"Gua bahagia dia datang dengan lebatnya dan berhasil menyamarkan tangisan, menjadi kebahagiaan. Hujan."
Acha
Suara bel pertanda pulang nyaring terdengar sampai ke ujung kelas. Acha dan Reina bersiap meninggalkan kelas, setelah doa dibacakan dalam hati bersama. Satu per satu mulai keluar, tetapi Acha malah menuju bangku kosong di belakang, lalu menelengkan kepalanya mendapati makanan khusus main game masih penuh.
Reina berdecak, "Jual aja, Cha, untung nanti ... anak-anak kagak usah turun jauh-jauh ke kantin," ledeknya.
"Enak aja! Ini juga bangku gua selamanya, ya!" peringat Acha sambil berjalan keluar.
"Lagian, kelas kita udah penuh emangnya sapa lagi yang masuk? Pastinya, kalo murid baru ke kelas bawah," jelas Reina berjalan beriringan.
Awan terlihat menghitam, pertanda hujan akan datang. Memang, bulan November ini selalu bertepatan datangnya hujan. Bibir Acha menyunggingkan senyuman, ia berhenti menatap lapang basket yang dipenuhi lelaki dengan kaos lengan pendek dan penuh keringat.
Namun, hayalannya harus terputus oleh bayangan Alex. Lebih cool dibalut jas OSIS dibanding kaos pemain basket yang gerah body. Lagian, keringat membuat bau, meskipun terlihat menggoda.
"Mau ujan, ngapain berhenti?" tanya Reina sambil melongok ke lapangan.
"Biarin, gua suka hujan!" ketus Acha.
Reina mendengkus. "Halah ... kemaren juga lo sakit, ya, 'kan?"
"Tau dari mana lo?" sungut Acha.
"Dari ... dari matamu, matamu, kumulai jatuh cinta!" jawab Reina bersenandung lalu berlari menjauhi pukulan Acha.
"Huft!" Dengkus Acha seraya kembali berjalan.
Dari bawah Reina berteriak, "Pulang bareng, gak?!" tanyanya mendongak.
"Kagak!!" balas Acha, langkahnya sengaja dilambatkan.
Reina berkacak pinggang. "Ya, odah!"
"Odah nama tetangga gua, Rei! Pamali ngomongin orang lu," ketus Acha di depan Reina.
Delikan mata Reina menandakan tak mengerti. Acha pun mundur satu langkah agar bisa menyamakan tinggi badan Reina yang melebihi tubuhnya.
"Gorengan bi Odah, ceuceu ... kalapa muda!"
Jeder!!!
"Aaa!!!" Teriak dua remaja itu bersamaan.
Kilat menyambar, membuat pintu kelas yang di bawah tak terkunci terbanting ke dinding. Acha merangkul tangan Reina karena kaget, Reina segera menyadarinya.
"Main pegang-pegang!" kekeh Reina.
Acha langsung menjauhi Reina secepatnya, lalu terdengar dering ponsel milik Reina berbunyi. Ternyata sopir pribadinya sudah menunggu di depan. Mereka pun berpisah di tikungan, sedangkan Acha langsung menuju kelas Devid yang tak jauh dari tangga lantai atas.
"Aku tau, kok, Bep ... kamu masih sayang sama aku! Makanya kamu berani mutisin dia, si Songong!" oceh Nada nyosor-nyosor di samping Devid.
Hanya diacuhkan saja, padahal Devid sedang asik nonton permainan basket. Namun, hujan mengguyur dan bubar, lalu tiga kurcaci itu menghampirinya bersorak ria.
"Jadi, kita resmi pacaran lagi, 'kan?"
"Bep! Jawab, dong ... ihhh gak romantis lagi!" rajuk Nada.
Syakila dan Naura hanya bisa melongo menonton kelanjutan Ratu Nada mengejar Pangeran Devid di SMA. Sesekali mereka berfoto-foto, Devid diam bukan berarti tak ada tujuan.
![](https://img.wattpad.com/cover/225183986-288-k554922.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEGI EMPAT 3 [END]
JugendliteraturPINDAH KE DREAME Rank 19-08-21 #1 Devid #1 Indomembaca #2 Bestseller #2 Akudandia #4 Trend (Series 1 & 2 Di Dreame 16+) Follow sebelum baca, ya, guyss. Kepergiannya hanya meninggalkan jejak seorang anak. Janjinya menemani hilang begitu saja, berlal...