Aku melirik ke arah Zeki yang masih terdiam menanggapi perkataan Haruki. "Karena Kou tidak bisa mendekat, itu berarti kita akan menghabiskan banyak sekali waktu ke sana. Dan juga, Zeki bisa ikut pulang dengan Raja Lamond ke Leta setelah kita mengunjungi Balawijaya-"
"Aku, akan turut pergi ke sana. Memastikannya selamat hingga tujuan," balas Zeki menimpali perkataan Haruki.
Haruki beranjak berdiri, "baiklah. Itu berarti kau setuju dengan ideku, bukan? Jadi, aku akan memberitahu yang lain untuk mempersiapkan semuanya," ucap Haruki, sambil berjalan keluar dengan Izumi menyusul di belakangnya.
Pandanganku kembali beralih kepada Zeki yang balik membaringkan tubuhnya, "apa kau baik-baik saja?"
Dia menganggukkan kepalanya sambil menutup kedua mata dengan lengan, "jika tempat itu yang dimaksud, aku mungkin akan sedikit tenang. Kepalaku rasanya sakit sekali," ucapnya yang hampir seperti berbisik.
"Letakan kepalamu di pangkuanku, aku akan memijatnya," ungkapku, sambil menepuk paha menatapinya.
Dia beranjak, melakukan seperti apa yang aku pinta. "Apa kau beristirahat dengan baik di sana?" tanyaku, sambil memijat pelan kepalanya.
"Aku melakukannya. Namun, kekhawatiranku dengan kalian ... Membuatku sulit untuk melakukannya," Zeki menjawab pertanyaanku sambil memejamkan matanya.
Aku melirik ke arah Huri yang bergumam sambil menepuk kain yang menjadi alasnya berbaring. Sesekali, dia yang menelungkup itu ... Mengecap tangannya sendiri. "Huri," ucapku memanggilnya, dia tersenyum saat aku juga tersenyum menatapnya.
"Melihatnya sekarang, membuatku berpikir ... Waktu berjalan terlalu cepat," ucapku dengan kembali memandang Zeki yang masih memejamkan matanya.
"Bukan hanya kau, aku juga turut merasakannya. Coba pijat di antara kedua alisku!" pintanya sambil meletakan jari telunjuk ke tempat yang ia sebutkan, "benar, seperti itu," sambungnya lagi, setelah aku melakukan apa yang ia inginkan.
Jari-jemariku terus saja memijat kepalanya, dengan sesekali melirik ke arah Huri yang sibuk bermain dengan dirinya sendiri. "Aku akan tidur sebentar, setelah itu baru aku akan pergi membantu mereka menyiapkan semuanya," ucap Zeki, dengan tetap memejamkan matanya.
_______________.
Aku menggendong Huri sambil menatap Zeki yang tengah membantu beberapa laki-laki, merobohkan kembali tenda yang kami tempati sebelumnya. "Ebe, apa kau yakin akan membawanya?" tanyaku, kepada Ebe yang berjalan di belakang Amanda sambil membawa sebuah tas besar di pundaknya.
"Kalian, membawa anak. Lagi pula, suamiku yang akan membawanya setelah pekerjaannya selesai," balas Ebe dengan napasnya yang sedikit tersengal, saat dia menurunkan tas tersebut di dekat kami.
"Aku sudah memintanya untuk meninggalkannya saja, tapi dia bersikeras untuk membawanya," ucap Amanda, sambil memberikanku sebuah kain panjang berwarna putih.
"Gunakan itu untuk menggendongnya. Coba lilitkan di tubuhmu, nanti aku akan membantumu untuk mengikatnya," sambungnya, setelah aku meraih kain tersebut darinya.
Aku melilitkan kain tersebut seperti yang Amanda ajarkan, "aku baru kali ini, menggendongnya dengan kain," ucapku, setelah aku berhasil melakukan seperti yang ia lakukan.
"Aku pun, diajarkan oleh penduduk suku. Dengan menggendongnya seperti itu, kita bisa lebih mudah membawa mereka sepanjang perjalanan," ucapnya, dia berbalik saat kakakku, Haruki, memanggil namanya.
"Apa kau sudah menyiapkan semua keperluannya?" tanya Haruki, saat dia sendiri telah berhenti di depan Amanda yang tengah menggendong Hikaru.
"Aku telah menyiapkan semuanya. Tapi, apa nanti saat kita melewati sebuah pasar, kita bisa membeli pakaian untuknya? Aku ingin membeli pakaian yang lebih tebal. Aku tidak ingin, dia kedinginan saat kita melakukan perjalanan."
"Baiklah, aku mengerti," jawab Haruki singkat, sambil berbalik meraih tali kekang kuda yang diberikan Tatsuya kepadanya.
Haruki bergerak menaiki kuda tersebut, dia mengarahkan tangannya ke arah Amanda saat dia sendiri pun telah duduk di punggung kuda berwarna hitam itu, "bantu dia, Tatsuya!" perintah Haruki kepada Tatsuya yang berdiri di samping kuda yang ia tunggangi.
"Ratu!"
Aku mengalihkan pandanganku, kepada Tsubaru yang telah berdiri di sampingku dengan seekor kuda di belakangnya, "apa itu kuda kami?" tanyaku, Tsubaru mengangguk menjawab perkataanku.
"Kalian, diperintahkan Haru-nii untuk kembali ke Sora, bukan? Saat semuanya aman, aku akan menjemputmu untuk tinggal bersama kami, Tsu nii-chan. Tapi sebelum itu, aku menitipkan mereka kepada kalian."
"Laksanakan, Ratu. Putri Huri, saat kita bertemu lagi ... Aku bersumpah, akan menjagamu lebih baik dari sekarang," ucapnya dengan melirik ke arah Huri yang ada di gendonganku.
"Terima kasih, Paman Tsubaru. Saat aku sudah tumbuh sedikit lebih besar, tolong ajari aku ... Apa pun yang dulu kau ajarkan untuk Ibuku," ucapanku itu, dibalas oleh senyuman Huri saat aku menyentuh pipinya.
"Kau sudah selesai membantu?" sambungku berbicara dengan melirik ke arah Zeki.
"Aku sudah melakukannya. Terima kasih, Tsubaru ... Sudah banyak membantu kami," ucap Zeki, Tsubaru sedikit membungkukan tubuhnya saat Zeki meraih tali kekang yang ia berikan.
Aku berjalan mendekati Zeki yang mengangkat telapak tangannya ke arahku. Dengan dibantu Tsubaru, aku berhasil duduk di belakang Zeki yang menunggangi kuda berwarna kecoklatan itu. "Aku tidak melihat Ryu, di mana dia?" tanyaku kepada Haruki, saat Zeki sendiri menggerakan kuda kami ke kuda yang Haruki tunggangi.
"Ryu izin untuk pergi ke Azayaka dulu, jika dia tidak ikut pulang ke Sora ... Ayah akan curiga, dan mungkin memerintahkan banyak orang untuk mencari keberadaannya. Lebih tepatnya, sekarang Ryu sedang mengurus para penduduk yang bersiap, bersama kakek."
"Begitu, kah? Aku bahkan, belum menyapa mereka dengan benar. Aku bahkan, belum bertemu dengan Cia sama sekali-"
"Cia baik-baik saja, nee-chan. Aku telah menemuinya, dia juga tidak sempat untuk menemui nee-chan ... Karena harus membantu Ibunya mengurus beberapa penduduk yang telah renta," saut suara Eneas, yang menunggangi kudanya mendekati kami.
"Tidak ada yang perlu kita tunggu lagi, kan? Kita bisa melanjutkan perjalanan sekarang," ungkap Izumi, sambil menunggangi kuda miliknya melewati kami dengan Ebe di belakangnya.
Aku kembali menoleh ke arah Tsubaru yang telah berdiri, berdampingan dengan Tatsuya. Dia membungkukan tubuhnya, saat aku mengangguk ke arahnya. Lirikan mataku beralih ke sisi lainnya saat kurasakan tepukan di lenganku, diikuti jari telujuk Zeki yang menunjuk ke sebuah arah.
Aku mengikuti arah yang ditunjuknya, bibirku tersenyum dengan melambaikan tangan ke arah anak perempuan yang berdiri di dekat Ryuzaki, "Cia, aku akan mengunjungimu lagi nanti! Jaga dirimu!" ucapku, yang juga dibalas oleh lambaian tangannya.
"Ryu, aku menitipkan mereka!" Ryuzaki turut mengangguk membalas perkataanku padanya.
"Izumi, berikan kakekmu ini seorang cucu! Aku menunggu kabar baik darimu!"
Pandangan mataku dengan cepat menoleh ke arah suara yang berasal dari bukit. Tubuhku sedikit membungku, saat kakek mengeluarkan senyum merekah ... Mengantarkan kepergian kami, bersama dengan para penduduk suku yang lain. "Izumi! Kau mendengar permintaanku, bukan?!"
"Aku tahu! Tanpa disuruh pun, aku sudah berusaha melakukannya!" geram Izumi dengan suaranya yang sedikit meninggi, sambil membawa kudanya dengan cepat meninggalkan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
خيال (فانتازيا)Kelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...