Chapter DCXIX

1.4K 315 2
                                    

“Kou, apa kau tidak ingin menjawab perintahku?!”

Aku mengangkat kepalaku, saat embusan udara terasa kuat dari atas. Kibasan sayap berwarna merah, perlahan turun diikuti beberapa bulu yang berterbangan bahkan jatuh di atas wajahku. “Uki?” tukasku, yang masih tertegun menatapnya yang telah mendarat di hadapanku.

“Aku, yang memanggilnya ke sini, My Lord.”

Kepalaku dengan cepat menoleh ke belakang, tubuhku hampir sedikit terhempas ke depan saat angin kuat memukul tubuhku diikuti cakar Kou yang menghancurkan dinding akar berduri yang ada di belakang kami. Beberapa Elf yang sempat beranjak, kembali terduduk saat Uki membentangkan kedua sayapnya di hadapan mereka.

“My Lord, naiklah! Aku, akan membawamu pergi ke mana pun yang engkau inginkan,” ucap Kou, walau cahaya di sekitar sedikit meredup oleh larinya para kunang-kunang, kulitnya yang putih itu masih terlihat bercahaya dijatuhi sinar bulan.

“Bagaimana dengan saudaraku? Aku, mana mungkin meninggalkan mereka di tempat seperti ini-

“Mereka aman. Aku, telah memerintahkan para Manticore untuk menjemput mereka,” jawab Kou memotong perkataanku, diikuti ekornya yang berhenti di atas kepalaku.

Aku mengangkat kedua tanganku meraih ekornya hingga kain yang menyelimuti tubuhku sebelumnya terjatuh begitu saja, dengan perlahan ekornya tersebut bergerak lalu menurunkanku dengan pelan di atas punggungnya. “Zeki!” panggilku, dengan menatap ke arahnya yang masih terdiam menatapi para Elf.

“Zeki!” panggilku sekali lagi hingga dia baru menoleh kembali ke arahku setelah beberapa kali aku memanggil namanya.

“Aku, berusaha untuk mempercayai kalian akan berubah di kehidupan kali ini. Namun, usahaku tersebut sia-sia … Kalian, tetap menjadi makhluk egois yang pernah aku temui. Dan maaf saja, walau hidupku berakhir … Aku, tidak akan pernah mengorbankan kebahagian Istri dan Anakku,” ucap Zeki sebelum dia berbalik lalu melangkah mendekati kami.

Aku melirik ke arah Zeki yang mengangkat tangannya ke atas ekor Kou sebelum akhirnya dia duduk di belakangku. “Sachi, dengarkan penjelasan Bibi terlebih dahulu!” tukas Bibi, dia kembali mundur tatkala Kou memukulkan telapak tangannya hingga menghancurkan Altar yang ada di bawah.

“Sachi, Bibi hanya tidak ingin terjadi apa pun kepadamu!”

“Diamlah!” bentakku, hingga dia mengatup kembali bibirnya.

“Aku, menganggap kalian seperti keluargaku sendiri! Aku, tidak menjadikan kalian budakku, karena aku beranggapan bahwa kalian keluargaku! Tapi apa? Aku kecewa sekali pada diriku sendiri yang telah berusaha mempercayai kalian-”

Aku menghentikan perkataan dengan menggigit gelang bunga pemberian Kakek hingga gelang itu pun terputus. “Sachi, anakmu akan aman bersama kami. Kami, akan menerimanya menjadi bangsa Elf itu sendiri. Ini, yang terbaik untukmu dan anakmu … Jadi, serahkan saja dia kepada kami-”

“Hentikan omong kosongmu itu! Apa kalian pikir, aku tidak bisa mencium kebusukan kalian? Kalian berpikir, dia akan menjadi seperti nenek, bukan? Kalian, hanya ingin memanfaatkannya  untuk menjadi pengganti nenek, bukan?!” tukasku, yang dengan cepat menghentikan perkataan Kakek.

“Aku ingin, dia hidup dengan menentukan pilihannya sendiri. Orang asing seperti kalian, tidak berhak untuk menentukan hidup anakku.”

“Kou, bawa aku segera pergi dari sini! Aku, sudah tidak ingin mengisap udara di dunia ini kembali,” sambungku yang beralih menggunakan Bahasa Inggris.

Kou berjalan mundur, diikuti Uki yang telah kembali terbang lalu hinggap ke atas kepalanya. “Padahal, ini pertama kalinya untukku, merasakan dapat berbagi dengan mereka yang aku panggil Bibi dan juga Kakek. Aku-”

Lagi-lagi kata-kataku terhenti, saat kurasakan rangkulan yang melingkar di pundakku diikuti kecupan yang ikut aku rasakan di samping kepalaku. “Kau, masih memiliki keluarga yang lain. Keluarga, tidak hanya berhubungan soal darah yang mengalir,” tukas Zeki, dengan usapan di kepalaku yang mengikuti perkataannya.

“Bertahanlah, My Lord! Aku, akan membuka gerbang ke duniaku!” tukas Kou saat dia semakin mempercepat tubuhnya yang terbang mendekati kepingan-kepingan es membentuk lingkaran di langit.

Tubuhku, seakan ditusuk oleh beribu-ribu jarum dingin saat Kou sendiri telah terbang melewati lingkaran es sebelumnya. Aku mengangkat kepalaku, saat kurasakan sesuatu dingin yang mencair di atas kepala. “Dunia yang penuh salju ini, sudah lama sekali rasanya aku tak ke sini,” ucapku dengan mengangkat tangan hingga kepingan salju jatuh menumpuk lalu mencair di telapak tanganku itu.

“Apa ini dunia Kou? Rasanya, aku bisa mati membeku berlama-lama di sini … Apa kau baik-baik saja?”

Aku mencoba menoleh ke belakang saat dia memegang kedua lenganku, “aku baik-baik saja. Aku melakukan kontrak dengannya, jadi rasa dingin ini bukan apa-apa untukku,” balasku dengan kembali mengarahkan pandangan ke depan.

Uki yang berada di atas kepala Kou tiba-tiba terbang ke depan, ke arah hamparan rumput yang berbatasan langsung dengan hamparan salju. Di hamparan rumput tersebut, bayangan beberapa orang yang melambaikan tangannya terlihat dari atas. Kou, dengan perlahan kembali mendarat di hamparan salju yang berbatasan dengan padang rumput … Tempat saudaraku dan para Manticore berada.

Pandangan mataku teralih kepada Zeki yang telah melompat turun, lalu mengangkat kedua tangannya ke arahku. Dia mengangkat tubuhku turun dari atas punggung Kou lalu dengan perlahan menurunkanku kembali hingga kedua kaki berserta sandalku terbenam dengan salju yang ada. “Nii-chan,” tukasku dengan melangkahkan kaki mendekati padang rumput yang mereka tempati.

“Apa yang terjadi? Kami sangat terkejut saat tiba-tiba para Manticore mendobrak rumah,” ucap Izumi, dia mengusap-usap pelan kepalaku saat aku menghentikan langkah di depannya.

“Aku tidak ingin menemui mereka lagi. Mereka, berusaha memisahkan kami dari anak kami, nii-chan,”  ucapku, saat usapan Izumi beralih ke mataku.

“Zeki, jelaskan apa yang terjadi kepadaku!”

Suara Haruki yang terdengar, membuatku menoleh ke arahnya. “Di mana Eneas dan juga Lux? Kalian, tidak meninggalkannya begitu saja di sana, bukan?” tanyaku yang kembali mengalihkan pandangan kepada Izumi.

“Mereka, mengikuti beberapa Manticore untuk mencari sesuatu di tempat ini,” tukas Izumi menjawab pertanyaanku.

“Kalian, ikut aku dan jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?!” perintah Haruki, diikuti kedua kakinya yang melangkah meninggalkan kami.

Aku turut melangkahkan kaki mengikuti Haruki yang telah duduk di bawah pohon dengan menimang Hikaru yang tertidur. “Duduklah!” perintah Haruki kembali, saat aku sendiri pun telah berdiri di hadapannya.

Aku menarik napas sekuat mungkin sebelum menggerakkan tubuhku dengan perlahan duduk di hadapannya, “jadi, apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya, diikuti sebelah tangannya yang menepuk-nepuk pelan samping paha Hikaru yang masih terlelap.

“Kami, dijemput untuk mendatangi sebuah pertemuan tadi,” jawabku, menimpali perkataannya.

“Pertemuan?”

“Apa nii-chan, sama sekali tidak diberitahu mengenai hal ini?” Aku balik bertanya, dengan menatap ke arah Haruki dan Izumi bergantian.

“Tidak ada yang memberitahukan kami. Kalaupun kami tahu, mustahil jika kami tidak ikut pertemuan tersebut … Terlebih, itu mengenai kehamilanmu, bukan?” tukas Izumi dengan anggukan kepala Haruki yang menimpalinya.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang