Langkah kaki kami berdua berhenti, "ada yang ingin kami bicarakan," ucap Zeki saat aku menoleh padanya.
"Apa itu?" Izumi menyaut sambil memangku Huri di pahanya.
"Duduklah dulu kalian berdua!" Kali ini Haruki memerintah dengan menggerakan jari telunjuknya ke arah kami.
Aku mengikuti apa yang Haruki perintahkan, dengan dibantu oleh Zeki yang memapahku. "Apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Haruki sambil menatap kami berdua bergantian.
"Kami meminta kalian untuk pergi dari sini secepatnya!"
"Apa yang kau maksudkan itu, Zeki?" Izumi kembali menyaut dengan sedikit mengubah nada bicaranya.
Aku tertunduk saat Zeki mengalihkan pandangannya kepadaku, "karena kemungkinan sesuatu yang berbahaya akan datang malam ini. Jadi, pergilah sebelum malam datang!" pintaku dengan menatapi mereka bergantian.
"Aku sudah menarik semua kutukan kalian, aku pun sudah mengeluarkan sedikit kutukan yang ada pada Hikaru ... Beruntung di tubuhnya sedikit ada sihir Robur Spei, jadi kutukan itu tidak terlalu berpengaruh untuknya-"
Aku menggeleng dengan menghentikan kata-kata yang sebelumnya sempat aku ucapkan, "bukan itu yang ingin aku bahas. Aku hanya ingin mengatakan, karena aku telah memusnahkan semua sihir itu. Kemungkinan makhluk apa pun yang membawa sihir tersebut akan datang ke sini ... Karena itu, pergilah sejauh mungkin! Kami akan menahannya di sini," ucapku kembali pada mereka.
"Dan, kumohon bawa Huri bersama kalian," sambungku, aku lagi-lagi menunduk dengan menggigit kuat bibirku sendiri.
"Kalau seperti itu, aku akan ikut membantumu, Sachi!"
"Apa yang kau katakan, Ebe?" tanyaku sambil menatapnya yang telah beranjak berdiri.
"Kau, ingin melawannya dengan semua pelayan hewanmu, bukan?" ucapnya sambil mengangkat sebelah tangannya ke samping, "apa kau lupa? Bangsa duyung juga pelayanmu, My Lord," Ebe melanjutkan kata-katanya, diikuti bola air yang entah dari mana dengan ukuran besar, terbang mendekatinya.
"Selama di sini ada air, bangsawan duyung sepertiku ... Akan bisa mengendalikannya," ungkap Ebe, dia menggerakan tangannya hingga bola air tersebut bergerak cepat, merobohkan dinding sebuah rumah di dekat kami yang terbuat dari anyaman.
"Maafkan aku, Izumi. Walau kau suamiku ... Menolong Tuanku, jauh lebih penting. Aku, akan bergabung dengan mereka," Ebe kembali melanjutkan kata-katanya sambil berjalan meninggalkan kami.
Pandangan mataku beralih ke arah Izumi saat suara tawa darinya terdengar. "Dia menakjubkan sekali," gumam Izumi sebelum dia beranjak berdiri, "ikut Paman menyusul Bibimu, Huri. Bibimu sama gilanya dengan Ibumu-"
"Izu-nii, apa yang kau lakukan?!" Aku meninggikan suara, hingga langkahnya yang melewati kami berhenti.
Izumi menoleh ke arahku, "aku menjagamu lebih lama dibanding mereka di kehidupan ini. Saat kau hendak dibunuh oleh orang suruhan Kaisar di hari kelahiranmu ... Kakakmu ini, yang dengan putus asa menggendongmu menyusuri Istana untuk mencari bantuan."
"Aku, mustahil meninggalkan adikku begitu saja," sambungnya sembari kembali melanjutkan langkah kaki.
"Eneas, Lux, kalian dengar apa yang dikatakan oleh Izumi? Bersiaplah untuk melawan musuh yang akan kita hadapi malam ini!"
Mataku dengan cepat beralih kepada Haruki yang berbicara, "Haru-nii?" Aku memanggilnya ketika di
a sendiri telah beranjak berdiri lalu berjalan meninggalkan kami.Zeki membuang pandangan dengan mengangkat kedua pundaknya saat lirikan mataku berbelok padanya, "aku ingin menemui Huri. Ke mana Izumi membawanya?" Zeki bergumam sambil beranjak menyusul langkah Haruki yang kian menjauh.
Aku tertunduk dengan menggaruk kuat kepalaku sendiri, "kenapa tidak satu pun dari mereka ingin mendengarkan perkataanku!" gerutuku sambil turut beranjak lalu berlari mengejar Zeki.
"Jika terjadi apa-apa pada kalian! Jangan menyesal!" Aku lagi-lagi menggerutu saat aku sendiri telah berlari melewati Zeki.
"Tapi kau sendiri yang terlihat sangat bersemangat, Darling!" balas Zeki berteriak dari arah belakang.
Aku terus berlari, tak menghiraukan perkataan Zeki. Langkahku melamban, saat tatapan mataku itu terjatuh ke arah Haruki, Izumi dan juga Ebe yang telah berdiri di depan Kou. "My Lord, aku telah memintamu untuk mengajak mereka pergi!"
"Aku tahu, Kou. Aku sudah mencobanya, tapi-" tukasku terhenti, ketika langkahku itu berhenti di depannya.
"Hanya buka gerbangmu, Kou! Dan pinta mereka untuk bersembunyi di sana!"
Aku menoleh ke belakang, ke arah Tama yang berjalan mendekat. "My Lord, sebenarnya kami bisa menyembunyikan keberadaan kalian di dunia milik Kou. Mereka tidak akan menemukan kami ataupun kalian jika kita bersembunyi di sana. Namun-"
"Kami sengaja melakukan ini untuk menantang makhluk tersebut. Kami harus mengetahui, sehebat apa Makhluk-makhluk milik Kaisar setelah Kou pernah menceritakan ... Bahwa dia pernah membunuh dua makhluk milik Kaisar selama bepergian denganmu," saut Shin yang menimpali perkataan Tama.
"Aku telah melarang kebodohan mereka ini. Namun mereka justru mengabaikan perkataanku ... Lagi pun, aku akan sangat menikmati jika salah satu di antara mereka ada yang terluka," ungkap Uki yang juga turut berbicara.
"Kalian," ucapku geram dengan mengepal kuat tangan, "apa kalian menganggap ini seperti sebuah permainan?"
"Sadar dengan kekuatan kalian sendiri! Apa kalian, sudah merasa lebih hebat dibanding mereka? Apa karena kalian salah satu dari hewan Agung, kalian jadi merasa lebih hebat dari yang lain?!"
"Ingatlah ini! Kalau kalian memang kuat, aku ... Aku tidak akan mati mengenaskan begitu saja di kehidupan-kehidupan lamaku?!" sambungku yang kembali membentak mereka.
"Aku akan memaklumi, jika kalian membunuh penduduk di sini karena tidak ingin membuat kutukan tersebut semakin menyebar. Aku juga akan memaklumi, kalau kalian melakukan semuanya karena memang tidak memiliki pilihan lain, tapi ... Buka gerbangmu, Kou! Bawa kami semua pergi dari sini! Ini perintah dari Tuan yang kau layani!" tukasku dengan mengalihkan pandangan kepadanya.
____________.
Aku duduk bersandar di pohon dengan masih mengatup rapat bibir. Jika aku membuang pandangan ke kiri, aku akan menatap Kou yang duduk terdiam menatapku di wilayah bersalju di dunianya ... Dan jika aku membuang pandangan mataku ke depan, aku akan mendapatkan Tama, Shin, Uki, para Manticore dan juga Leshy yang turut diam tak bersuara.
"Sejak ke sini, kau sama sekali tidak mengucapkan apa pun. Mereka mungkin menunggu kata-kata darimu."
Aku menoleh ke arah kanan, lalu mengangkat kedua tanganku meraih Huri yang digendong Zeki, "aku hanya ingin membuat mereka sadar. Mereka membunuh lalu memakan banyak manusia yang tak bersalah hanya untuk menunjukkan kekuatan? Aku, tidak bisa menerima apa yang mereka lakukan," ungkapku sambil memangku Huri di gendonganku.
"Menguji kekuatan itu tidak ada salahnya! Kenapa kau justru menghalangi mereka? Karena takut mereka terluka? Walau kau mencari mereka untuk membantumu melawan Kaisar."
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan itu, Zeki?" Aku balas bertanya kepadanya.
Zeki duduk berjongkok dengan menatapku, "yang ingin aku katakan hanyalah ... Jika mereka dapat menang atau bahkan membunuh makhluk-makhluk milik Kaisar, bukankah itu justru bagus untuk mereka?"
"Bukan hanya keberanian mereka yang semakin terasah kalau mereka dapat memenangkannya. Kau berkata kalau mereka akan semakin kuat kalau memakan manusia, bukan? Apa yang terjadi jika mereka memakan makhluk lain selain manusia? Berburu akan membuat mereka semakin kuat, jangan membuat insting mereka tumpul ... Karena pada dasarnya, mereka tetaplah hewan."
"Diburu atau memburu," sambung Zeki dengan kembali beranjak berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...