Ebe (Side Story') I

1.9K 353 12
                                    

“Putri, Yang Mulia menunggumu!”

Aku menoleh, ke arah duyung laki-laki yang menjadi tangan kanan kakakku, Dekka, “aku, ingin beristirahat. Apa kau bisa menyampaikan hal itu kepada kakak dan kakekku?” tukasku, dengan kembali membaringkan tubuh di batu panjang yang menjadi tempat tidur.

“Putri, sebentar lagi Putri akan beranjak dewasa … Karena itulah, Yang Mulia telah mengumpulkan duyung-duyung terbaik untukmu,” sahutnya yang kembali terdengar.

“Aku, sedang tidak sehat sekarang. Pinta Kakek atau Kakakku untuk melakukannya nanti setelah aku sudah sedikit lebih sehat,” ungkapku, dengan menggerakkan kepala ke samping.

“Baiklah, akan saya sampaikan.”

Aku kembali beranjak duduk, saat suara dari duyung tersebut tak terdengar lagi. “Perjodohan untukku, kah?” gumamku, dengan tertunduk menatapi telapak tanganku yang kugenggam kuat.

Apa yang akan mereka lakukan? Kalau saja mereka tahu … Mutiaraku sudah keluar.

Aku jatuh cinta dengan seorang manusia, Kakek. Maafkan aku, kau sudah melarangku untuk mendekati manusia … Tapi aku tidak bisa memilih, pada siapa aku akan jatuh cinta.

Aku jatuh cinta, pada laki-laki yang sangat menghargai pasangannya.

“Aku iri dengan perempuan tersebut,” gumamku, dengan membuka telapak tangan yang sebelumnya aku genggam, hingga mutiara yang aku sembunyikan terlihat.

“Kalau aku, terlahir sebagai manusia … Apa aku masih memiliki kesempatan?”

“Kalau aku, memiliki kaki dan bukan ekor … Apa Izumi akan tertarik padaku?”

Takdir menolakku, sebelum aku memiliki kesempatan untuk berjuang.

Aku tidak membutuhkan benda ini … Aku, akan memberikan mutiara ini, saat kami bertemu kembali.

Jadi seperti ini rasanya, bertindak bodoh karena cinta.

___________.

Ekorku terus bergerak, mendorong tubuhku semakin berenang ke dalam lautan. Sesekali, aku melirik ke arah benda yang diberikan Izumi sebelumnya. Aku menggenggam benda tersebut dengan kedua tanganku, lalu aku tarik hingga mendekati dadaku, “apa aku harus menyimpannya menggunakan sihir? Aku, tidak ingin benda ini hancur karena terlalu lama terendam air,” ungkapku, sambil mengangkat kembali benda tersebut ke hadapan wajahku.

Aku berenang cepat, berbelok ke samping. Mengurungkan niat untuk menemui Kakakku. Ekorku berhenti mendayung, saat aku menemukan batu besar di dalam lautan. “Sachi mengatakan, benda ini mudah sekali lepas lalu hilang … Ini untuk rambut, bukan? Bagaimana aku memakainya? Aku, hanya ingin mencobanya sebentar sebelum kembali menyimpannya,” gumamku, ketika aku sendiri pun telah duduk di atas batu besar tadi.

“Apa seperti ini?” Aku terus bergumam, dengan tetap mencoba untuk memakai benda tersebut di kepalaku.

Aku kembali memegang benda tersebut di atas ekorku. Kadang kala, kedua mataku terangkat menatapi ikan-ikan yang hilir-mudik berenang melewati batu yang aku duduki. Aku beranjak berenang dari batu tersebut, ketika bayangan kuda bergerak cepat mendekati, “I-Izumi? Apa terjadi sesuatu dengan mereka? Kenapa kau ada di sini?” tanyaku yang juga berenang mendekatinya yang masih merangkulkan lengannya di kuda miliknya.

“Tidak terjadi apa pun pada mereka. Aku ke sini, karena ingin menemui-”

“Menemuiku?” tanyaku yang dengan cepat memotong perkataannya.

“Tentang mutiara yang kau berikan-”

Aku menggigit bibir dengan menggenggam erat benda yang ia berikan sebelumnya, “bagaimana jika kita menganggapnya bertukar? Aku, akan menganggap benda ini sebagai ganti dari mutiara tersebut … Jadi, tidak bisakah kau hanya menerimanya saja?”

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang