"Mama sama Ayah sama aja, gak peka!! Padahal Acha butuh kasih sayang, bukan berati dengan jutaan uang semua beres!"
Acha
"Apa, kak?" tanya Acha.
Ruangan kembali sunyi, siap mendengar ketua OSIS berucap pernyataan yang sakral di awal hari yang sangat membahagiakan bagi Acha seorang. Kedua bola mata Alex menatap ke belakang, lalu kembali kepada Acha yang menunggu jawaban darinya.
"Bangku di belakang kosong, apa harus kami bawa, agar kamu dan teman sebangkumu tidak terganggu?"
Itu bukan pernyataan. Namun, pertanyaan, Acha mengembuskan napas panjang.
"Saya butuh, gak usah dibawa," jawab Acha.
Alex mengangguk. "Baiklah."
Saat bokong Acha telah duduk manis di bangkunya. Alex mulai memperkenalkan dirinya, sebagai ketua OSIS yang tak lama akan tergantikan, hanya beberapa bulan lagi pemilu akan dilangsungkan dan Maxime adalah salah satu calonnya.
Jika ada yang mau bertanya tentang organisaasi OSIS jangan sungkan bertanya kepada Alex atau kepada rekan dekat dan keganjenan salah satunya. Isabella. Gayanya seakan memperlihatkan bahwa ia berwibawa, patut dicontoh oleh semua orang.
Namun, nyatanya Feby sebagai wakil ketua OSIS hanya bisa pasrah, mendapati Isabella bertugas sebagai anggota saja ingin sekali disamakan dengan Alex. Lebih tepatnya menggantikan posisinya.
***
"Buat apa, nih, bangku?" tanya Reina sambil menepuk meja di belakangnya.
Acha berbalik. "Tempat gua ngegame, lo suka, gak, Rei?"
"Kagak, gua dari dulu dilarang main kagak jelas begituan, buang waktu!" jawab Reina.
"Halah ... terus lo ngapain aja, dong, kalo ada waktu luang?"
"Maen basket, dong ...."
"Woii!" teriak Devid dari ambang pintu.
Acha dan Reina mendongak, mendapati Devid. Seketika Reina tertegun, ia sangat mengagumi cowok yang sok tak memusingkan penampilannya. Seperti Devid di depan, baju yang dikeluarkan, sebuah ponsel di tangan kirinya dan handband hitam melingkar menarik perhatian. Membuat rambutnya terlihat jantan.
Devid duduk di bangku depan, sambil mengunyah permen karet. Beberapa cewek yang masih di kelas saling berbisik, ternyata kancing atas baju Devid terlepas. Membuat mereka cekikikan.
"Mabar, Cha," ajak Devid.
Acha mengeluarkan ponselnya, lalu beralih duduk ke bangku kosong yang tadi Alex tanyakan. Devid pun menyusulnya duduk di samping, sedangkan Reina yang tahu mereka akan sibuk dengan dunia maya. Ia pun bangkit keluar.
Meskipun hari pertama masuk, saat pendaftaran tadi Reina telah diajak oleh beberapa Seniornya untuk bertanding, ia pun mengiyakan. Makanya tanpa harus kecewa karena ditinggal main game oleh dua temannya, Reina masih punya sesuatu yang lebih menyenangkan.
Acha menyerahkan earpohone milik Devid, karena sebelum berangkat sekolah Devid menyerahkan kepadanya. Makanan ringan sudah tersaji di bawah bangku meja kosong itu. Acha telah mempersiapkan segalanya, bangku kosong itu akan selamanya menjadi miliknya.
"Dikit lagi booyah, amjink!!" oceh Devid, sedangkan Acha seperti biasa santai dalam menghadapi rintangan di depan.
Firman melihat kesibukan dua remaja di bangku belakang, telinga mereka sama-sama tersumpal earphone. Sudah dipastikan harapan mendapatkan Acha yang dilihatnya santai dan kalem saat pandangan pertama sirna, ia pikir Devid adalah pacar Acha.

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
Roman pour AdolescentsPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...