Chapter DCLVI

2.7K 488 38
                                    

"Aku tidak menyetujui hal ini," ucapku menimpali perkataannya.

"Kau, ingin menentang perintahku?"

Aku menghela napas membalas tatapannya, "kau, bukan hanya seorang suami dan juga ayah, melainkan seorang Raja. Sebagai seorang Ratu, istri dan juga ibu ... Aku menolak keras permintaanmu itu," tukasku yang juga tak berkedip menatapnya.

"Apa kau tidak memikirkannya?"

"Lalu, apa kau tidak memikirkanku? Sebagai seorang istri, aku ingin melindungi suamiku. Sebagai seorang ibu, tentu aku ingin melindungi anakku, dan sebagai seorang Ratu ... Aku berkewajiban melindungi rakyat yang hidup di bawah naungan Yadgar-"

"Untuk apa aku melindungi mereka kalau aku sendiri tidak bisa melindungi keluargaku!"

Aku beranjak berdiri, mengusap-usap punggung Huri yang terbangun lalu menangis kencang oleh suara Zeki yang meninggi, "apa kau tidak bisa mengendalikan suaramu!" tukasku geram, dengan tetap menepuk pelan punggung Huri yang tangisannya semakin kuat dari sebelumnya.

Aku mendecakan lidah, dengan membawa Huri menjauhi kerumunan, "Huri, sabar ya nak. Sebentar lagi kita sampai ke tenda," ucapku, sambil mengusap pelan belakang kepalanya.

Tanganku bergerak menyingkap kain yang menjadi pintu tenda, melepaskan begitu saja sandalku lalu duduk di ujung tenda dengan menarik ke atas ujung baju yang aku pakai. "Huri," aku memanggil namanya sambil berusaha mendekatkan dadaku itu ke bibirnya.

Helaan napasku kembali keluar, sembari kutepuk pelan pahanya yang sudah mulai tenang. Aku mengusap kepala hingga wajahnya saat isapannya semakin kuat terasa, bahkan sesekali aku meringis saat giginya yang baru hendak tumbuh menggigit kuat putingku. "Aku tidak bisa membayangkan, seorang ibu yang melahirkan bayi laki-laki di dunia ini."

"Saat melahirkan, aku seperti berhadapan dengan kematian, bahkan saat menyusui pun ... Rasanya semakin sakit saat giginya sudah tumbuh," sambungku bergumam pelan, sambil mengusap ujung matanya dengan kain yang menjadi bantal tidurnya.

Kepalaku menoleh ke belakang saat bayangan seseorang masuk, lalu menurunkan kembali kain yang sebelumnya aku singkap, "aku membawakanmu makanan dan juga minum," ucapnya sambil meletakan bungkusan daun dan gelas dari bambu di dekatku.

Zeki membaringkan tubuhnya dengan sebelah tangan menutup mata, "ini membuatku takut. Aku takut tidak bisa melindungi kalian dengan baik," ucapnya yang enggan mengangkat tangan yang menutupi matanya itu.

Aku menurunkan kembali bajuku lalu menggendong Huri mendekatinya. Kubaringkan Huri di sampingnya hingga dia pun turut berbaring menyamping dengan sesekali mencium pipi putrinya tersebut, "aku dulu pernah mengucapkannya kepadamu, kan? Bahwa aku, sangat menyukai bulu matamu yang panjang dan lebat itu. Dan Putrinya, memiliki bulu mata yang sama, bahkan bola matanya yang biru pun sama seperti ayahnya-"

"Saat seseorang melihatnya, tidak akan ada yang bisa menyangkal jika dia Putri kita."

"Zeki," ucapku dengan terus menatapinya yang masih terdiam saat Huri menelungkup sambil sesekali memukul wajahnya, "aku pun, ingin yang terbaik untuknya. Jika perlu, aku ingin sekali membawanya berpetualang, agar aku tidak perlu memikirkan bagaimana keadaannya? Apa perutnya terisi kenyang hari ini? Bahkan, dadaku terasa penuh dan rasanya sangatlah sakit saat aku tidak bisa menyusinya-"

"Saat Kerajaan kami diserang oleh Naga Kaisar, banyak orangtua yang kehilangan anaknya, banyak dari mereka yang kehilangan saudara atau bahkan teman ... Orangtua, bukan hanya kita saja. Mereka pun, berhak mendapatkan tempat yang aman di bawah naunganmu, karena itu mereka bertahan di Yadgar."

"Mereka bahkan dulu, tidak peduli saat aku membunuh keluargaku sendiri hanya untuk merebut kekuasaan. Asal hidup mereka terjamin, mereka tidak akan peduli dengan apa pun ... Seperti itulah manusia yang sebenarnya."

"Aku, melihat banyak sekali manusia dibandingkanmu. Saat nyawamu terancam, bahkan temanmu pun akan menjadi musuh dan membunuhmu. Jika tanpa hewan-hewan milikmu, jika tanpa kakakmu ... Nyawamu pasti sudah melayang sejak lama, bukan?" ucapnya kembali dengan melirik ke arahku.

"Sifat naif yang kau miliki, tidak akan menyelamatkan siapa pun. Mereka yang kuat tapi tidak tahu berterima kasih, akan langsung melupakan pertolonganmu. Mereka yang tahu berterima kasih tapi lemah, tidak akan membantumu walau kau meminta. Aku, membiarkanmu berpetualang hanya karena agar kau bisa mengerti betapa egoisnya manusia."

Zeki kembali beranjak duduk menatapku, "apa kau, tidak bisa mengerti maksudku melakukan ini?"

"Apa kau, pernah sekali saja merasakan apa yang aku rasakan?"

"Aku memintamu menjauhi laki-laki, berulang-ulang mengatakan bahwa sepandai apa pun kau berkelahi, tenaga laki-laki akan lebih kuat darimu. Seorang perempuan yang sangat aku jaga kehormatannya, seorang perempuan yang bahkan aku sendiri pun berhati-hati agar tak merusaknya ... Kutemukan dalam keadaan tak bernyawa, oleh para bajingan yang merenggut kehormatannya. Apa kau tahu, hancurnya aku memeluk jasadmu yang gagal aku lindungi saat itu?"

"Atau, saat setengah tubuhmu ditelan oleh Naga Kaisar. Apa kau tahu rasanya, hanya memeluk kaki dari pasanganmu sendiri?"

"Dan saat kau terlahir kembali, kau tidak mengingatku ... Aku, harus melakukan banyak sekali trik hanya untuk tetap menjadi pasanganmu. Aku pasti akan melindunginya kali ini, aku pasti akan melindunginya di kehidupan kali ini ... Aku, sudah tidak ingin lagi merasakannya. Itu menyakitkan, dan aku sudah tidak ingin lagi merasakannya," ucapnya sambil membuang pandangannya dariku.

"Berhenti bersikap naif ... Kumohon, lakukan itu untukku. Aku pun, ingin merasakan kebahagian," sambungnya dengan suara gemetar yang terdengar di telingaku.

Aku tertunduk dengan mengusap kedua mataku yang basah, "maaf, maafkan aku sudah membuatmu menderita selama ini," ucapku terisak, tangisanku semakin pecah saat dia merangkul kepalaku hingga bersandar di pundaknya.

"Aku, sekali pun tidak bisa marah kepadamu. Ini sudah risiko untukku jatuh cinta pada perempuan yang baik," ungkapnya yang membuatku semakin membenamkan kepala di pundaknya.

"Ujung-ujungnya aku masih membuatmu menangis," ucapnya kembali yang diikuti tepukan pelan di punggungku.

"Nanti dia ikut menangis, hapus air matamu," bisiknya yang hanya aku balas dengan anggukan kepala.

"Zeki, Sachi, apa kami boleh masuk?"

"Masuklah!" balas Zeki menanggapi suara Haruki.

Aku mengangkat wajahku dari Zeki, sambil dengan cepat kuhapus air mata yang masih menetes. Aku berbalik, menatap Haruki dan Izumi yang masuk secara bergantian lalu duduk di hadapan kami. "Kami, telah merundingkan tempat apa yang paling aman untuk Huri," ucap Haruki sambil menatap kami bergantian.

"Suku Azayaka sendiri, akan pergi menuju Sora-"

"Apa kau ingin membawanya ke Sora?"

Haruki menggeleng menjawab pertanyaan Zeki, "sebentar lagi, Adinata dan Julissa akan menikah, bukan? Karena Balawijaya sendiri memiliki hubungan yang erat dengan Metin, itu berarti Aydin juga akan diundang."

"Lalu? Apa yang ingin kau maksudkan?"

"Kita akan menemui Aydin di pernikahan mereka, lalu memintanya untuk mengantar Amanda, Ebe Hikaru dan juga Huri, ke pulau yang tak akan terjamah oleh Naga mana pun."

"Maksud Haru-nii-"

Haruki menganggukan kepalanya, "ke pulau, yang bahkan membuatmu tidak bisa berbicara dengan Kou," jawab Haruki singkat, yang kali ini melempar lirikan ke arah Zeki yang masih mengatup bibirnya.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang