"Jangan salahkan kaum good looking, selama uang skincare-ku tidak minta darimu."
"Gua bilang, ceritanya dicicil, dah tidur! Katanya besok mau keluar," protes Devid.
Acha pun menurut, ia enggan membuat masalah kecil lagi, kasian energi suaminya terkuras karena harus mengingat kembali kejadian yang membuat keduanya dipisahkan oleh Tuhan. Sepuluh tahun yang lalu, sekarang waktu terus berjalan sampai Acha pun tak bisa memercayai, bahwa Devid besok akan melaksanakan ujian kenaikan tingkat. Minggu depan, minggu tepat berjalannya waktu menuju sebelas tahunnya umur Devit.
Waktu tak pernah memberikan jeda atau alarm bagi mereka yang asik menikmati hidup, bukan mencaci jalan hidup. Karena sejatinya manusia hanya mampu mengikuti alur skenario Tuhan dan meyakinkan diri di saat rintangan datang, ia mampu melalui. Seperti apa pun rintangannya jika Tuhan belum mengizikan makhluknya keluar dari batas, jalan ceritanya akan tetap di sana dan sekarang jalan cerita Devid dan Acha sudah membaik keluar dari lingkaran rasa sakit.
Meskipun kadang, pikiran berlarian ke sana ke mari. Ada Devita dengan masalah besarnya, Reina dan Richard yang belum selesai dengan masa lalunya. Lagi, jam tidur dibangunkan oleh sinar mentari yang malu-malu di ujung timur sana, suara musik bercampur aktifitas pagi hari yang baru menjadi pemandangan setiap pagi setelah kedatangan kepala keluarga yang dinanti.
"Awas gosong!" teriak Acha saat tatapannya menangkap Devid yang asik memainkan kucing milik tetangga.
"Gak lah baru juga dibalikin, Yang ...!"
Acha geleng-geleng sembari memasukkan baju kotor ke dalam mesin cuci. Dari arah kamar mandi, Devit keluar dibalut handuk putih. Sekilas Acha kembali mengingat masa mudanya dulu, di mana Devid dengan santai keluar kamar mandi bertelanjang dada. Acha selalu berteriak memaki, mengapa tidak langsung memakai kaus di dalam?
"Dev!" panggil Devid. "Hari ini, papa yang bawain rapot kamu, oke?"
Devit tersenyum lebar. "Oke!" jawabnya seraya berjalan pergi ke dalam kamarnya.
Acha mengendus curiga. "Jangan kegatelan, inget umur!"
"Umur? Tiga empat terbilang masih muda, Sayang ...!" seru Devid menolak dibilang tua.
"Terserah!" balas Acha mulai jutek.
Devid terbahak. "Tenang ... cuma bawa rapot anak, Sayang ... bukan mau ke pesta!" sindir Devid lalu melempar kecupan di pipi kiri Acha sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Seminggu yang lalu Devit sudah melaksanakan ujian kenaikan kelas dan sekarang nilai akhir akan diumumkan. Termasuk siapa juara 1-10 masuk paralel dari semua kelas 10 mulai dari A-F. Paralel adalah mereka yang juara secara umum mengungguli siswa lainnya pada satu angkatan kelas yang sama.
Sebelumnya pula, Acha sudah mengantar Devid daftar ke universitas terbuka untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi, untuk hari kerja di perusahaan omnya sendiri Devid diberikan waktu setelah urusannya beres.
Martin pula lagi-lagi menawarkan rumahnya yang tak jauh dari kantor yang akan menjadi tempat kerja Devid, tetapi Devid menolak halus ia sudah cukup diberikan segalanya oleh adik dari mamanya itu. Balum juga bertemu, kebaikannya sudah sangat membantu, apalagi jika nanti mereka bertemu? Pasti Martin memberikan apa pun untuk Devid.
Seperti papa muda lainnya, Devid memilih memakai kemeja putih bersih dipadukan celana hitam. Meskipun terlihat biasa, tetapi karena fisiknya yang terlalu sempurna ia terlihat menawan di mata orang-orang.
"Naik mobil aja, ya, Dev? Nanti kamu langsung pulang juga kan sama papa?" tanya Devid memastikan.
Acha menatap tajam Devid menilai penampilannya. Baju putih dimasukkan ke dalam celana hitam kerja, tangan kirinya sudah dipasang jam tangan. Apa lagi? Tidak ada yang salah dengan penampilan suaminya itu! Tapi rasanya Acha tidak rela membiarkan Devid keluyuran dengan penampilan sempurna itu!
![](https://img.wattpad.com/cover/225183986-288-k554922.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...