“Apa yang kau maksudkan itu … Kau mengetahui hal ini akan terjadi, Julissa?”
Julissa mengangguk pelan, “aku tahu bahwa kau sangatlah baik, Sachi. Tapi aku tidak ingin, kalau saja kebaikanmu itu dimanfaatkan oleh seseorang, aku tidak ingin kalau terjadi sesuatu pada teman yang sudah berulang kali menolongku,” ungkapnya sambil bersandar di punggung kursi yang ia duduki.
“Lalu, apa ada lagi orang lain yang terlibat akan hal ini, nii-chan?” tanyaku yang kali ini membuang tatapan kepada Haruki.
“Tidak ada. Berkat informasi dari Julissa, aku jadi mengetahui bahwasanya Kerajaan Wattana mendukung penuh Kekaisaran. Untuk memastikan hal tersebut, aku meminta Adinata mengerahkan semua pasukan Balawijaya, menyerang Wattana. Setelah aku mendapatkan semua bukti, aku baru meminta Julissa untuk mengirimkan undangan … Karena, akan terasa sedikit merepotkan kalau kita melakukannya di Sora.”
“Dan yang lebih penting dibandingkan itu. Apa ada yang ingin kau laporkan kepadaku, Julissa?” sambung Haruki, diikuti lirikan matanya yang bergerak ke arah Julissa.
“Di perbatasan Kekaisaran, menyeruak kabar tentang makhluk berwarna putih yang dapat membekukan apa pun. Kabar tersebut, sudah semakin tersebar sejak beberapa bulan terakhir. Dari kabar yang aku dengar juga, bahwasanya ada sepasang mata yang bisa bersinar di dekat makhluk tersebut. Yang dimaksud kabar itu, pasti kalian, bukan?”
Aku melirik ke arah Izumi yang menunduk, “mata yang bersinar itu, pastilah aku. Kalau yang dimaksudkan itu di perbatasan Kekaisaran … Apakah mungkin?”
Lirikanku beralih kepada anggukan kepala yang dilakukan Haruki, “yang dimaksudkan itu, pasti saat kita terjebak di tempat itu. Cari lebih lengkap tentang rumor tersebut, hanya katakan kalau kau memerlukan sesuatu untuk melakukannya!”
“Baik, Kak Haruki. Serahkan semuanya kepadaku,” jawab Julissa dengan kepala sedikit tertunduk.
____________.
Aku mengikuti Julissa yang telah berjalan masuk ke dalam kamar miliknya. Dia melepaskan jubah yang ia kenakan lalu memberikan jubah tersebut kepada Amithi yang berdiri tak terlalu jauh darinya, “apa Bibi Ajeng ke sini?” tanya Julissa kepadanya, saat Amithi sendiri telah meraih jubah yang ia berikan.
“Tidak, Putri. Semuanya baik-baik saja,” jawab Amithi seraya membungkuk ke arah Julissa.
“Pergilah!”
Amithi kembali sedikit membungkuk tatkala Julissa memberikannya perintah sambil mengangkat sebelah tangannya. Dia sempat berhenti di depanku, lalu lanjut berjalan ketika kepalaku mengangguk pelan kepadanya. “Julissa!” panggilku, saat Amithi telah keluar meninggalkan kami berdua.
“Sejak kapan kau mengetahui hal ini?” Aku bertanya dengan melangkah mendekatinya yang telah duduk di ranjang.
“Sudah lama,” jawabnya singkat sambil terus menunduk, “aku ingin berguna untuk kalian. Apa kau masih ingat saat kita terjebak di Hutan Terlarang itu, Sachi?” sambungnya dengan sedikit mengangkat wajah.
“Aku masih mengingatnya dengan jelas, bagaimana kau memelukku lalu mengatakan … Aku akan membawamu pulang, Julissa. Aku yang saat itu sangat ketakutan, langsung merasa baik-baik saja setelah mendengarnya.”
“Dan apa kau ingat? Saat kau memintaku memegang pedang milikmu, sedang kau sendiri sibuk memanah makhluk-makhluk kecil yang jelek itu … Dia Pahlawanku, seperti itulah yang aku katakan pada diriku sendiri. Karena itu, setelah aku mengetahui bahwasanya dia berkhianat setelah apa yang kau lakukan, mustahil untukku bisa menerimanya.”
“Walau kau dahulu haus, kau memberikan air yang kau dapatkan untuk diberikan kepada kami terlebih dahulu. Walau kami menyusahkanmu, sedikit pun kau tidak berniat untuk meninggalkan kami. Kalau saja dulu kau mengatakan, tinggalkan saja mereka! Kepada Kak Haruki, Kak Izumi, Zeki, Adinata ataupun Danurdara, mereka pasti melakukan apa yang kau pinta setelah apa yang kau perbuat.”
“Tapi kau tidak melakukannya, bukan?” sambung Julissa sambil menarik napas yang sangat dalam, “sampai kapan pun, aku tidak akan bisa membalas kebaikan keluarga kalian. Apa kau tahu, Sachi? Aku bisa dekat dengan Adinata seperti sekarang … Tidak lain dan tidak bukan, semuanya berkat Kak Haruki. Sejujurnya, aku sudah sedari awal mengetahui bahwa kalian tidak mati dulu,” ucapnya lagi, kali ini dengan nada suara yang sedikit merendah.
Aku masih terdiam saat Julissa tak mengalihkan tatapannya kepadaku, “baiklah. Aku akan menjelaskannya, tapi jangan menatapku seperti itu. Kau membuatku takut kalau melakukannya,” lanjutnya yang bergerak membaringkan tubuhnya di ranjang.
“Sejak saat kau pertama kali bertemu Ayahku di Yadgar, semenjak itu Ayahku menjalin hubungan baik dengan Ayahmu. Kau pasti tahu hal itu, bukan? Setelah aku mendengar kabar kematian kalian dari Kerajaan Sora, aku yang saat itu terpukul tiba-tiba mendapatkan surat misterius yang ternyata dikirim oleh Kak Haruki. Kau pasti tidak bisa membayangkannya, bagaimana bahagianya aku ketika mendapat kabar tersebut!”
“Kak Haruki memintaku untuk tetap berpura-pura tidak mengetahui apa pun, dan memintaku untuk terus menjalin komunikasi di antara Zeki, Adinata dan juga Aku. Adinata juga mendapatkan surat dari Kak Haruki, dan itu membuatku dan Adinata semakin dekat karena kami harus saling bertukar informasi, agar aku sendiri bisa memberitahukan kabar apa pun kepada Kakakmu.”
“Apa kau pikir, aku akan dapat kesempatan mendekati Adinata hanya dengan usahaku sendiri?” ungkapnya yang tiba-tiba beranjak duduk sambil tangan memegang kepalanya yang tertunduk.
“Jika bukan karena Kak Haruki … Adinata mungkin tidak akan melirikku. Dan bisa kau lihat sekarang! Hari yang aku tunggu-tunggu akan datang, Julissa Laura … Akan berganti menjadi Julissa Pangestu,” ucapnya lagi yang kali ini terlihat kegirangan dengan kedua tangan menutupi wajahnya.
“Sachi!” pungkasnya yang dengan cepat meraih kedua tanganku, “kau dan Zeki sudah menikah, bukan? Aku sebenarnya ingin menanyakan hal ini kepadamu, tapi aku bingung harus memulainya dari mana-”
“Apa kau ingin mencoba mengalihkan pembicaraan?” tukasku memotong perkataannya.
Kepala Julissa menggeleng cepat, “kau bisa bertanya apa pun lagi, tapi apa bisa kita melakukannya setelah pernikahanku selesai? Karena aku, sudah sangat lama menunggu hal ini datang,” ungkapnya sambil meremas kedua tangan yang telah ia tarik kembali.
“Baiklah. Tanyakan apa pun yang ingin kau tanyakan!” sahutku, dengan sedikit menghela napas saat dia tersenyum lebar ketika mendengarkannya.
“Kalian telah memiliki anak, bukan? Jadi kalian telah melakukannya, bukan? Ba-Bagaimana rasanya melakukan itu, Sachi?”
Keningku mengernyit, melihatnya yang mengatakan hal tersebut dengan pandangan yang ia buang ke samping. “Panggil aku, Kak Sachi! Aku sudah lebih tua empat tahun dibandingkanmu, Julissa-”
“Kau mendewasakan diri dengan cara yang curang, aku tidak bisa menerimanya. Bagiku, usia kita sama … Tujuh belas tahun. Lebih dari pada itu, jawab terlebih dahulu pertanyaanku!” rengeknya yang kembali menggenggam erat kedua tanganku.
“Apa kau benar-benar ingin mengetahuinya?” Julissa kembali mengangguk, menjawab ucapanku, “walau nantinya, kau mungkin akan mundur untuk melakukannya setelah aku menceritakan kepadamu, apa yang terjadi saat melakukannya?” Bibirku tersenyum tatkala wajah Julissa yang menatapku itu tiba-tiba berubah pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
ФэнтезиKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...