“Aku tidak menyangka, jika cincin yang aku buat bisa sangat pas di jarimu,” ungkapku, berusaha untuk menyingkirkan kesunyian di antara kami.
“Aku mendengar, bahwasanya seorang Bangsawan seperti Kalian, bisa memiliki banyak Istri. Jika kau nanti menyesali keputusan yang kau buat sekarang … Jangan sungkan untuk mengatakannya! Aku tidak akan melarangmu, kalau saja kau ingin kembali kepada Tuya.”
“Baiklah, itu pun kalau aku memiliki sedikit waktu luang untuk memikirkannya,” sahutku yang membuatnya kembali memandangku, “kami merencanakan pemberontakan, dan untuk melakukannya … Kami harus melakukan dan mengorbankan banyak hal. Aku mungkin tidak akan bisa selalu menemanimu nanti, dan tentu saja, disaat yang sangat sibuk seperti itu, aku tidak akan sempat memiliki pikiran untuk membangun rumah baru, karena di lain hal, aku sudah memiliki rumah untuk kembali, dan rumah itu adalah kau, Sarnai.”
“Jangan menghabiskan tenagamu untuk memikirkan sesuatu yang tidak penting! Aku tidak akan menyesali keputusanku ini, lagi pula dia sudah menolakku … Jadi aku, tidak mengharapkan apa pun lagi darinya.”
__________.
Sudah beberapa hari sejak malam itu. Kedua Kakakku, berserta Tsubaru dan juga Tatsuya, belum kembali untuk memenuhi semua syarat pernikahan yang diberikan Paman. Sachi dan Zeki sendiri, aku jarang bertemu dengan mereka lagi … Karena sejak pernikahan ditentukan, mereka sibuk membantu yang lain untuk mempersiapkan semuanya.
Aku duduk di depan Tenda, karena sesuai tradisi … Baik aku dan juga Sarnai, dilarang untuk saling bertemu ataupun pergi jauh dari Tenda yang telah dipersiapkan. Lirikan mataku, terjatuh ke arah bayangan seseorang yang mendekat … Bayangan, dari seorang perempuan yang berjalan sambil membawa satu keranjang penuh buah di tangannya.
“Tuya? Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku kepadanya yang berdiri dengan kepala menunduk di hadapanku.
“Aku, dipinta untuk mengantarkan buah ini kepada Tuan,” ucapnya yang terus tertunduk, sambil meremas kuat keranjang buah tadi dengan jari-jemarinya.
“Aku tidak memerlukannya, bawa itu kembali bersamamu!”
“Tapi, Tuan harus memakan sesuatu … Agar Tuan tidak sakit, sampai hari pernikahan,” jawabnya, dengan suara yang kian melemah, hampir tak terdengar.
“Ba-”
“Ryu!” kata-kataku terhenti, oleh suara teriakan Sachi yang memanggil namaku.
Mataku berbalik, menoleh ke arahnya yang berlari mendekat dengan sebilah pedang di tangan kirinya. “Tuya, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Sachi disaat dia sudah ikut berdiri di hadapanku.
“Astaga, bukankah ini Keranjang Buah yang seharusnya aku bawakan untuk Ryu? Tapi kenapa keranjang ini ada di tanganmu?” sambung Sachi, sambil merebut keranjang buah yang ada di tangan Tuya.
“Kau tahu, Ryu?” ucapnya lagi, ketika dia sudah duduk di sampingku, “Bibi Khunbish memintaku untuk mengantarkan ini kepadamu. Namun, di saat aku ingin mengambilnya, keranjang buahnya justru menghilang … Aku jadi sempat berpikir, Tikus mana yang mengambil buah-buahan untuk Adikku? Tapi beruntung sekali, ternyata keranjang tersebut ada bersamamu, Tuya,” Sachi kembali melanjutkan kata-katanya sambil melemparkan senyum ke arah Tuya yang diam tak bersuara.
“Ada apa?” Aku lagi-lagi bertanya, ketika Sachi tertunduk menatapi keranjang buah tadi, dengan helaan napas yang ia keluarkan.
“Aku khawatir, setelah kau menikah, kau akan melupakan Kakakmu yang cantik ini. Seperti apa aku mengatakannya … Sarnai terlihat sangat cantik, terutama kedua matanya yang terlihat tegas itu. Astaga, bahkan aku sebagai seorang perempuan yang sudah menikah pun, jatuh cinta melihat sosoknya.”
Dia pasti mengatakan hal tersebut dengan sengaja. Aku sangat mengenal betul, kakakku yang satu ini. Apa aku, harus mengikuti permainannya? Akan sangat merepotkan, jika dia marah karena aku mengabaikannya.
“Aku tidak akan melupakanmu. Lagi pula, bagaimana bisa aku melupakanmu, disaat wajah kita terlihat sama-”
Sachi memotong perkataanku, dengan tawa kecil yang ia keluarkan. “Kau benar. Adikku ini memang sangat pandai,” ucapnya, diikuti telapak tangannya yang berulang-ulang menepuk pipiku.
“Sarnai memanglah cantik, dia juga pandai dan kuat. Hal ini justru membuatku berpikir … Kenapa Perempuan Menakjubkan seperti dirinya, bersedia untuk menerima lamaran dariku.”
“Kau pun sama menakjubkannya, Ryu. Raja Takoka Ryuzaki dan Ratu Takaoka Sarnai, anak-anak kalian akan menjadi Pangeran dan juga Putri … Kaki kalian akan pegal, jika berjalan mengelilingi Istana yang menjadi Rumah kalian. Ingin memakan apa pun, kalian hanya tinggal memerintahkan para pelayan untuk memasaknya.”
“Hidup dalam kemewahan … Seperti itulah, kehidupan yang akan kalian jalani nanti,” sambungnya, seraya menjatuhkan lirikan ke sudut matanya, lebih tepatnya ke arah di mana Tuya masih berdiri di hadapan kami.
“Ryu, kau sudah paham, bukan, bahwasanya Kakakmu ini telah memiliki pengalaman dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Apa kau ingin aku memberikan beberapa nasihat, agar pasanganmu senantiasa bahagia?”
“Astaga, aku hampir melupakannya lagi. Aku hampir lupa kalau Tuya masih berdiri di sini,” Sachi kembali mengoceh, tapi kali ini dia terang-terangan menjatuhkan matanya kepada Tuya, “bukankah tidak sopan, kalau perempuan yang belum menikah mendengarkan pembicaraan kami? Terlebih, berani sekali, kau masih berdiri di sini tanpa meminta izin dariku! Apa kau, tidak tahu siapa aku?!”
Tuya terlihat sedikit terperanjat, ketika Sachi meninggikan suaranya. “Aku pikir, hanya matamu saja yang bermasalah, tapi sepertinya … Telingamu juga ikut bermasalah. Apa aku harus menyembuhkan telingamu, sama persis seperti aku menyembuhkan matamu?!”
“Pergi! Jika kau tidak ingin, aku membuat kedua matamu itu kembali tidak bisa melihat,” ungkap Sachi kembali, yang membuat Tuya berjalan mundur lalu berlari meninggalkan kami.
“Kau tidak harus memperlakukannya seperti itu. Aku tidak akan membatalkan pernikahan, hanya karena dirinya … Ini, tidak terlihat seperti Sachi, Kakakku yang aku kenal selama ini-”
“Kau ingin aku bersikap seperti apa?” balasnya, dengan mata yang melotot menatapiku, “Kau selalu berada di sini, jadi kau tidak tahu … Panasnya, telingaku ini, mendengar semua bisikan mereka semua,” ucapnya lagi, yang kali ini membuang pandangannya ke samping.
“Mereka mengatakan, bahwa kalian berdua sengaja mempermainkan Tuya. Padahal, Perempuan itu yang sudah menolakmu beberapa kali … Tapi dia, sama sekali tidak membuka suaranya disaat orang-orang itu membicarakanmu dan juga Sarnai!”
“Di saat, aku mengetahui bahwasanya keranjang buah ini menghilang, dan juga dia yang tak bisa ditemukan di mana pun. Apa yang aku pikirkan itu benar, dia berusaha untuk meraih simpatimu lagi,” tukas Sachi, yang beranjak dengan pedang di tangan kiri dan keranjang buah di tangan kanannya, “aku harus jujur mengatakannya, dia bukan perempuan yang baik. Aku akan meminta Zeki untuk membawakanmu makanan yang lain, sedang buah-buahan ini, akan aku berikan kepada Uki.”
“Beristirahatlah! Mereka pasti akan segera kembali dengan mengajak Ayah dan Ibu, menghadiri pernikahanmu. Kau harus terlihat bahagia! Agar mereka tidak mengkhawatirkanmu disaat bertemu nanti,” tuturnya, dengan kedua langkah kaki yang kian pergi menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...