Chapter DCLXXVI

2.4K 488 41
                                    

"Ibu akan mengambil makanan untuk kalian, duduklah di dekat Takumi!" pintaku dengan menunduk ke arah Huri.

Aku berjalan mendekati Amanda yang terlihat sedang berusaha untuk menenangkan Ebe, "ada apa?" tanyaku sambil meraih tiga buah piring dan gelas kuningan di dekat mereka.

"Aku geram sekali, ini sudah yang keberapa kali dia membuang pakaiannya," gerutu Ebe dengan mengusap dadanya sendiri.

Aku melirik ke arah Amanda yang tertunduk berusaha untuk menahan tawa. "Ebe!" panggilnya setelah berusaha untuk bersikap tenang, "Haruki pernah mengatakan, semua anak itu pandai dengan cara mereka masing-masing. Apa yang ia katakan sebelumnya itu tidak salah, bukankah justru bagus karena itu berarti dia paham akan semua risiko yang ia dapatkan," sambungnya dengan menepuk pelan pundak Ebe.

"Apa kau tahu Ebe? Dia terlihat seperti Kakakku di waktu kecil, tapi lihatlah Kakakku sekarang! Kau bahkan jatuh hati kepadanya, bukan? Lambat laun, dia akan paham dengan tanggung jawab yang ia miliki. Justru aku berpikir, walau dia berusia lebih muda dibanding mereka bertiga ... Saat mereka mengetahui bagaimana hancurnya Dunia di luar sana, Takumi yang justru akan tumbuh dengan merangkul mereka. Kau bisa bertaruh denganku untuk hal tersebut," sautku, sebelum akhirnya melangkah mendekati anak-anak yang telah duduk di depan barisan makanan.

Aku berjongkok di depan mereka, "apa kalian sudah mencuci tangan?" tanyaku yang dibalas anggukan kepala dari mereka bertiga.

"Apa kalian ingin mendengar ceritaku?" tanyaku sambil mengisi piring yang aku bawa dengan nasi dan lauk, lalu memberikannya kepada Hikaru, Huri dan juga Ihsan.

"Apa cerita tentang Dunia Luar?" Kepalaku mengangguk, menjawab pertanyaan Takumi saat aku menuangkan air ke dalam tiga gelas yang juga aku bawa.

"Menurut kalian, Kou itu seperti apa?" Aku balik bertanya dengan memberikan masing-masing gelas berisi air kepada mereka.

"Besar!"

"Dapat terbang!"

"Memiliki salju di dalam mulutnya!" seru Takumi, Ihsan dan Hikaru bergantian.

"Hangat!" cetus Huri yang membuat pandangan mereka bertiga justru berpaling padanya.

Aku mengangguk, "apa yang kalian katakan itu semuanya benar," ucapku dengan duduk sambil menatap mereka bergantian, "apa kalian tahu, Dunia yang kita tinggali ini adalah Dunia milik Kou?"

"Dunia Luar memiliki seorang Kaisar, walau kita adalah Raja, Ratu, Pangeran, Putri ... Kita tetap harus menghormati perintahnya karena dia adalah penguasa nomor satu di sana. Kaisar, juga memiliki Naga seperti Kou. Kaisar, juga memiliki hewan-hewan seperti yang kita miliki, tapi mereka semua jahat! Mereka suka memakan manusia, mereka suka menyakiti manusia seperti kita," sambungku setelah sebelumnya mereka menanggapi perkataan dariku dengan anggukan.

"Apa kita bersembunyi karena takut jika dimakan oleh mereka, Ibu?"

Aku menggelengkan kepala menanggapi perkataan Huri, "kalian tidak melarikan diri dari latihan berpedang dan panah tiap pagi, bukan?" Aku kembali bertanya yang dijawab anggukan kepala lagi oleh mereka, "karena kalian telah melakukannya, sebagai hadiah ... Mau mengikutiku terbang ke Dunia Luar bersama Kou?"

"Kalau mau, habiskan makanan dan ganti pakaian kalian! Aku akan menunggu kalian di perbatasan! Pastikan untuk datang secara bersamaan, kalau tidak aku akan membatalkannya," ucapku dengan kembali beranjak berdiri lalu berjalan meninggalkan mereka yang dengan serempak, terlihat makan dengan sangat tergesa-gesa.

____________.

"Mereka telah datang, My Lord!"

Aku yang sebelumnya duduk bersandar di tubuh Kou, beranjak dengan menatap ke arah empat anak kecil yang berjalan mendekat. "Kalian melakukan semuanya seperti yang aku perintahkan, bahkan kedua anakku sudah bisa mengenakan pakaiannya sendiri dengan benar," ucapku sambil mengelus kepala Huri yang memeluk kakiku.

"Ayah!"

Pandangan mataku bergerak mengikuti Takumi yang berlari melewati, "kenapa kau tidak memberitahukanku bahwa mereka pulang, Kou?" gumamku sambil turut berjalan mengikuti anak-anak yang sudah berlari mendekati mereka.

"Aku sudah mengatakannya kepadamu sebelumnya, My Lord," saut Kou menjawab pertanyaanku.

"Paman Eneas!" Huri meninggikan suaranya dengan berlari semakin mendekati Eneas yang berjongkok sambil membentangkan kedua lengannya.

"Huri, aku Ayahmu! Bukan menyambutku, kau justru berlari mendekati laki-laki lain," cibir Zeki, dengan bersilang dada menatap Huri yang sudah berada di gendongan Eneas.

"Itu karena Ayah tidak setampan Paman Eneas," jawabnya sambil menyandarkan kepalanya di pundak Eneas.

Izumi menepuk pundak Zeki yang tengah menghela kesal, "bagaimana rasanya dibuang oleh Putrimu sendiri, Zeki?" ucap Izumi, sebelum dia berjongkok mendekati Takumi dengan berusaha menahan tawa.

"Ihsan, Ayah membeli banyak sekali baju baru untuk kalian, karena kita akan segera keluar dari sini! Pilih pakaian untukmu, lalu bakar saja pakaian untuk Huri-"

"Apa itu benar Ayah? Kita akan pergi dari sini?" saut Takumi yang memotong perkataan Zeki sambil menggelayut di punggung Izumi.

"Apa itu benar?" Aku lanjut bertanya kepada Zeki yang telah menggendong Ihsan dengan sebelah tangannya.

"Apa kau tidak ingin menghadiri pernikahan Adinata dan juga Julissa?" Dia balas bertanya sambil berjalan melewatiku.

Aku turut berjalan mengikuti langkah mereka, "memang sudah berapa lama waktu yang kita habiskan, kalau dihitung saat kita di dunia manusia?" tanyaku diikuti tangan yang bergerak mengusap serpihan salju di pundaknya.

"Satu bulan kurang lebih, setidaknya itu waktu yang hampir sama kalau kita menempuh perjalanan ke sana. Jadi, jika saja Kou membuka gerbang di dekat Balawijaya, kita bisa datang ke pernikahan mereka dan bertemu Aydin. Semuanya, sudah seperti yang aku perhitungkan," ungkap Haruki seraya berjalan dengan menggandeng Hikaru di sampingnya.

"Apa kalian yakin tidak salah menghitungnya?"

Haruki menggeleng, "kami membayar salah satu penduduk desa untuk menghitung hari yang dihabiskan di sana. Sekarang, tergantung padamu untuk meminta Kou membuka gerbang di dekat Balawijaya."

"Lagi pun, apa yang kalian lakukan di sini?" Haruki menyambung perkataannya sambil menoleh ke arahku.

"Bibi ingin mengajak kami terbang ke Dunia Luar-"

"Aku hanya ingin, mereka mengenal sedikit Dunia Luar itu seperti apa," sambutku yang menimpali perkataan Takumi.

"Benarkah? Kalau seperti itu, seharusnya kalian mengenakan pakaian yang lebih tebal. Tubuh Kou sangatlah dingin, kalian bisa membeku hanya dengan duduk di atasnya."

"Apa itu benar, Ayah? Apa Ayah juga pernah menaikinya?"

Izumi mengangguk, "Kou kadang kala membawa kami terbang ke sana dan ke sini selama kami melakukan perjalanan. Selain Kou, kami kadang-kadang menyelam mengarungi lautan dengan kuda laut yang besar. Kau mungkin akan bertemu dengan Kakek buyut dan Pamanmu jika kita mendekati lautan," ucapnya menjawab pertanyaan Putranya.

"Apa Kakek buyut dan Paman hidup di Lautan? Seperti apa Lautan itu, Ayah?" Takumi bertanya dengan menggebu-gebu.

"Indah, sangat indah. Saat kita berenang di tempat yang gelap, Pamanmu akan memanggil hewan-hewan bercahaya untuk menerangi kita di sana. Bahkan Kakek Buyutmu bisa membuat air laut menjadi sangat tinggi hampir menyentuh langit," ucapku yang disambut tatapan berkaca-kaca yang Takumi keluarkan.

"Lalu Ibu, bagaimana dengan Kakek Buyut kami? Huri tidak ingin kalah dari Takumi!"

"Saat kita di Dunia Manusia, cobalah untuk berbicara dengan salah satu pohon yang ada di sana. Sebuah Gerbang menuju Dunia yang berbeda dari Dunia ini dan juga Dunia Manusia, akan terbuka untuk kalian," jawabku, membalas tatapannya yang hampir tak berkedip menatapku.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang