Kubaca ulang lagi tulisan di kertas sebelum tanganku meraih stempel kekuasaan ratu, dan menekankan stempel tadi di atas kertas, “Tsubaru, aku ingin kau yang bertanggung jawab langsung dalam memilih pelayan yang akan melayani para pangeran dan juga putri. Pilih yang terbaik dari yang terbaik, karena aku tidak ingin kalau mereka justru akan menghambat anak-anakku!” perintahku sambil menyodorkan kertas tadi ke arah Tsubaru yang berdiri di hadapanku.
Tsubaru membungkuk dengan tangan yang menerima kertas pemberianku, “akan saya laksanakan sesuai perintah darimu, Ratu. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?”
Aku lama menatapnya yang telah berdiri tegap kembali seperti sebelumnya, “berbicaralah seperti biasa. Walau mereka melihatmu hanya sebagai pelayan dan kesatriaku … Tsubaru merupakan Kakak untukku. Tidak ada yang lebih mengenalku, dibanding Kakak yang telah membesarkanku.”
Bibirku tersenyum dikala dia menghela napas setelah ucapanku berakhir, “baiklah, Ratu. Aku izin pergi, untuk menjalankan semua tugas yang kau berikan.” Tsubaru kembali membungkuk lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan, sesaat anggukan kepalaku menjawab kata-katanya.
Aku segera menyandarkan punggung ke kursi, selepas pintu ruangan tertutup lagi. Aku memicikkan mata ke arah tumpukan kertas yang ada di atas meja, lalu segera membuang pandangan ke samping oleh rasa berdenyut yang memenuhi kepala.
Suara ketukan dari pintu membuat mataku teralihkan. “Masuklah!” perintah singkat dariku itu, menghilangkan bunyi ketukan tadi. Aku segera membenarkan posisi duduk setelah mataku tersebut menangkap sosok Haruki yang berjalan masuk, “Haru-nii? Nii-chan datang ke sini?” tanyaku yang segera bergegas menyambutnya.
“Kalian tidak menceritakan apa pun setelah pergi beberapa hari. Kalian juga membawa Tsubaru tanpa memberitahukanku. Apa yang terjadi? Kakek memberitahukanku, kalau kutukan di Yadgar telah menghilang.”
Aku mengikutinya yang telah menghentikan langkah di depan jendela. “Aku ingin memberitahu Haru-nii, tapi Kak Amanda mengatakan kalau nii-chan pergi ke Sora untuk memeriksa sesuatu. Apa terjadi sesuatu di Sora?”
Haruki menggeleng, “tidak terjadi sesuatu. Aku hanya mengkhawatirkan Eneas, Ayah dan juga Ibu-”
“Apa Ibu sudah mengetahui apa yang terjadi?”
Kakakku itu kembali menggelengkan kepalanya, “aku tidak menceritakan apa yang terjadi. Tapi sepertinya Ibu sudah tahu dengan sendirinya … Dia hanya menanyakan kabar Kakek, dan tidak menanyakan kabar Bibi. Lalu, kau belum menjawab pertanyaanku … Apa yang terjadi di sini?” Haruki balas bertanya dengan menoleh ke arahku.
Aku membuang pandangan ke luar jendela, dengan menceritakan apa yang terjadi kepada Kakak Sulungku itu. Helaan napasku keluar saat kepalaku tertunduk, “sampai saat ini aku masih belum percaya sepenuhnya kalau Yoona yang menyebabkan semua itu-”
“Lalu, bagaimana dengan Zeki? Kau masih bertahan di sini, itu berarti hubungan kalian baik-baik saja.”
Lagi-lagi aku melemparkan tatapan ke luar, menghindari pandangan Kakakku, “aku memang sudah memaafkannya, tapi sampai sekarang … Aku masih belum bisa tidur di ranjang yang sama dengannya. Maafku untuknya seperti tidak tulus … Aku sadar kalau itu bukan sepenuhnya kesalahannya, tapi,” tuturku yang tiba-tiba berhenti.
“Setiap kali aku memasuki kamar tersebut, bayangan yang tidak ingin aku bayangkan selalu melintas.”
“Kei sudah menghabisinya, bukan? Lalu apa yang kau khawatirkan?” sergah Haruki menimpali ucapanku, “karena kau adikku, maka aku akan mengatakannya … Melakukan hal tersebut dengan pasangan yang sangat kau inginkan terasa lebih nikmat.”
Detakan jantungku terasa berhenti saat itu juga, disaat lirikan Haruki bercampur senyum di ujung bibirnya itu terjatuh padaku. “Jangan menggantungkan harapan terlalu tinggi, karena saat kau terjatuh … Kau akan sulit untuk bangkit. Seperti yang terjadi kepadamu dulu,” tuturnya yang dengan seketika membuatku bergidik.
“Seorang Raja berhak memiliki banyak Selir, dan Ratu tidak memiliki hak untuk menghalanginya,” sambung Haruki diikuti tubuhnya yang berbelok menatapku, “ini memang tidak memiliki hubungan dengan apa yang sebelumnya terjadi. Namun, jika nanti dia harus memperlebar kekuasaan dan syarat untuk melakukan hal tersebut adalah menikahi Putri dari Kerajaan yang dimaksud … Apa kau akan menghalanginya?”
“Sebelum menjadi Ratu, kau adalah seorang Putri! Dari kecil, kau sudah diajarkan seperti apa sebuah kerajaan berkerja … Dan kau pasti sudah paham dengan semua risiko menjadi Ratu. Apa yang diucapkan Kakakmu ini salah?”
Haruki menghela napas, “aku memaklumi semuanya dulu karena kau baru saja melahirkan. Aku memakluminya karena kupikir adikku mungkin sudah mencapai batasnya dengan apa yang terjadi berturut-turut padanya, tapi tidak untuk kedepannya! Jika kau jatuh kembali saat mendapatkan masalah yang sama … Aku tidak akan menolongmu! Aku bahkan tidak akan menghiburmu!”
Tangan Haruki yang menyentuh daguku, membuat wajahku terangkat menatapinya, “kau cantik Sachi, tapi masih banyak perempuan yang jauh lebih cantik darimu, contoh salah satunya adalah temanmu sendiri, Julissa. Kau memang pandai, tapi kau bukan satu-satunya perempuan pandai yang ada di dunia ini … Mereka yang telah membodohi kita semua dengan sikap baik seperti anak kecil yang tidak tahu apa pun, telah menjadi contoh yang tepat.”
“Kisah cinta rakyat biasa, berbeda dengan kisah cinta keluarga kerajaan. Keluarga kerajaan harus mengorbankan diri, dan perasaan mereka untuk kerajaan.” Haruki kembali menghentikan ucapannya dengan helaan napas yang ia keluarkan, “jika kau selalu menghindarinya, itu sama saja seperti kau selalu mengingatkannya dengan semua kesalahan yang pernah ia lakukan. Apa itu yang kau inginkan?” bisik Haruki sambil meletakkan telapak tangannya ke pundakku.
“Kau terlalu pintar untuk tidak memahami maksud dari semua perkataanku,” lanjut Haruki disaat kepalaku tertunduk di dekatnya, “kau sudah dewasa, Sachi. Kau telah memiliki empat anak, dan masa depan mereka semua bergantung dari apa yang kau lakukan saat ini. Kau ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang tak berguna dan membiarkan perempuan lain merebut posisimu lagi, atau-”
“Kau lupakan semuanya seperti tidak terjadi apa pun. Layani suamimu dengan baik hingga dia berpikir … Tidak ada perempuan yang bisa menggantikanmu. Perkuat posisimu di Kerajaan hingga bahkan Zeki sendiri pun tidak bisa menjatuhkanmu … Dengan hanya begitu, anak-anakmu akan memiliki hidup yang damai sebagai pewaris sah Kerajaan Yadgar.”
Haruki mundur beberapa langkah setelah membisikkan kata-kata tadi di telingaku, “seperti inilah caraku menyayangi kalian, adik-adikku. Aku ingin kalian kuat, dengan berdiri di atas kaki kalian sendiri. Jika kau kehilangan sesuatu yang ada di dalam genggaman tanganmu, setidaknya jangan biarkan tanganmu ikut menghilang.”
Haruki sempat tersenyum sebelum dia berbalik meninggalkanku, “aku akan melanjutkan pembicaraan ini lagi saat suamimu kembali. Katakan kepadanya untuk segera menemuiku … Aku beristirahat di kamar yang ada di samping kamar Izumi.”
“Entah dia terkena kutukan atau tidak, tapi dia sudah membunuh banyak Kesatria Sora … Dan aku, tidak akan melepaskan semuanya dengan mudah,” ucapnya yang menutup rapat pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...