamarnya.

"KUCRUT, SIALAN ...!!"

"BODO!" Devid segera berlari ke dalam kamarnya, Acha pun langsung mengejar cepat memberikan serangan mematikan seperti biasa yaitu bersiap mencubit pinggang Devid.

Di dalam kamar, terdengar makian berakhir saling adu mulut. Ah, menjadi pemandangan biasa bagi Devit sekarang, ia pun kembali menutup pintu kamar, menarik selimut bersiap memejamkan mata. Sayang sekali besok ia tak bisa datang menghadiri acara bersejarah papanya, seorang direktur utama? Bukankah posisinya sangat dihormati semua karyawan di perusahaan yang akan dipimpin papanya?

"Semoga lancar selalu, Ma, Pa," harap Devit lalu kelopak matanya terpejam.

Pagi hari yang dinanti, Acha semakin heboh mempersiapkan penampilan terbaik bagi suaminya, Devid sendiri tidak banyak cingcong karena baginya hari selasa itu, hanya hari penobatan siapa status sebenarnya ia di kantor. Menampung beban besar, bahwa ia harus benar-benar menjalankan perusahaan di bidang retail omnya.

Namun, Devid sama sekali tidak mengeluh, mendapat pekerjaan dalam waktu dekat setelah sepuluh tahun luntang-lantung, bak mimpi di siang bolong. Akhirnya ia bisa menjadi lelaki harapan keluarga kecilnya, lelaki yang bekerja keras menghidupi pula sebagai kepala keluarga yang baik.

Saat Acha memasang kancing terakhir kemeja Devid, lengan kanannya dicekal lembut oleh Devid, memaksa Acha menatap tatapan suaminya itu. "Cha?"

"Hemm?"

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang