Chapter DCCLI

1.6K 370 16
                                    

“Aku tahu kalau dulu kau pernah berjasa menyelamatkan nyawaku … Tapi aku tidak bisa melakukannya. Entah apa yang kau lakukan pada Keluargaku, tapi kumohon hentikan!”

Raut wajahnya seketika berubah disaat senyum di bibirku mencuat, “apa kau lupa dengan hewan yang dulu membawamu pulang? Hewan itu, bisa menghancurkan Kerajaan ini dalam semalam jikalau aku menginginkannya. Kau takut kalau Vartan menghukum keluargamu, tapi apa kau tidak takut kalau saja aku menghukum Kerajaan ini?”

“Pangeran Alma Mateo, dia temanku. Aku hanya ingin menemuinya, tapi aku tidak tahu harus pergi ke arah mana,” ucapku sambil terus memikirkan kata-kata untuk memperdaya laki-laki di hadapanku ini.

“Lucio!” sambungku kembali dengan memanggil namanya, “aku tidak akan menyeret namamu jika saja Vartan mengetahui keberadaan kami di sana. Kau hanya tinggal membawa kami masuk ke dalam Kerajaan itu saja … Tidak lebih dan tidak kurang,” lanjutku, tapi kali ini kulakukan dengan sebuah bisikan di telinganya.

Mataku melirik pada tangannya yang tiba-tiba menyentuh pinggangku. Lirikan mataku kembali bergerak ke daun telinganya sambil tanganku terangkat menangkap tangannya tadi, “aku tidak tahu apa yang Vartan katakan tentangku, tapi jika yang dia katakan berisi kejelekanku, kumohon untuk mengabaikannya, karena dia melakukan semua itu ... Hanya karena aku sudah menolaknya secara mentah-mentah.”

“Aku tidak menyukai laki-laki sepertinya … Kalau saja aku menyukainya, tentu aku akan berlari kepadanya saat ini dan bukan kepadamu.  Jadi Lucio,” bisikku sembari menyentuh pahanya yang masih dibungkus selimut, “aku akan membayar kebaikanmu ini dengan kebahagian yang bisa kita rasakan berdua. Esok, aku akan menunggumu di gubuk yang ada di hutan yang tak terlalu jauh dari Pasar … Bawa kami ke sana dan jangan coba-coba untuk mengecewakanku,” lanjutku terus berbisik, sambil kuelus belakang telinganya disaat deru napasnya sedikit meningkat dibanding sebelumnya.

Aku beranjak lalu berjalan mundur sambil terus menatapinya. “Aku akan menunggumu,” ucapku lagi, sebelum berbalik untuk berjalan meninggalkan kamar tersebut.

Langkahku terus berlanjut, disusul mereka semua yang berjalan di belakangku. “Kalian tetaplah di sini untuk sementara! Bersihkan semua jejak kita, hingga nanti saat mereka semua terbangun … Mereka tidak akan menyadari kedatangan kita. Jika kalian telah selesai melakukannya, segeralah susul aku secepat mungkin!” perintahku dengan menoleh pada salah satu Leshy yang menuntunku ke arah pintu keluar.

_____________.

“Sachi, kenapa kau melakukan hal itu semalam? Maksudku, kenapa kau terlihat menggoda laki-laki itu,” ungkap Ebe yang membuatku seketika menoleh padanya.

Aku lanjut menoleh pada Sabra dan juga Bernice yang ikut menjatuhkan tatapannya padaku. “Aku akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuanku. Sekarang masih belum saatnya sosok Kou dan yang lainnya diketahui oleh banyak orang … Mereka masih belum terlalu kuat dan juga kompak, jadi aku tidak ingin terlalu memancing perhatian Kaisar karena sering meminta pertolongan mereka.”

“Lagi pun, tubuhku tidak terlalu kuat untuk bertarung dalam waktu yang lama. Satu-satunya yang bisa aku andalkan hanyalah kepalaku, karena itu kehadiran kalian sangatlah aku butuhkan untuk menjadi pengganti tubuhku. Kalian tahu, apa yang paling membuatku bahagia di dunia ini?” ungkapku yang tak terjawab oleh mereka bertiga.

“Saat seseorang tanpa sadar sudah terpedaya oleh kata-kataku. Aku menyukainya,” sambungku, sembari beranjak setelah melemparkan senyuman pada mereka.

Aku berjalan meninggalkan teras gubuk, mendekati sihir dari Lux dan juga Para Leshy yang mendekat. Bibirku masih terkatup rapat, menatapi Lux yang terbang di depanku dengan empat ekor burung yang juga terbang di belakangnya, “Lucio menuju ke sini dengan sebuah gerobak kuda yang membawa persediaan makanan. Bersamanya, terdapat lima Kesatria dan seorang kusir … Sepertinya, dia termakan oleh rayuanmu semalam, jadi kau jangan khawatir, Sachi,” ucap Lux kepadaku.

“Kerja bagus, Lux,” sahutku dengan kepala mendongak, menatap beberapa dedaunan yang jatuh tertiup angin, “kalian tetaplah bersama, dan ikuti kami dari udara. Jika kalian melihat keanehan yang dilakukan mereka, keanehan apa pun yang dapat membahayakan nyawa kami … Jangan segan-segan untuk melenyapkan mereka semua,” perintahku sambil menatap mereka lagi secara bergantian.

“Pergilah, sebelum mereka sampai ke sini!”

Lux terbang menjauh dengan Para Leshy mengikutinya. “Kenapa kita harus bergantung pada laki-laki itu? Yang aku maksudkan, suruh saja hewanmu itu terbang dan membawa kita mengikuti kereta mereka … Dengan begitu, kau tidak harus merendahkan dirimu sendiri!”

Aku dengan cepat mengalihkan pandangan pada Bernice yang membentak di belakang, “merendahkan diri seperti apa yang kau maksudkan? Rencana yang kau jelaskan, aku sudah memikirkan hal itu sebelumnya … Tapi setiap kali dia muncul, dia akan membawa hawa dingin. Laki-laki yang kau maksudkan itu, sudah pernah bertemu dengannya, jadi bisa dikatakan … Dia akan menyadari kehadiran kita.”

“Aku tidak tahu seperti apa itu Juste … Terlalu gegabah membawa hewan-hewanku ke sana justru akan berbahaya. Kau tahu, jalan terbaik meraih kemenangan hanyalah menyerang musuh disaat mereka lengah, bukan disaat mereka siaga. Siapa yang akan peduli pada proses, jika hasillah yang akan lebih dihargai oleh orang-orang-”

“Bernice, sedalam apa pun kau menceburkan dirimu dalam kebusukan, jika hasil yang kau buat bermanfaat bagi banyak orang, mereka akan tetap memujamu. Hal itulah yang aku pelajari dari Kakakku, Haruki. Jadi, sstt,” ungkapku sambil meletakkan jari telunjuk menyentuh bibir, “tubuhku, hatiku, tidak akan pernah aku berikan pada laki-laki seperti mereka,” sambungku dengan berbalik disaat suara derap langkah kuda terdengar mendekat.

Aku tetap berdiri, sambil terus menatap lurus ke arah suara tadi. Bibirku terkatup rapat, tubuhku terdiam, memandang lima orang laki-laki berjubah hitam yang berkuda mengelilingi sebuah gerobak kuda.

Mataku terjatuh pada sosok Lucio yang berkuda mendekat, “aku akan membawamu ke sana menggunakan gerobak itu. Kalian bisa memakan buah yang ada di dalam, tapi aku pinta untuk jangan membuat kebisingan yang dapat menimbulkan kecurigaan-”

“Hanya ini yang bisa aku lakukan,” sambungnya menyelesaikan ucapannya yang sempat terhenti sambil menatapku.

Aku berjalan semakin mendekati kuda yang ia tunggangi. “Terima kasih, Lucio. Sekarang aku bisa bertemu teman lamaku,” ungkapku sambil menggenggam tangannya yang memegang tali kekang.

“Kau dan Pangeran itu-”

“Aku dan Pangeran itu?” sahutku menimpali ucapannya, “aku benar-benar hanya berteman dengannya. Kami bertemu saat di Kekaisaran, dia terlihat mudah sekali ketakutan … Aku tidak mungkin tertarik pada laki-laki seperti itu,” bualanku bersambung dengan senyuman, ketika laki-laki yang ada di hadapanku itu terlihat sangat jelas berusaha untuk menyembunyikan kegembiraannya.

“Aku menginginkan laki-laki yang tangguh, jadi saat aku memiliki anak dengannya. Anak kami bisa mewarisi hewan yang aku miliki … Terdengar menyenangkan sekali hingga aku sudah tidak sabar untuk memilikinya. Lucio, apa kami sudah boleh naik ke atas gerobak sekarang?” tuturku yang berusaha menyadarkannya dari lamunan.

Dia yang sedikit tersentak, segera menoleh lagi padaku, “naiklah! Kami tidak bisa membuat Putra Mahkota Vartan untuk menunggu,” sahutnya dengan tatapannya yang hampir tak berkedip padaku.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang