14. Acha Tepos

790 114 13
                                    

"Devid kucrut, keteposan gua lu hina-hina? Sedangkan yang bohay dipuja-puja? Apa kata golongan tepos lainnya, Dev."

Acha

Devid menghindari serangan Acha sampai memasuki rumahnya, ternyata di dalam sudah ada Mamanya dan seseorang yang tak asing baginya. Mobil TNI milik Ayahnya memang tidak ada di halaman depan rumah, membuat Devid bingung ditambah lagi senyuman menggoda tepat di depannya.

"Kamu ke mana aja?" tanya Nada seraya menghampiri Devid yang masih mematung di ambang pintu.

"Kampret!" seru Acha menabrak punggung Devid.

Seketika mereka sama-sama terdiam sampai Dinda berucap memecahkan kebingungan, "Kenapa pada diem? Ayo duduk." Tangannya lihai memotong kue buatannya.

Acha dan Devid pun duduk bersama di ruang tamu dengan Nada. Suasana masih hening, Dinda memilih pergi ke halaman belakang.

Bibir mungil berlipstik merah itu mencicipi butiran karamel yang menempel di jemari dengan manja, seolah menginginkan Devid menatapnya. Tak lupa rambut berwarna kemerahan ia kibas-kibaskan.

"Ngapain lu ke sini?" tanya Devid sinis.

"Gak boleh?" tanya balik Nada menyeringai.

"Biasanya ama kurcaci, pada dibuang ke mana?" celetuk Acha menghiraukan mata tajam Nada.

"Bukan urusan, lo!"

"Devid, Acha ...!" seru Sinta dari halaman depan.

Acha pun segera bangkit. "Ya, Ma?"

Tinggal Devid dan Nada yang masih diam. "Kamu gak ada niat mau balik lagi? Hmm?" tanya Nada, tangannya mengelus pelan bahu Devid.

Devid tersenyum kecil. "Gak ada sejarahnya, gua mungut sampah yang udah dibuang!"

"Kamu bilang aku sampah?! Terus sela—"

"Beli baju, Dev!" potong Acha berteriak.

"Wihh ... haiyukk!" balas Devid berlari menuju halaman belakang untuk mengabari Mamanya.

Nada terdiam celingukan, ia ditinggalkan sendirian sedangkan Acha dan Devid sibuk meneriaki beli baju baru.

"Jangan ketat, loh, Devid!" pesan Dinda masih membawa jemuran di baskom karena ulah Devid yang memaksanya berunding.

"Iya, Ma, santui, woles, kalem," balas Devid melewati Nada yang masih duduk manis.

Di halaman depan Sinta dan Acha sedang mencatat keperluan sekolah lanjutannya. "Sepatunya gimana?" tanya Sinta.

"Biasa aja, Ma," jawab Acha.

"Mau ikut, Din?"

"Gak usah, masih ada kerjaan. Barusan Mas Prabu kembali lagi, katanya salam dari Chandra buat kamu," jelas Dinda.

"Ohh iya, dadakan banget. Sampe gak ke rumah padahal ada asinan, loh, Din."

"Kurang tahu, ada masalah kali."

"Berangkat aja, yuk!" ajak Acha berkacak pinggang.

"Awas, ya, Devid, diukurnya yang bener!" pesan Dinda kembali, karena Devid sangat menyukai seragam yang kekecilan.

"Iya ...."

Mereka pun berangkat mengendarai mobil Sinta, tak lama Nada keluar mencari-cari kebingungan.

"Ehhh ... ini masih dimari, mau pulang?" cekikik Dinda.

"Iya, Tan, Devidnya juga gak ada," jawab Nada meringis.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang