Beberapa kali aku meniupkan udara ke daging burung yang baru aku ambil dari api unggun, sambil sesekali mataku itu mencuri pandang ke arah Ryuzaki yang terlihat hening sejak kembali dari mengantar Tuya sebelumnya. “Nii-chan, aku tidak melihat Kakek. Biasanya dia akan langsung datang menemuimu saat dia tahu bahwa kau berkunjung ke sini,” tanyaku dengan mengopek sedikit daging burung tersebut lalu memakannya.
Izumi menatapku dengan kedua pipinya yang sedikit mengembung, penuh oleh makanan yang ia lahap, “Kakek, Paman dan beberapa pemuda suku, pergi untuk membuat ulang semua jebakan yang mereka tebar,” jawabnya sambil meneguk air dari gelas yang diberikan oleh Tatsuya kepadanya.
“Jadi seperti itu. Pantas saja aku tidak bisa menemukan mereka,” gumamku dengan kembali mencubit daging burung bakar di tanganku itu.
Mataku yang masih menatap Izumi, bergerak ke samping mengikuti lirikan dari Kakakku itu. “Ryu, kita tidak bisa berlama-lama di sini. Selesaikan semuanya esok hari, sebelum Kak Haruki datang lalu mengambil alih semuanya,” ucapku, ketika kepala Izumi sedikit bergerak, seakan memintaku untuk berbicara kepada Ryuzaki.
“Kau tahu sendiri bagaimana sifat Haruki saat dia sudah memutuskan sesuatu. Dia mungkin akan lebih memilih jika kau menikahi seorang Putri yang memberikan keuntungan untuk kita semua … Jika kau ingin menghindari keputusannya itu, selesaikan semuanya dengan secepat mungkin! Karena kami, kemungkinan akan masih bisa membela kalian sebelum dia benar-benar mengetahui masalah ini.”
“Lagi pula, aku pikir … Esok hari dia mungkin sudah datang ke sini, karena dia paling tidak suka kalau kita membuang-buang waktu untuk hal yang tidak terlalu penting, untuk hal yang tidak ada kaitannya dengan pemberontakan kita. Kau mengerti apa yang aku maksudkan, bukan, Ryu?” sambung Izumi yang hanya dibalas anggukan pelan dari Ryuzaki.
_____________.
“Sachi! Bangunlah!”
Mataku baru terbuka, saat suara laki-laki itu terus-menerus memanggil namaku. Aku beranjak duduk dengan dibantu oleh sosok laki-laki yang duduk di sampingku, “basahi wajahmu dengan kain basah ini,” ucap suara laki-laki yang sosoknya belum terlalu jelas aku lihat.
Aku tertunduk, dengan mengusap kain basah pemberiannya ke wajahku yang masih dipenuhi kantuk. “Aku dan Haruki datang ke sini untuk menyusul kalian,” ucapan singkat darinya, sudah cukup membuat kesadaranku yang sebelumnya menghilang itu kembali.
Wajahku menoleh cepat, menatap lama Zeki yang wajahnya terlihat diliputi oleh rasa penasaran, “sejak kapan kau datang ke sini? Kita, masih berada di suku Azayaka, bukan?” tanyaku beruntun kepadanya.
“Apa itu caramu bertanya kepada suami yang sangat mengkhawatirkan keadaan istrinya?”
Aku tertunduk dengan menggigit kuat bibirku sendiri, “Darling,” ucapku sambil beranjak lalu memeluk dirinya, “aku baru meninggalkanmu sehari, apa kau sudah langsung merindukanku?” sambungku dengan kepala yang bersandar di pundaknya.
“Inilah salah satu alasan, kenapa aku selalu risau saat jauh darimu,” sahutnya, aku tertawa kecil dengan melepaskan pelukanku kepadanya setelah dia menyelesaikan ucapannya itu.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang membuat kalian terlalu lama di sini?”
“Ryu ingin melamar seorang gadis dari Suku Azayaka, karena itu dia meminta bantuanku. Namun perempuan tersebut terlihat ragu untuk menerima Ryu, karena itu kami belum bisa untuk kembali. Dan juga, selama di sini, aku meminta Tsubaru untuk nantinya menjaga dan mengajari Ihsan dan juga Huri … Aku tahu, aku belum meminta pendapatmu tentang keputusanku yang satu ini, tapi jujur aku berharap bahwa kau akan menyetujuinya, suamiku.”
“Apa kau telah memikirkannya baik-baik sebelum memutuskannya?”
Dia sedikit menghela napas setelah anggukan kepala dariku itu menjawab pertanyaannya, “baiklah. Itu juga sangat bagus untuk Ihsan jika saja Tsubaru yang akan menjadi gurunya, karena aku pun mengakui kekuatannya dalam pertarungan satu lawan satu. Bagaimana dengan Tsubaru sendiri? Apa dia menyetujuinya?”
“Dia menyetujuinya. Namun, menurutku akan lebih baik jika kau juga turut memintanya untuk melakukan hal ini, sebagai Ayah dari kedua anak kita.”
Zeki mengangguk sambil meraih sebuah pedang ke genggamannya, “aku akan melakukannya nanti. Haruki mungkin sudah selesai membangunkan Izumi, kita pun harus segera keluar. Kau benar-benar sama sekali tidak memiliki kewaspadaan, bagaimana mungkin kau pergi ke sebuah tempat yang tidak kau ketahui tanpa membawa senjata apa pun,” ucapnya dengan sebelah tangannya yang lain, menjulurkan sebilah pedang milikku yang ia simpan.
Kuraih pedang tadi, sambil tubuhku turut merangkak mengikutinya keluar tenda. Bibirku dengan tiba-tiba terkatup rapat, saat kedua mataku itu terjatuh ke sosok Haruki yang berdiri di hadapan Izumi, Ryuzaki, Tsubaru dan juga Tatsuya. “Apa tidak ada satu pun dari kalian yang ingin menjelaskan, apa yang terjadi di sini?” Tubuhku seketika merinding, ketika lirikan dari Kakak Sulungku itu mengarah kepadaku.
“Sa-chan, apa yang terjadi di sini?” Aku mendecak pelan, dengan mata yang tak berhenti melirik pada Izumi, yang berdiri seakan tak mengetahui apa pun.
“Aku ingin melamar seorang perempuan dari suku Azayaka. Aku sadar, bahwasanya dia tidak sehebat pasangan-pasangan kalian, tapi tetap saja aku ingin menikahinya,” cetus Ryuzaki dengan sangat tiba-tiba.
Aku dan Izumi hanya bisa saling pandang, saat Ryuzaki mengatakannya dengan lantang kepada Haruki yang berdiri di hadapannya itu. “Benarkah? Aku hanya mengetahui hal ini dari laporan yang sampai kepadaku … Tapi aku tidak terlalu tahu, seperti apa perempuan yang sudah merebut hati dari adikku itu.”
“Aku, akan memperke-”
“Lakukan saat ini juga! Kau harus segera kembali ke Dunia Elf, karena aku tidak ingin terjadi sesuatu kepadamu jika kau terlalu menghabiskan banyak waktu di Dunia Manusia,” ungkap Haruki, menghentikan ucapan Ryuzaki yang belum sempat ia selesaikan.
“Baiklah. Ikuti aku, kak!” pinta Ryuzaki sambil melangkah melewatinya.
Aku menoleh ke arah Tsubaru, saat Haruki dan Izumi sudah berjalan menyusul Ryuzaki. “Tsu nii-chan!” panggilku hingga wajah Tsubaru terangkat menatapiku, “bereskan semua barang-barang milikmu! Kau akan ikut kami pergi setelah masalah ini selesai,” ucapku kembali padanya.
Tsubaru membungkuk ke arah kami dengan tangan kanan yang ia silangkan ke pundak kirinya. “Tsubaru, kami membutuhkan bantuanmu untuk hal ini,” timpal Zeki yang telah berdiri di sampingku.
“Baik Raja, sesuai perintah yang diberikan,” jawab Tsubaru dengan tetap membungkukan tubuhnya.
Aku berbalik dengan melingkarkan tanganku ke lengan Zeki. “Aku berharap ini semua akan berakhir baik untu Ryu,” gumamku, sambil melemparkan pandangan ke punggung kedua kakakku yang berjalan di depan kami.
Kutoleh Zeki ketika cubitan kuat yang ia lakukan kurasakan di pipiku. “jika dia perempuan yang baik, dia pasti akan bisa merasakan ketulusan dari niat baik Adikmu itu. Lagi pun, seorang laki-laki tidak akan memperjuangkan seorang wanita yang menurutnya tidak pantas untuk diperjuangkan.”
“Kau selalu bisa membuatku tenang, di saat aku risau memikirkan sesuatu. Darling, bagaimana ini? Sepertinya aku, semakin jatuh cinta kepadamu.”
Aku tertawa pelan ketika tangannya sedikit mendorong pipiku menjauhi lengannya. “Kau sudah mengambil kata-kata yang seharusnya aku ucapkan. Bagaimana ini? Sepertinya aku juga, semakin jatuh cinta kepadamu, Darling,” bisiknya yang berakhir menjadi tawa di antara kami berdua, sebelum telapak tangannya itu membelai lembut rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...