Chapter 132

87 10 3
                                    

"Naruto-gaki..."

Naruto membuka matanya dan memandang tenang gurunya. Oonoki yang duduk di kursi kantornya sedang menggosok pelan punggungnya menggunakan tangan kanan. Sepertinya penyakit encok orang tua itu kambuh lagi.

"Aku sudah tahu alasanmu sebenarnya memberitahu bahwa dirimu masih hidup kepada pihak Iwa dan pihak Suna, aku sudah tahu alasan aslimu nak."

Naruto menyengir tipis "Coba sebutkan Oonoki-jiji..."

"Heh, selain alasan untuk menahan Shion-sama agar tetap di Iwa dan membuat pernikahan itu berlangsung, kau juga membuat rencana penyusupan kepada Iwa menjadi lebih mudah akibat pernikahan itu sendiri. Menyamar menjadi pendamping wanita bersama kedua pengawalmu dan membuat pernikahan itu kocar-kacir. Pernikahan yang dimaksudkan agar Konoha maupun Suna tidak bisa meminta seenaknya Sang Ratu untuk diberikan kepada desa mereka juga menjadi alasan terselubung darimu agar menyelamatkan Shion-sama menjadi lebih mudah...itu adalah alasan pertama kenapa kau memberitahu kepada Iwagakure bahwa Yondaime Uzukage masih hidup. Aku benar?"

Naruto menganggukkan kepala dengan cengiran yang tak hilang. Mata birunya terlihat begitu bersemangat "Analisis yang tepat, jiji. Otakmu lebih baik dari punggungmu itu..."

Oonoki mendengus pelan "Heh, jangan mengejek IQ-ku. Nah, yang terpenting adalah kenapa kau juga memberitahu Suna soal keberadaanmu, memberitahu Sandaime Kazekage bahwa Yondaime Uzukage masih hidup. Heh...boleh aku kutip dengan kata "bibit" nak?"

"Boleh sekali..." kata Naruto pelan.

"Dengan memberitahu pihak Suna bahwa Yondaime Uzukage masih hidup, Sandaime Kazekage pasti akan langsung berencana menyulik Shion-sama dari pihak Iwa karena tahu hubungan dekat antara aku dengan dirimu sebagai guru-murid. Jika kau dan Shion-sama bersatu, maka Gerbang Saiken akan tetap hidup. Kau membuat hipotesis berani, taruhan 50 berbanding 50 bahwa pihak Suna akan menculik Shion-sama di tanggal 1 Januari dan kau memenangi taruhan tersebut. Ketika pihak Uzu sedang bentrok dengan Iwa, pihak Suna datang sebagai pihak ketiga yang mengintroduksi pertarungan antara pihak Uzu dan pihak Iwa, atau lebih mudahnya pihak Suna mengajak pihak Iwa melawan mereka karena berani menyusup desa Iwa untuk menculik Shion-sama. Dengan kata lain..."

"Iwa harus melawan Suna juga, karena intinya Uzu yang ingin menyelamatkan Shion dari pernikahan memiliki kesamaan tujuan dengan Suna yang ingin menculik Shion saat itu juga. Atau tepatnya akan terjadi pertarungan antara Iwa melawan Suna."

Oonoki menganggukkan kepala. Ternyata analisisnya sesuai dengan rencana Naruto yang begitu terancang.

"Di saat Iwagakure terdesak, maka kami terpaksa harus bergabung dengan Uzu untuk melawan Suna yang telah menyerang desa Iwa sebagai upaya penculikan. Di situlah secara tidak langsung kau menabur "bibit"mu, kau menjadikan kami sekutu tanpa paksaan, kau menjadikan kami sekutu secara tak tersirat. Ditambah kau memaafkanku, juga memaafkan Kitsuchi dan menunjukkan kebaikan hatimu sebagai pemimpin. Lengkap sudah, Uzu-Kumo-Kiri-Negeri Iblis akan bergabung bersama Iwa melawan Suna sendirian. Rencanamu sukses total dan setelah mengalahkan Suna, 4 desa besar mendukungmu sekarang. Rencanamu berjalan lancar kan, Uzukage-sama?"

Naruto tidak menjawab. Tetapi dia tersenyum lalu mengangguk pelan tanda bahwa semua yang dikatakan Oonoki benar.

"Tetapi kesalahanmu adalah banyak rakyatmu yang mati karena kau tidak menyangka Sandaime Kazekage begitu kuat. Banyak rakyatmu yang berguguran saat melawan Kazekage terkuat itu, Uzukage-sama..."

Naruto melipat kedua tangannya di depan dada. Dia memandang penuh harapan kepada gurunya tersebut.

"Aku telah memikirkannya, ya. Hanya menunggu waktu saja Oonoki-jiji. Hanya menunggu waktu..."

Walaupun Oonoki tidak mengerti perkataan Naruto, tetapi dia yakin bahwa Naruto juga sedang merancang sesuatu. Karakter Naruto memang sulit ditebak, bahkan dia sendiri tak akan bisa menebak isi hati muridnya, rencananya, bahkan iris biru itu sedang berada dalam emosi apa. Marahkah? Senangkah? Tanpa emosi kah?

