"Jaga ucapan, anda berada di kawasan bukan manusia semua! Matanya tajam menatap gerak-gerik orang baru datang."
Hutan
Terasa dingin suhu di rumah petakan tepat berada dekat pesawahan dan kaki Gunung Sawal. Suara katak sawah masih terdengar, TV di depan standby dengan ceramah seorang Ustad di salah satu siaran terkenal.
Secangkir kopi hitam menguap, memberikan harum khasnya tak lupa tersaji gorengan hangat buatan Bu Mila sendiri setelah menunaikan Ibadah Shalat.
Devid selesai mandi pagi langsung berjemur bersama Yogi di depan, kemarin sore yang ditemani Hilman baru meminta izin kepada kepala desa untuk meminjam tenda sehari saja, dengan senang memberikan izin kepada Yogi dua buah tenda.
"Nanti jam sembilan, cuma siap-siap bekal makanan aja, Dev," terang Yogi sambil meregangkan otot tangannya.
"Berapa jam?" Gerakannya melompat-lompat di tempat.
"Dua jam."
"Lumayanlah, om Hilman ikut?" tanyanya.
Yogi melirik Devid. "Enggak, cuma bertiga, kok."
Ayam jantan di belakang rumah berkokok nyaring, begitupula sinar matahari pagi mulai beranjak menampilkan warna cerah mengagumkan.
Mereka pun jogging mengelilingi kampung, memberikan senyuman hangat sebagai pendatang yang singgah—beberapa mata memandang Devid terkejut dan diam-diam tersenyum malu mendapat balasan senyum Devid tersungging kecil.
Celana pendek selutut dipadukan sepatu sport dan headband hitam semakin menambah kegantengan alami yang dimiliki Devid. Rambut hitam sedikit tebal itu bergerak seirama dengan gerakannya—baju kaos berlengan pendek memamerkan kulit putih mulusnya atletis hasil dari renang rutin.
"Parah kalo deket kamu, Dev, jadi pusat perhatian di sepanjang jalan," tutur Yogi terkekeh.
"Udah biasa, Om, orang ganteng mah bebas," ucap Devid sesekali menyisir rambutnya ke belakang.
Lapangan Desa terlihat sangat dipadati ibu-ibu yang menunggu senam setiap minggu pagi secara gratis. Di saat Devid mendekat hanya untuk berlarian di sana, bisik-bisik mulai terasa hingga beberapa menggoda dengan goyangan pinggul disengaja.
"Balik, yuk, matanya kehausan tuh," ajak Yogi kembali berbalik arah.
Devid terkikik. "Kasih dikit, Om, buat pemanasan, hahaha."
"Enak ae ...," balasnya.
***
"Aduh ...." Devid terduduk sambil meregangkan otot kakinya.
"Dari mana, Dev?" tanya Acha duduk di sebelahnya.
Devid bangkit dari tiduran menjadi selonjoran dan menjawab, "Jogging, tadi mau gua bangunin masih kebo!"
"Dingin gini enakan tidur!" timpal Acha, tangannya menyelipkan sehelai rambut yang tersapu angin pagi.
"Yaelah ... lo bawa apa aja nanti?" tanya Devid mengingat nanti mulai muncak.
Kerutan di dahi Acha menandakan tak tahu apa-apa—selain harus tidur kembali bersama selimut tebal.
"Malah diem, sana siapin. Jam sembilan!" perintah Devid mendorong bahu Acha.
Mata Acha berhenti di dua tumpukan besar yang ada di sebelah pintu rumah, ransel berisi tenda baru dipinjam Yogi dari kepala desa.
"Ini pertama kali loh, Dev, emangnya sanggup?" tanya Acha ragu memicingkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...