Chapter DCXV

1.5K 318 1
                                    

Aku menoleh ke samping, saat suara batuk dari seseorang menyadarkanku. “Kalian sudah tenang?” tanya Bibi yang keluar dari suatu ruangan sambil membawa Hikaru digendongannya.

Bibi duduk di kursi yang sebelumnya ia duduki, diikuti sebelah tangannya bergerak menepuk-nepuk punggung Hikaru. “Beruntung Haruki tidak ada di sini, dia selalu marah ketika ada sesuatu yang mengganggu tidur Putranya,” ucap Bibi, yang mencium pipi Hikaru sebelum kembali menggendongnya dengan menepuk pelan beberapa kali punggungnya.

Aku kembali duduk menyandarkan diri di kursi, saat Zeki melepaskan pelukannya padaku. “Apa yang dikatakan Sachi sebelumnya, benar?” tanya Zeki, yang membuatku mengalihkan pandangan padanya.

Bibi tersenyum dengan menatapi kami bergantian, “ini hanya sebuah kemungkinan. Bibi tidak terlalu tahu pasti, mungkin Kakek kalian dapat memastikan semuanya. Tunggulah! Sebentar lagi dia akan pulang dari bersemedi,” ucap Bibi, dia menggendong Hikaru sambil membalik tubuhnya hingga Hikaru sedikit duduk dengan bersandar di tubuh Bibi.

Aku masih terdiam, dengan tetap mengarahkan pandangan ke arah Hikaru yang tak berhenti mengemut tangannya sendiri. Lirikan mataku, teralihkan ketika suara ketukan pintu terdengar berulang-ulang. “Masuklah!” perintah Bibi, aku menoleh ke arah pintu rumah saat Bibi mengatakannya.

Pintu rumah terdorong ke dalam, diikuti bayangan beberapa orang yang berjalan masuk. “Kakek,” ucapku, sambil beranjak berdiri lalu berjalan mendekatinya.

“Kau sudah selesai beristirahat?” sambut Kakek dengan memeluk sambil menepuk-nepuk pelan belakang kepalaku.

“Kakek, sebenarnya ingin langsung menemuimu tadi. Namun, Haruki mengatakan jika kalian sedang beristirahat,” ucap Kakek saat aku mengangkat pandangan menatap padanya.

“Bagaimana keadaan kalian?” tanyanya kembali sambil menyentuh pipi kananku.

“Kami baik-baik saja, Kakek,” jawabku yang berjalan mundur, setelah dia menurunkan kembali tangannya yang menyentuh pipiku itu.

Aku berbalik, dengan melangkah kembali ke kursi yang sebelumnya aku duduki. Aku melirik ke arah Haruki yang telah duduk di samping Bibi sambil memangku Hikaru di gendongannya. “Bibi, apa Bibi menyimpan buah pisang di dapur?” Lirikan mataku beralih ke arah suatu ruangan saat suara Izumi turut terdengar.

“Bibi hanya menyimpan jeruk. Bibi akan menumbuhkan pohon pisang di belakang rumah jika kau memang ingin, Izumi,” jawab Bibi sambil beranjak berdiri lalu berjalan ke arah ruangan yang terdengar suara Izumi sebelumnya.

“Di mana Eneas?” tanyaku dengan beralih menatap Haruki.

Haruki mengangkat wajahnya, saat sebelumnya dia mencium sambil mengusap kepala anaknya, “dia di rumah bersama Lux, kemungkinan mereka berdua akan menyusul ke sini sebentar lagi,” jawab Haruki, yang kembali menundukkan pandangannya sambil memainkan sebelah tangan Hikaru yang menggenggam jarinya.

“Kakek, ada yang ingin aku tanyakan?” tukasku sambil melemparkan pandangan ke arahnya yang telah duduk di salah satu kursi.

“Apa yang ingin kau tanyakan?” Kakek balas bertanya, sambil menyandarkan dirinya di kursi menatapku.

“Aku dan suamiku, mencium aroma bunga yang keluar dari tubuhku,” ucapku, jantungku semakin berdegup tatkala kedua mata kakek melebar membalas tatapanku.

“Apa kalian yakin?” Lirikan mataku beralih ke arah Zeki yang menganggukkan kepalanya membalas perkataan kakek.

“Mereka mencium aroma bunga Gardenia, Ayah,” timpal suara Bibi, kupalingkan tatapan mataku kepadanya yang berjalan keluar dari suatu ruangan dengan Izumi yang juga berjalan di belakangnya.

Izumi meletakkan satu keranjang kecil penuh jeruk di atas meja sebelum akhirnya dia duduk di salah satu kursi. “Aku tadi telah memastikan kepada mereka, aroma bunga apa yang mereka cium … Lalu Zeki membawakan bunga Gardenia kepadaku,” timpal Bibi, dia kembali meraih lalu menggendong Hikaru dari tangan Haruki.

“Bunga? Aroma? Apa maksudnya, Bibi?” sahut Izumi, yang meraih satu buah jeruk di keranjang lalu mengupasnya.

“Jika Elf perempuan mengandung, dari tubuhnya akan keluar aroma harum yang hanya dapat dicium oleh Ibu dan Ayah dari sang anak yang masih di dalam kandungan. Namun, permasalahannya adalah … Baik Sachi dan Ryuzaki, mereka bukanlah Elf murni. Jadi, saat Sachi mengatakan jika tubuhnya mengeluarkan aroma wangi … Itu, sedikit membuat terkejut terutama perutnya yang masihlah belum membesar.”

“Karena seorang Elf saja, aroma harum tersebut baru akan keluar saat perutnya itu telah membesar. Jadi-” ucap Bibi menghentikan perkataannya sambil melirik ke arah Kakek yang masih diam dengan menundukkan kepalanya.

“Apa ada lagi, keanehan yang kau rasakan?” tanya Kakek, dia menatapku sambil menggenggam erat kedua tangannya sendiri.

“Aku, sangat menginginkan seekor anak Harimau putih dengan warna mata biru yang terang. Aku tahu ini terdengar konyol, hanya saja … Firasatku mengatakan, dia akan lahir dan memintaku untuk menjemputnya-”

“Harimau putih? Byakko?”

“Kau berpikir hal yang sama, Izumi?” sahut Haruki menimpali perkataan Izumi.

“Sebenarnya, aku pun sudah menduga hal ini sejak lama,” ucap Haruki, ketika dia melirik ke arah Izumi yang telah meletakkan kembali jeruk yang ada di tangannya di meja sebelum kembali menyandarkan dirinya di kursi menatapku.

“Coba kau ingat, di mana pertama kali kau menemukan Kou?”

“Di wilayah Kerajaan kita,” ucapku menjawab pertanyaan Haruki.

“Dan di mana, tepatnya wilayah Kerajaan kita terletak? Timur, bukan?”

“Lalu di mana, tepatnya kau menemukan Uki tempo dulu?”

“Di pasar tepatnya di pelelangan,” jawabku, yang menjawab pertanyaan Haruki yang beruntun kepadaku.

“Naga di Timur, dan Phoenix di Selatan … Apakah itu yang kau maksudkan, Haruki?” tukas Izumi kembali yang dibalas anggukan kepala oleh Haruki.

“Sedangkan Yadgar sendiri, wilayah mereka hampir mendekati Barat … Dan sebelumnya pun, kita mengunjungi wilayah Barat dari Kekaisaran, bukan? Maksudku Robson, jadi-” ucap Izumi terhenti, dia tersenyum membalas senyuman yang Haruki lakukan.

“Aku tidak akan membiarkan kalian memanfaatkan anak dan istriku untuk mencari hewan yang belum tentu ada tersebut,” sahut Zeki yang membuatku mengalihkan pandangan kepadanya.

“Lagi pun, Kaisar juga memiliki seekor Naga. Jadi, empat penjaga mata angin yang kalian katakan itu belum tentu benar,” sambung Zeki kembali, dia membuang pandangannya ke samping menghindari tatapan mataku ke arahnya.

“Sa-chan, jika Kou tidak mengetahui hal ini … Kenapa tidak bertanya langsung kepada Uki? Ryu, sempat memberitahukan aku, jika Uki adalah hewan yang disegel oleh Nenek. Mungkin saja, dia mengetahuinya, bukan?”

“Tapi, baik Kou dan Uki, aku menemukan mereka pun saat mereka masih bayi-”

“Bukankah Phoenix, selalu terlahir kembali seperti yang dijelaskan di buku,” ucapan Haruki yang memotong perkataanku, kembali membuatku tertegun.

“Dan juga, baik Byakko dan juga Genbu pun, bukankah ada di dalam buku tersebut?”

“Kou, bawa Uki ke sini segera! Ada yang ingin aku lakukan dengannya,” ucapku sambil beranjak berdiri dari kursi.

“Apa kau kehilangan akalmu? Apa yang ingin kau lakukan dengan hewan-hewan itu saat kondisimu sekarang seperti ini?!” ucap Zeki, cengkeraman tangannya di lenganku semakin menguat saat dia telah ikut beranjak berdiri.

“Tidak akan terjadi apa-apa pada kami. Dia anakmu, dia sudah pasti akan sekuat Ayahnya … Percayalah kepada kami,” ucapku, sambil mengangkat telapak tangan menyentuh tangannya.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang