Chapter 141 | Ramalan Rikudou Sennin

74 13 1
                                    

"Arigatou," ucap Naruto pelan. Dia berdiri tegak dan menyalami erat tangan Shibuki. Sang Uzukage tersenyum tipis. Tetapi senyuman yang tipis itu sangat tulus, hingga Shibuki tak tahan untuk tidak terkekeh.

"Maafkan soal tangan Sara yang-"

"Tidak apa-apa," Naruto menganggukkan kepala, dia dapat melihat wajah tak nyaman Shibuki tercetak jelas di sana "Sara masih bisa mendengar Legenda Kaguya setiap malam saja sudah membuatku senang. Kehidupan adalah anugerah yang paling berharga."

"Kau berhutang padaku, Uzukage-sama."

"Aku akan mengingatnya."

Kedua pemimpin itu tertawa kembali. Haku dan Utakata yang berdiri di belakang Uzukage ikutan tersenyum. Shibuki yang dikawal oleh 4 orang Anbu Kumo melambaikan tangan tanda perpisahan, dia bahkan berteriak jika Uzushio butuh bantuan, maka Takigakure siap membantu. Naruto mengucapkan terima kasih kembali dengan teriakan yang tak terlalu keras.

"Satu lagi bibit yang bisa dipanen, Naruto-sama..." gumam Haku dengan suara datar. Naruto melirik ke arah Haku, dia kemudian memandang langit yang berwarna biru cerah.

"Ya. Itu adalah bibit berharga..."

Ketiganya terdiam. Entah kenapa tidak ada yang memulaikan pembicaraan ataupun mengatakan sesuatu. Naruto memandang langit dengan tatapan tak bermakna, Haku memandang datar ke depan seperti orang dungu...dan Utakata,

Ya, Utakata-lah yang menarasikan kalimat di atas. Dia menggelemetukkan giginya greget karena melihat tingkah dua orang di dekatnya yang seperti ingin menyatu dengan alam. Utakata berdehem, tidak diperdulikan. Dia kemudian terbatuk-batuk, Haku memberinya obat pusing tanpa berbicara sepatah katapun.

"AKU TIDAK PUSING KEPALA!" kata Utakata kesal "Dan kenapa kalian berdua diam seperti orang idiot?!"

Haku tiba-tiba muncul tepat di depan wajah Utakata dengan tatapan teror "Terserah kau mau bilang aku idiot atau apa, tetapi beraninya kau mengatakan Naruto-sama orang idiot...kau akan, kau akan kucincang di dalam pisau-pisau es-ku Utakata...."

"Sindrom hormat akutmu kepada Naruto-san sudah berlebihan, melewati kadar batas normal." Komen Utakata kesal. Haku berdiri tegak lalu mengangkat tangan kanannya ke atas.

"Demi Naruto-sama, aku akan melakukan apapun...bahkan saat kau jatuh ke jurang dan Naruto-sama menginjak kotoran ayam, aku lebih memilih menolong Naruto-sama membersihkan kotoran ayam di kakinya..."

"WOI, JADI NYAWAKU SAMA DENGAN KOTORAN AYAM?!" Utakata protes dengan wajah kesal. Haku melanjutkan puisinya. Kedua pengawal pribadi Uzukage keempat itu saling adu argumen di belakang Naruto tentang Naruto sendiri. Naruto? Dia masih memandang datar langit biru yang terekam di retina matanya.

"SUDAH KUBILANG KALAU NARUTO-SAN ITU PASTI PUNYA TAHI LALAT DI KOLORNYA! KALAU KITA BERTARUNG PASTI ADA LEMBAB-LEMBAB KERINGAT YANG MENJADI PEMICU TAHI LALAT ITU MUNCUL!"

"Naruto-sama tidak akan mempunyai tahi lalat di kolornya, karena kolor Naruto-sama anti-basah seperti pembalut-pembalut wanita..."

"JADI KAU BILANG NARUTO-SAN PAKAI PEMBALUT WANITA?!"

"Tidak mungkin, Utakata baka..." Haku menepuk jidatnya dengan wajah datar "Kau pasti tidak tahu Naruto-sama mandi memakai keringatnya saking wanginya keringat beliau."

"BILANG SAJA NARUTO-SAN GAK PERNAH MANDI DAN HANYA BERMANDIKAN KERINGAT SAAT DIA BERTARUNG-"

Kepala Utakata dan Haku tenggelam di tanah gerbang Uzu. Di antara keduanya muncul Yugito yang berdiri tenang sambil menepuk dua kali kedua telapak tangannya.

"Beraninya kalian berdebat sambil mengejek kolor dan keringat Naruto-sama...Naruto-sama saking sucinya tidak ada kolor dan tidak ada keringat. Ingat itu!" kata Yugito dengan mata yang melotot seram.

'Sama saja kau menghinanya, Yugito...' batin Utakata dengan wajah sweatdrop di dalam tanah. Yugito memandang Naruto dengan mata yang sedikit berbinar. Sang Uzukage berbalik menghadap ke arah Yugito sambil membenarkan bagian kerah jaketnya.

 Hembusan angin yang tiba-tiba berhembus membuat rambut jabrik itu berkibar pelan, serta membuat jaket yang tidak ditutup itu bergerak lembut ke kanan. Kalung yang bermata-kan lonceng pemberian istrinya ikutan bergoyang. Yugito menghembuskan napas pelan. Melihat Uzukage keempat menatapnya tajam namun penuh ketenangan membuat jantungnya sedikit berdebar aneh.

"Bagaimana pengamatanmu kepada Shion, Yugito?" tanya Naruto. Haku dan Utakata segera berdiri dari posisi nista mereka. Keduanya memandang kebingungan ke arah sang Uzukage karena pertanyaan pemimpin Uzu tersebut.

"Tampaknya Shion-sama masih shock setelah saya menceritakan beberapa detail soal misi penyelamatannya, Naruto-sama. Shion-sama tak menyangka, demi dirinya semua rakyat Uzu, bahkan ninja-ninja dari 4 desa lain rela berkorban. Shion-sama sangat menyesali hal tersebut."

Naruto menutup matanya dan mengangguk mengerti. Dia memandang langit kembali.

"Apa yang dia tanyakan, atau...atau pesankan kepadaku?"

"Kenapa anda tidak mengatakannya sendiri, kenapa harus saya yang mengatakan tentang hal ini kepada beliau. Seperti itulah yang bisa saya tangkap."

Haku dan Utakata memandang pemimpin mereka. Naruto perlahan-lahan tersenyum. Angin tidak berhembus lagi. Sang Uzukage mengangkat poni jabrik depannya menggunakan tangan kanan lalu berbicara pelan dengan suara yang sangat tenang.

"Jika aku yang menceritakannya soal pengorbanan para rakyat Uzu dan ninja-ninja sekutu kita...dia pasti menangis hebat. Shion pasti akan terus mempermasalahkan hal tersebut lalu menyalahkan dirinya. 

Aku sudah tahu hal tersebut saat dia memandang nisan-nisan yang gugur di Iwa, tetapi demi harga diri dan gengsinya, Shion dapat menahan emosinya..." Naruto menurunkan kepalanya dan memandang tiga pengawalnya dengan tatapan tenang "...Tetapi dia tahu bahwa satu hal yang terpenting dari dirinya untuk sejarah Dunia Shinobi saat ini, bukan soal kenaifan, bukan soal cinta tak sejati, cinta monyet atau kebodohan pemikiranku yang pendek. 

Dia harus tahu kenapa semua ninja dan semua orang rela berkorban demi dirinya...dia harus mengerti kenapa aku seperti orang bodoh memperjuangkan dirinya dari musim salju hingga musim semi,"

Semuanya terpaku mendengar kalimat itu terurai dari mulut sang Uzukage.

"Karena takdir dari Ramalan Rikudou Sennin sudah berjalan, tetapi dia harus tahu..."

Mata Naruto menajam. Iris biru itu bergetar pelan.

"...Sang Uzukage sedang berusaha melawan takdir tersebut!"

Naruto : The Long Journey To Reveal The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang