"Menunggu tanpa kepastian, diserang dua lelaki yang memaksa untuk dicinta. Melupakan bagaimana menahan rindu, luka dan kecewa."
CINTA SEGI EMPAT 3
Suara musik mengalun merdu menenangkan hati, raga yang lama menanti pelukan hangat dari sang kekasih. Doa dan harapan senantiasa dipanjatkan, takkan pernah sekali pun melupakan di setiap sujud pengharapan. Bulir air mata menjadi teman dalam kesunyian. Kapan semua berakhir? Kapan semua kembali seperti awal? Awal yang terasa membahagiakan. Masih bersama hujan dan getaran halus jendela kamar, sosok mungil berselimut tebal terlihat nyaman di atas ranjang khususnya.
Mengembuskan napas kasar, mengepalkan kedua tangan mencoba menahan erangan rasa sakit memilukan. Tak ada suara lain, selain iringan lagu yang setiap harinya menemani. Bingkai hitam menempel di dinding pula masih terpajang aman. Terukir senyum nyata tanpa beban, walaupun kedua orang tua tidak menghadiri akad pernikahan yang katanya sangat sakral. Kecuali lelaki itu, lelaki yang jauh di ujung sana. Sudah berkeluarga dan pastinya bahagia.
Baju siap jemur segera diselesaikan, sebelum rengekan bak pinang dibelah dua dengan lelaki yang hilang belum kembali. Namanya Devit Prabu Androno. Sengaja tidak disamakan dengan lelaki yang dulu berjanji menemaninya waktu persalinan, mengapa? Hanya menambah luka saat memanggil nama anaknya. Acha tersenyum getir menatap kelopak mata terpejam damai di sana. Hidungnya tegak menantang dunia, seolah menyemangati bahwa lelaki bernama Devid masih hidup dan pasti kembali.
Waktu lalu membuktikan, mengurung diri seminggu di kamar setelah persalinan membuatnya berpikir ulang. Identifikasi jenazah hanya sebatas cincin tersemat, menandakan jasad Devid sebenarnya. Namun, apakah ada berkas dan penemuan DNA bahwa itu suaminya? Tentu saja belum, dengan cepat Acha meneriaki semua penghuni rumah. Dirasa ada yang tidak beres karena stres, permintaan Acha untuk membongkar makam bernamakan Devid ditunda beberapa hari.
Dinda yang sudah bisa ikhlas melepas bayangan anak tunggalnya itu sekarang goyah. Kegilaan Acha membuatnya kembali terpuruk hingga meneriaki menantunya itu. "Kamu gila, Acha sama saja mengganggu Devid di alam sana!" sentak Dinda, dia tak kuasa menahan air matanya kala beberapa rambut, gigi, dan tulang belulang diambil oleh tim medis.
"Katanya ada satu penumpang dari Bandung, sampai sekarang jenazahnya tidak ditemukan," ucap salah satu tim medis yang diminta Acha membongkar makam untuk tes DNA.
Benar saja semuanya salah total, sebuah tahi lalat berada di dada mayat, di mana Devid sama sekali tidak memiliki. Dari gigi dan rambut apalagi, DNA. Dia bukan Devid, dia orang lain, tapi dia WNI dari Bandung yang katanya jenazahnya tak ditemukan. Seketika keluarga dari Alm. Wisnu berterima kasih kepada Acha. Di balik sikap egois, ada sisi baik mengungkit kebenaran. Berakhir, pertanyaan di mana Devid? Apakah dia sosok yang tidak ditemukan jenazahnya? Antara percaya atau tidak, Acha kembali ke dalam kamarnya, mengurung diri.
Sinta pula terpaksa resign dari pekerjaannya demi mengurus keluarga kecil anaknya. Devit kecil selalu menangis menjerit, seperti Acha diam memojokkan diri termenung lalu menangis. Hingga penantian sosok yang diharapkan lenyap dalam waktu lama. Sekarang Devit berlarian bergelayut manja, memeluk ibunya dengan erat. Esok, adalah hari ulang tahunnya ke lima tahun. Sama, seperti lelaki yang tak kunjung kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Fiksi RemajaPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...