"Naruto...jujur saja, apa kau masih dendam kepada 5 desa besar yang telah menghancurkan desamu bahkan ketika kau sudah memaafkan 4 desa besar tersebut?" tanya Oonoki dengan nada sedikit ragu.

"Oonoki-jiji," Naruto tersenyum tipis. Dia melepaskan lipatan kedua tangannya di depan dada dan menaruh kedua tangan itu di sisi paha kanan-kirinya. Tangan kanannya yang terperban terkepal kuat.

"Aku bukanlah kegelapan, aku bukanlah cahaya. Aku bukan seorang pendendam, dan aku bukan seorang pemaaf..." Naruto menutup matanya perlahan.

"Aku adalah Uzukage!"

Sekali lagi Oonoki tidak mengerti apa yang dikatakan Naruto, juga karakternya. Sang Tsuchikage hanya terdiam sambil memandang wajah penuh ketenangan dari muridnya tersebut.



         Naruto berdiri di depan makam para Uzumaki dengan mata tertutup, serta memanjatkan doa kepada Kami-sama agar nyawa rakyatnya yang gugur diberi ketenangan di alam sana. Naruto melirik ke kiri dan di batu nisan yang berada di garis depan sebelah kanan terdapat ukiran nama sahabatnya sejak kecil. Dahi Naruto mengkerut sedih, alisnya melengkung ke bawah menandakan bahwa membaca nama Uzumaki Yahiko di batu nisan tersebut membuat dadanya terasa perih.

Tep...Naruto melirik ke arah kanannya dan Sang Ratu menggenggam tangan kanannya dengan hangat. Hampir bersamaan, Nagato dan Konan muncul di samping kirinya. Hampir bersamaan, semua orang muncul di belakang Naruto dengan wajah tegas. Di sisi kanan-kiri mereka muncul para ninja Kumo bersama Sandaime Raikage, A dengan tangan kanan yang dibalut gips, Killer Bee, beberapa Shinobi Iwa, Kitsuchi dan kedua anaknya serta Sandaime Tsuchikage. Anggota Divisi elit Iwa menatap sendu ke bawah di atas sebuah gedung yang berjarak 50 meter dari tanah lapang berisi makam-makam para ninja yang gugur tersebut. Deidara yang duduk dengan kaki kanan bergantung ke bawah, Han yang melipat kedua tangannya di depan dada, Roshi yang meletakkan kedua tangannya di pinggang serta Gari yang memasukkan kedua tangannya di kantung celana. Mereka semua menutup mata perlahan, memanjatkan doa kepada semua yang gugur di medan perang.

Di Rumah Sakit Iwa, Uzumaki Sara memejamkan matanya di depan jendela kaca kamar rawatnya. Bayangan jendela itu menampilkan wajah cantik Sara dengan mata terpejam memanjatkan doa. Di belakang Sara duduk Shibuki di ranjang dengan mata terpejam juga. Di atas atap rumah sakit berdiri tiga pengawal Yondaime Uzukage; Utakata, Haku dan Yugito. Ketiganya berdiri tegak dengan tiupan angin lembut menerpa ketiganya. Ketiga pengawal hebat itu menutup mata mereka dengan khidmat.

Iwagakure berdoa, menjadi saksi bisu bahwa peperangan akan selalu membawa kesedihan, bahkan bagi pihak pemenang.

Naruto membuka matanya. Dia memandang Shion yang menganggukkan kepala dengan wajah datar ala tatapan boneka. Dua hari yang lalu Shion sudah bercerita kepadanya tentang rahasia Gerbang Saiken, apa yang terjadi pada ramalan Rikudou Sennin dan rahasia munculnya Zero sebagai salah satu Sumi-Kyo. Naruto bahkan baru tahu bahwa ibunya adalah Ratu Negeri Iblis sebelum istrinya. Naruto menatap matahari dengan tatapan tajam, sebuah daun entah kenapa tiba-tiba muncul di hadapan Yondaime Uzukage membuat sang Uzukage menggenggam kuat daun tersebut dengan tangan kanannya yang dibalut perban berwarna putih.

"Jika Ramalan Rikudou Sennin tentang hidupnya Gerbang Saiken sebagai tanda hancurnya 5 desa besar ditujukan kepada Tou-san dan Kaa-san,"

Semua yang ada di sana mendengarkan baik-baik kalimat yang keluar dari suara tenang sang Uzukage.

"Dan ternyata penghancuran 5 desa besar dalam ramalan itu ternyata dilakukan oleh diriku sebagai anak Sandaime Uzukage dan istrinya..." angin kencang menyibak rambut merah Naruto, membuat wajah tampannya terlihat mengeras dalam ketenangan tinggi yang dipertahankan dengan baik. Mata boneka Shion membulat melihat tangan kanan suaminya yang terkepal ke atas bergetar pelan.

"Maka akan kuhancurkan Konoha sebagai desa terakhir yang patut dihancurkan!"

Naruto : The Long Journey To Reveal The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang