"Siapkan kecerdasanmu demi masa depan, jadikan seseorang sebagai penyemangat dalam diammu, jika itu perlu."
Devid mulai memakaikan pewarna rambutnya yang sudah tercampur oleh air hangat, seraya terkikik Acha mulai terlebih dahulu dari depan mengoleskan perlahan-lahan sampai merata.
"Chang—"
"Cha!!" potong Acha mengingatkan soal panggilannya.
"Acha sayang lo tau, gak?" tanya Devid manja.
"Apa, Dedev," balasnya tak menghentikan aktifitas meratakan pewarna rambutnya di dekat jidat Devid.
"Kegantengan gua itu perasaan gak memudar, ya."
Acha menghentikan kegiatannya hingga matanya menilai wajah Devid yang tak jauh dari pandangannya, seketika ia tertawa lepas akan kejujuran Devid menyombongkan dirinya.
"Hahaha!! Gini, ya, temenan sama cowok yang kepedean!" tutur Acha menunjuk Devid dengan telunjuk berlumuran pewarna rambut hijau.
"Emang fakta, ya! Kegantengan gua, tuh, murni. Kunci para cewek bisa nempel ama gua!" jelasnya bangga.
"Gitu?! Tapi menurut gua lo biasa, aja!" sungutnya mulai membersihkan tangannya dengan tisue basah.
"Pura-pura bilang gua gak ganteng lagi! Tau rasa, ya, kalo gua udah populer di sekolah, elo juga minta fotbar!!"
"Banyak fotbar ama lu dari kecil juga, gua bosen!!" balas Acha dan bangkit membawa bag berisi kebaya.
"Woi!! Emangnya udah kelar, nih?!" teriak Devid.
"Liat aja, tuh, lewat kaca, ada pantulan Sunggokong di sana, hahaha!!" ledek Acha seraya berlari menuju pintu keluar.
"Sunggokong dia bilang? Monyet dong gua, harus dimusnahkan, tuh, anak!" gerutu Devid sembari mematut bagaimana hasil kerja Acha lewat cermin.
Devid mulai berpose, berpura-pura bahwa cermin kecilnya itu handpone. "Bentar, lama-lama gua liat, nih, muka kok mirip Ari Irham, ya! Hahaha!"
"Kamu kenapa, Devid!" teriak Dinda menatap tingkah anak semata wayangnya tertawa sendirian.
Devid yang ketahuan ngehalu sendiri menjadi kikuk. "Enggak kok, Ma, hehehe," kekehnya berpura-pura sibuk menyisiri rambut yang telah terwarnai itu.
"Dasar, udah sore anterin pesanan ke kompleks sebelah, ya!"
"Iya, Ma," jawabnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari cermin.
Dinda pun kembali ke dapurnya masih menggeleng-gelengkan kepalanya karena kelakuan Devid tak masuk diakal.
Acha sibuk dengan komputer di kamar, melihat semua fasilitas SMA yang terjamin di dalamnya. Sampai ia menatap kalimat bahwa tak sembarang murid bisa masuk kelas unggulan, ia memilih IPA ternyata sudah banyak para seniornya yang berprestasi meski di kelas IPA 2 ada pula, tetapi hanya beberapa.
Selanjutnya ia lihat organisasi yang ada di sana, tertulis Organisasi Siswa Intra Sekolah membuatnya tersenyum bahagia. Ada sebuah cuplikan MPLS ia pun memutarnya.
Pertama pembukaan aktifitas seperti sambutan hingga tertuju kepada seseorang yang menurutnya pasti ketos di sana, dan ternyata benar, namanya Alex Andrian bermata sipit dengan hidung mancung membuat siapa pun ingin dekat dengannya.
Tanpa disadari Acha senyum-senyum sendiri, untuk ketos yang akan membimbingnya nanti sayangnya bukan Alex, karena dia sudah kelas dua belas, rasa kecewa membuat Acha murung, tetapi ada yang bilang jika mantan ketos akan selalu datang untuk memantau cara kerja anggota Osis baru.
"OMG!! Gua gak sabar pengen cepet-cepet masuk SMA!" teriaknya senang sembari membayangkan wajah manis mantan ketos itu.
Dret! Dret!
Ponselnya bergetar di atas nakas, Acha pun berlari mengambilnya sambil tiduran di ranjang size king kesayangannya.
"Apa?!" tanya Acha.
"Sellow napa, lagi ngapain?" tanya seseorang di seberang sana, Devid.
"Liat info sekolah lanjutan nanti, lo mau jurusan apa?"
"Sama dong sama lo! Kalo kagak gimana nasib gua coba?!"
"Maksud lu tanpa gua lo gak bisa nyontek, gitu?!" sungut Acha tak terima.
Devid tertawa kecil. "Tau juga, tanpa gua jelasin!"
"Tai kuda! Asal lu tau ya, di sana pake sistem, otak siapa yang encer masuk kelas unggulan, sedangkan saat kita ngerjain tuh soal lu ama gua gak bakalan sekelas, kalo ia juga pastinya ketat jangan biarkan ada yang nyontek, misalnya kaya, lo!" jelas Acha panjang lebar diakhiri senyum puasnya karena pastinya Devid sangat ketakutan.
"Kata siapa lu?! Sok tau!"
Acha mendengkus. "Kalo gak percaya liat aja sendiri! Ini zaman di mana semu—"
"Gua tau! Bisa dicari lewat internet!"
Klik.
Sambungan telepon pun terputus begutu saja.
"Main matiin aja tuh, anak!" sebal Acha dan menyimpan kembali handphonenya digantikan sebuah novel yang belum sempat ia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Novela JuvenilPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...