32. Sesak

371 47 5
                                    

"Cinta membuatku buta, berani didua olehnya."

Dinda

Bukannya rasa dingin menggigil dirasakan. Namun, beda dengan Acha, ia meneriaki Devid agar melebihi kecepatan motornya, membuat Acha melayang-layang. Halilintar tak nampak, merestui kebahagiaan Acha, walaupun tak lama karena kini Devid telah menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang rumahnya.

Acha masih berteriak kekanak-kanakan, suara lebatnya hujan menyamarkan teriakannya. Devid mengusap wajahnya kasar, sedangkan Acha masih duduk di jok belakang.

"Turun, Changcut!" titah Devid sambil melirik Acha.

Acha samar-samar mendengar teriakan Devid. "Apa lo bilang?" tanya Acha tepat di belakang kuping Devid.

"Anjing, bisa-bisa gua budek!" ketus Devid sambil menggosok kupingnya.

"Balik! Turun!!" teriak Devid.

Entah keberanian dari mana, Acha merangkul Devid dari belakang. Tangannya melingkari pinggang Devid yang sama-sama basah. Hujan belum reda pula, Devid yang mendapati pelukan dari Acha mendadak tegang dan sesuatu berdetak tak karuan.

Untuk menghentikan detakannya, Devid berteriak, "Lo buat sange, Changcut!!"

Acha tertegun. "Apa lo bilang?" tanya Acha memastikan pendengarannya tak salah.

"Sange! Lo tau cowok sange kayak gimana, hah?" goda Devid, "makin nempel aja lagi," lanjut Devid terkikik.

Secepat mungkin, Acha melepaskan pelukannya lalu memukul punggung Devid sekeras pukulan cowok. Devid hanya bisa meringis lalu jitakan Acha mendarat di kepalanya.

"Dasar, Kucrut!" umpat Acha sambil bergegas menuju gerbang rumahnya.

Devid terkikik. "Menonjol, hahaha!" kelakar Devid.

Langkah Acha yang sudah jauh dari Devid terhenti, matanya tajam lalu melayangkan pukulan seolah menonjok Devid.

"Bacott!!" jerit Acha lalu menutup pagar rumahnya dengan kesal.

Devid pun memasukkan motornya ke dalam, sampai pandangannya menangkap sebuah mobil hitam. Tak harus ditanya lagi siapa yang datang. Baju yang basah semua membuat Devid ragu masuk rumah, tetapi ia pun perlahan membuka pintu.

Ruangan depan tak ada penghuni, aman, seperti biasa. Tatapan Devid tertuju ke konter dapur. Dinda tak ada pula, tidak salah lagi mamanya sedang ada di kamar. Langkah Devid sampai di ambang kamar mandi. Masih aman.

Namun, perkiraannya salah. Prabu menatap kedatangan anak tunggalnya dari tangga setelah menyimpan barang ke kamar Devid. Terlihat, Devid keluar dengan handuk putih terlilit sampai pinggangnya, dengan rambut basah dan beberapa air masih menempel di badan putihnya.

Setelahnya memasukkan bajunya ke mesin cuci, lalu kembali ke kamar mandi sambil mengacak-acak rambutnya. Tak lama terdengar suara air, Prabu melangkahkan kakinya menuju kamar, kebetulan Dinda sedang tidur di saat hujan lebat masih menemani sorenya.

Selesai mandi, Devid kembali keluar hanya dengan handuk sepinggang. Ruang keluarga masih tak menandakan ayahnya ada. Ia pun berjalan menaiki anak tangga. Sampai di dalam kamar, sebuah kotak berukuran sedang tepat berada di atas ranjangnya.

Devid membuka penutupnya, satu set baju renang bermerek terkenal akan mahalnya, berwarna hitam keabuan. Terdapat selembar surat dengan cepat Devid membacanya.

Dear, Devid anakku,

Ayah mau bicara nanti malam, kamu turun, ya, ada yang sangat penting harus kamu dengar. Meskipun, ayah tahu, kamu tak sehat sekarang, 'kan? Mamamu yang bilang, jangan menahan emosi lama-lama. Turun, ya.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang