Chapter DCCLII

1.8K 377 20
                                    

Berkali-kali gerobak yang kami tumpangi ini berhenti. Tak ada keanehan yang terjadi kepada kami selama beberapa hari menjadi penumpang diam-diam mereka. Selama di perjalanan, kami baru akan mengisi perut, saat tengah malam, disaat mereka sibuk terlelap … Dengan Sabra yang akan mengecek terlebih dahulu, buah-buahan yang akan kami makan selama perjalanan mengandung racun atau tidak.

Aku menghela napas, dengan tangan yang berusaha mengipas tubuhku sendiri. Pakaianku yang lembab oleh keringat, membuatku kehilangan kenyamanan. “Apa masih lama, Sachi?” bisik Ebe sambil kurasakan kepalanya bersandar di pundakku.

“Entahlah. Apa kau masih kuat, Ebe?” balasku berbisik sembari mencoba untuk menoleh ke bayangan mereka yang tak terlalu jelas terlihat.

“Gerobak ini panas sekali,” gumamnya pelan di dekatku, sebelum kata-katanya benar-benar terhenti.

Aku turut terdiam hingga gerobak yang kami tumpangi benar-benar menghening, menyisakan suara derap langkah kuda dari luar yang terdengar samar-samar. Aku menoleh ke kanan, ke arah berkas-berkas cahaya yang menyusup di celah-celah tong yang menyembunyikan tubuh kami. “Juste,” gumamku lemah, ketika ucapan Lucio mengenai Juste tempo lalu menyeruak di kepala.

_____________.

“Tuan Lucio memerintahku untuk mengantar kalian ke sebuah penginapan!”

Aku segera menoleh ke suara laki-laki yang terdengar. “Apa kita sudah sampai?” sahutku sambil berjongkok dengan berpegangan di salah satu tong disaat rasa kesemutan menelusuri kedua kakiku.

“Benar. Kita harus cepat, karena kami harus membawa gerobak ini ke Istana agar Yang Mulia Vartan tidak mencurigai Tuan Lucio," ungkapnya dengan berjalan mundur menjauhi gerobak.

Aku menoleh pada Bernice yang berjalan dengan membungkukkan tubuhnya. Setelah Bernice melompat turun dari atas gerobak, Sabra pergi menyusulnya lalu aku dan Ebe sesaat kepala Bernice mengangguk kepada kami. “Akhirnya,” ucap Ebe, ketika dia sudah melompat mengikuti kami.

Lirikan mataku bergerak pada laki-laki tadi. Matanya terlihat sedikit membelalak setelah melihat kami secara bergantian … Saat kami bertemu dengan mereka di hutan, baik dari ujung kaki hingga ujung kepala, semuanya tertutupi jubah. Jadi dapat dikatakan, ini kali pertama untuknya melihat kami.

Ebe, kecantikannya tidak perlu diragukan karena dia salah satu dari Bangsa Duyung. Sabra, dia terlihat manis untuk seorang Kesatria … Lesung di pipi berserta mata birunya, menambah kecantikan untuk kulit sawo matang miliknya. Sedang Bernice, dia sama cantiknya dengan Ratu Alelah-

“Ada apa? Kenapa kau terus menatapku?”

Aku yang sedikit terkejut oleh ucapannya, segera menarik penutup kepala pada jubahku, “aku mengagumi kecantikanmu, Bernice. Bentuk tubuhmu terlihat sempurna untuk seorang perempuan,” ucapku sambil melirik pada laki-laki sebelumnya yang tertunduk setelah mendengarkan ucapanku.

“Lewat sini!”

Laki-laki itu mengangkat tangan kanannya lalu berjalan memunggungi kami. Selama berjalan mengikuti laki-laki tersebut, aku akan sesekali melirik ke empat ekor burung yang terbang secara terpisah mengikuti kami dari kejauhan.

Kami terus saja berjalan dan berjalan menelusuri kerumunan manusia yang kian lama kian banyak berlalu-lalang, hingga dia membawa kami ke sebuah penginapan yang ada di tengah kota.

Laki-laki tadi berbicara dengan seorang laki-laki yang berdiri di balik meja tinggi sebelum dia berbalik dan meminta kami untuk mengikuti laki-laki yang ada di balik meja setelah dia memberikan sejumlah bungkusan kain kepada laki-laki itu. “Tuan akan menemui kalian segera. Jadi selama itu, jangan membuat masalah apa pun,” ungkapnya sambil berlalu pergi meninggalkan penginapan.

_________.

Aku menoleh pada Ebe yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia berjalan lalu duduk di salah satu kursi sambil mengusap rambutnya dengan sehelai kain di tangannya. “Kita sudah ada di sini, jadi apa yang ingin kau lakukan selanjutnya?” tanya Bernice yang duduk bersilang menatapku sambil memanggku kepalanya.

Kututup buku milik Nenek yang baru sedikit kubaca lalu meletakkan buku tadi ke dalam tasku yang berada di dekat kaki kursi. “Aku ingin membebaskan anak-anak dari Kerajaan kami yang diculik oleh mereka. Setelah aku berhasil menyelamatkan anak-anak itu, baru aku akan menghancurkan tempat ini-”

“Bagaimana kau bisa menemukan anak-anak itu?” tutur Bernice yang kali ini menyergah ucapanku.

“Aku meminta mereka berlima untuk mencari letak di mana anak-anak itu disembunyikan. Lux dan Para Leshy pasti bisa melakukan hal itu untukku,” ungkapku sambil kembali menoleh padanya.

“Aku ingin kita beristirahat untuk memulihkan tenaga sebelum mencari tahu … Apa yang terjadi di Kerajaan ini? Festival,” gumamku dengan memangku wajah di lengan kursi, “aku juga penasaran dengan festival yang dimaksud … Aku juga harus lebih mengenal teman lamaku, karena dia sudah berani menyimpan rahasia mengenai Kerajaannya dariku,” sambungku sambil menepuk-nepuk pipi menggunakan ujung jari.

______________.

Kuangkat busur panah milikku yang masih bersandar di dinding. Kuletakkan busur panah tadi menyilang di tubuhku, sebelum aku melangkah mendekati mereka yang telah berdiri di dekat pintu menunggu. Kami berjalan secara beriringan meninggalkan kamar yang telah kami tempati setelah aku menutup kembali pintunya.

Semakin jauh kami meninggalkan penginapan, kian banyak juga laki-laki yang berjalan melewati kami.  Jika benar apa yang dikatakan Lucio … Setidaknya, kami bisa menemukan seorang perempuan saja selain kami di sini. Namun sebaliknya, sepanjang kami berjalan … Kami tak menemukan mereka.

Aku berhenti sejenak, lalu kambali melajutkan langkah mendekati sebuah papan tinggi yang mencuri perhatianku. Tubuhku terhenyak setelah aku benar-benar menghentikan langkah tepat di hadapan papan tadi … Aku tak bisa berkata-kata, setelah mataku itu terjatuh pada  ratusan lukisan wajah perempuan yang menempel di papan tadi.

“Dua ratus,” gumamku tatkala membaca angka yang tertulis pada salah satu lukisan di ujung paling bawah papan.

Mataku menoleh ke arah dua laki-laki yang berdiri di samping Bernice. Laki-laki tersebut terlihat sangat seksama menatapi lukisan-lukisan yang ada di depan mereka, sebelum senyum di bibir mereka merekah lebar diikuti kedua kaki mereka yang berjalan memasuki sebuah bangunan batu yang ada di belakang papan itu.

Kou, aku ingin mengetahui apa yang terjadi pada Kerajaan ini. Perintahkan para Leshy untuk mencari tahu semuanya!” perintahku sebelum berbalik, meninggalkan papan tadi secepat mungkin.

Aku terus saja berjalan, dengan kali ini mengikuti Bernice yang berjalan memimpin kami. Kutarik pelan jubah yang Bernice kenakan hingga langkahnya berhenti, disaat telingaku samar-samar mendengar pembicaraan seorang pedagang yang menjawab pertanyaan pembelinya. “Jika kalian ingin mengikuti festival, datanglah ke bangunan terbesar yang ada di ujung sana! Aku dengar, bahwa Putra Mahkota dari Kerajaan Tetangga sudah datang, jadi festival akan dipercepat,” ucap pedagang tersebut sambil memberikan bungkusan pada sekelompok laki-laki di depannya.

“Kalian mendengarnya?” tanyaku sambil menoleh pada mereka bertiga, “aku sangatlah penasaran dengan festival yang dimaksud. Mungkin kita bisa mendapatkan petunjuk besar dari festival tersebut. Jadi bagaimana, ingin menyelidikinya?” sambungku kembali melanjutkan kata-kata.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang