188. Sunset

18 2 0
                                    

"Karena hari kemarin sad ending, wajib dong gua berharap hari esok happy ending!"

Jika pantai Sanur Bali, lebih cocok untuk lokasi melihat sunrise, maka berbeda dengan pantai Kuta yang lebih cocok untuk melihat pemandangan matahari terbenam. Hal ini sudah Acha rencanakan dari jauh hari, bahwa ia takkan melewatkan momen berharga di sore hari menjelang malam itu.

Devid pula setuju, toh mereka tidak memiliki aktivitas lain, bukan? Selain hanya menikmati keindahan pantai Kuta bersama keluarga kecilnya. Namun, beda hal dengan Devit, ia masih menahan pertanyaan apakah mamanya akan mengajak Angel pergi? Menemani Acha yang sudah lama tak dekat dengan teman atau anak perempuan?

Entahlah, selama perjalanan santai dari penginapan menuju tempat ternyaman untuk menikmati sunrise nampak jelas di depannya Acha dan Devid berjalan mesra, melupakan anak sulung yang tertinggal di belakang.

"Tadi gua udah pesen, kok, tempatnya! Plus makanan yang bakal kita bakar rame-rame!" seru Devid menjawab pertanyaan Acha.

"Mahal gak, sih?"

Pertanyaan Acha sontak membuat Devid tertawa. "Haha! Cha ... inget, ya, om Martin udah ngasih semuanya ke kita! Gak ada, tuh, namanya hidup miskin tak punya uang!"

Acha mengerucutkan bibirnya. "Ya udah, gua mau beli dress lucu di sana!" Telunjuknya menunjuk deretan toko di samping jalan dipenuhi jajaran pedagang.

Devid menghirup udara panjang. "Ujung-ujungnya shopping, ya?"

"Kenapa? Kita kan punya uang! Lo yang bilang, loh!" umpat Acha, lalu kedua tangannya didekap di depan dada. "Nanti gua nyusul, deh! Kalian siapin aja buat bakar-bakarnya!"

Ah, sudahlah Devid hanya bisa menurut. Toh, ini liburan keluarga jangan sampai salah satu anggota keluarganya jenuh tak menikmati liburan tahun ini! Sedangkan anaknya sendiri? Devid hampir melupakan keberadaannya!

"Mama mau ke mana, Pa?"

Pertanyaan Devit menyadarkan. "Biasa, cewek matanya pada jelalatan!"

Devit terkikik. "Emm ... gak ada Angel kan?"

"Dev ... kamu liat sendiri? Gak ada, kan?"

"Iya, Pa ... cuma Devit mau liburan ini kita nikmatin bertiga!" ujarnya langsung diangguki mantap oleh Devid.

"Papa tau, mungkin mama kamu terlalu happy ketemu sama Angel, kayak dulu aja Gita dateng ke apartemen ehh ... malah diajak masak terus makan malan bareng, kan?"

Ah, ya, itu dan Devit sama sekali tidak mempermasalahkan kedatangan Gita yang tiba-tiba! Mereka berdua kembali berjalan, menghampiri dua kursi pantai dengan alat pemanggang, tak lupa sebuah gitar tersimpan rapi memancing tangan Devit bergerak cepat mengambilnya.

Jreng!

Petikan gitar terdengar, Devid tersenyum kecil. Anaknya pun mahir memainkan gitar, siapa yang mengajarkan? Bram? Ya, lelaki yang paling dekat dengan keluarganya di saat Devid hilang entah ke mana. Ah, ya ia baru tersadar, Acha tak lagi bertanya soal cerita sepuluh tahun yang lalu ia habiskan. Nanti malam ia akan bercerita, di bawah gemerlap bintang di atas sana, diiringi petikan gitar yang dimainkan anaknya.

Cuacanya sangat bersahabat, suara debur ombak terdengar sopan di telinga, dari kejauhan iringan melodi mengalun indah. Langit pun mulai menghitam, di ufuk barat sana sang senja mulai menampilkan warnanya, tepat saat itu pula Acha menjinjing tiga keresek yang berisi belanjaannya yang memakan waktu hampir dua jam.

Devit menggelar tikar, duduk bersila dan mulai memainkan gitarnya lagi, sedangkan Devid masih berjibaku dengan alat pemanggang mereka.

"Pengen banget sosis bakar!" pinta Acha membuat Devid bersungut menahan makian.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang