Chapter DCLXII

2.5K 491 25
                                    

"Menjagaku?" Aku bergumam sambil kembali menatap Shin yang merayap mendekat.

Lirikanku beralih kepada Huri, yang menggoyangkan tangannya ke depan dengan bergumam saat wajah Shin sendiri telah berada di samping kuda yang kami tunggangi.

Tanganku dengan cepat berpegangan kepada Zeki saat kuda kami itu tiba-tiba duduk begitu saja. Aku melirik ke arah kuda-kuda milik saudaraku yang masih berdiri seperti biasa, tak seperti kuda kami. Aku menarik napas yang sangat dalam, lalu mencoba untuk beranjak turun dari kuda tersebut, "sebenarnya, apa yang kalian lakukan?" tanyaku sambil menatap Shin, Uki dan juga Acey yang masih melahap potongan kaki manusia di mulutnya.

"Mereka memiliki niat jahat kepada kalian! Mereka berencana untuk menyerang kalian dari belakang saat kalian yang berjalan di depan mereka sedikit lengah," tukas suara Uki, diikuti tubuhnya yang terbang mendekat lalu hinggap di atas kepala Shin.

"Tapi, apa kalian harus menyerang lalu memakan mereka seperti itu?" Aku mengucapkannya dengan suara yang sedikit terputus-putus, "jika hanya itu alasannya-"

"Manusia bukan makhluk yang harus kami hormati! Mereka hanyalah makanan yang bisa memperkuat sihir untuk hewan-hewan Agung seperti kami. Jika manusia itu tidak memperlakukan Tuanku dengan baik, mereka harus membayar semua itu dengan hidup mereka," saut Shin memotong perkataanku.

"Bagaimana denganmu sendiri, Kou?"

"Aku memang tidak memakan manusia, My Lord. Namun aku tidak akan melarang mereka untuk memakan manusia ... Lagi pun, para manusia itu pantas untuk mendapatkannya," jawab suara Kou yang menggelitik telingaku.

Aku tertunduk dengan memejamkan mata setelah mendengar apa yang mereka katakan. Mataku kembali terbuka, saat kurasakan tamparan-tamparan kecil menyentuh di daguku. Helaan napasku keluar sambil kukecup kening Huri yang menatapku, "lalu, apa kalian bisa menemukan dari mana sihir yang aku rasakan semalam?" tanyaku, sambil melangkah lalu duduk bersandar di punggung Shin yang melingkar.

"Kami sedang memusnahkannya, salah satunya sedang bberada di dalam perutku."

Wajahku dengan cepat menatap Shin yang menyeletuk, "apa yang kalian maksudkan?"

"Ada apa?"

Pandangan mataku beralih ke arah Haruki yang berjalan mendekat disusul Izumi yang juga berjalan di belakangnya, "mereka mengatakan, bahwa asal sihir tersebut berada di manusia yang mereka makan. Sebentar nii-chan, aku ingin mencoba untuk memastikannya lagi," ungkapku sambil menoleh kembali ke arah Shin dan juga Uki.

"Jelaskan semuanya ke-"

Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata, aku dikejutkan oleh suara keras yang terdengar seperti sesuatu yang dirobohkan. Tiga kuda milik saudaraku yang sebelumnya berdiri, turut duduk saat Tama berjalan mendekat hingga merobohkan beberapa bangunan dan rumah yang ia lewati. "Hewan apa lagi itu? Berapa banyak hewan yang kau miliki?" gumam Zeki yang telah berdiri di dekatku.

"Ular ini bernama Shin, dan dia bernama Tama," ungkapku sambil tetap bergeming menatapi kura-kura hitam raksasa yang berjalan ke arah kami.

"Acey, kau juga di sini?"

Aku menoleh ke arah Zeki yang mengusap kepala Acey di sampingnya, "apa kalian menjadi dekat sejak dia menjagamu beberapa hari di Yadgar?" tanyaku yang membuat pandangan Zeki beralih kepadaku.

"Manticore, bukan? Dia menjagaku dengan baik kemarin," ungkap Zeki, dia bergerak lalu duduk di atas punggung Acey yang telah duduk di dekat kami.

"My Lord!"

Aku beranjak, berjalan mendekati Tama yang memanggil. Langkahku terhenti saat Tama melemparkan sesosok jasad anak kecil laki-laki ke hadapanku, jasad tersebut masih sangat utuh ... Tidak rusak sama sekali, hanya terlihat seperti seorang anak laki-laki yang sedang tertidur. "Apa ini, Tama?" tanyaku dengan menatapnya, kedua mataku membelalak saat kukunya yang tajam itu menancap begitu saja ke tubuh anak laki-laki tersebut.

"Tama?"

Tubuhku mematung saat Tama mengangkat kembali kukunya hingga sebuah lubang menganga mencuat di perut dari jasad anak laki-laki tersebut. Aku sedikit terhentak ketika Uki terbang melewatiku lalu hinggap di atas tubuh anak tadi. Kepala Uki bergerak melewati lubang di perut anak tersebut, dia kembali terbang dengan menjatuhkan sebuah batu berwarna hitam di dekatku dari mulutnya.

Aku berjalan mundur sambil menutup erat hidungku, ketika mayat anak laki-laki tadi ... Entah kenapa, perlahan demi perlahan membusuk dengan sendirinya. Kakiku kembali bergerak mundur, saat cairan mengalir keluar dari tubuh anak tadi.

Aku melirik ke atas saat sesuatu melilit pinggangku lalu membawaku terbang ke atas, "Kou," ucapku saat dia sudah membawaku duduk di punggungnya.

Aku tertunduk dengan menggigit kuat bibirku saat Kou membawaku mengitari wilayah tersebut. Aku menatap beberapa Manticore selain Acey yang berjalan menyusuri setiap jalan di kota kecil itu, bahkan beberapa di antara mereka terlihat sangat lahap memakan sesuatu di bawah sana. Aku memegang erat Huri dengan sebelah tanganku yang lain merangkul leher Kou saat Kou membawaku sedikit jauh dari kota kecil yang ada di perbatasan Tao tersebut.

"Kabut?" gumamku, ketika pandangan mataku itu terjatuh ke arah kabut tebal yang menyelimuti sebuah hutan.

"Itu hutan yang kami datangi semalam ... Kabut?"

"Kou, apa itu perbuatan yang dilakukan para Leshy?" sambungku yang kali ini melemparkan pertanyaan kepada Kou.

"Para Leshy mengurung mereka agar tidak bisa lari ke mana-mana, mereka sudah tertular kutukan yang akan membahayakan manusia lain yang ada di sekitar mereka. Jadi satu-satunya cara, hanyalah memusnahkan mereka-"

"Tapi mereka tidak bersalah untuk dimusnahkan begitu saja," ungkapku memotong perkataannya.

"Biarkan para Leshy dan Manticore, melaksanakan kewajiban mereka sendiri untuk melindungi Tuan mereka-"

"Pasti ada cara untuk menyelamatkan mereka, bukan?"

"Ada, memang ada," saut Kou yang menengahi percakapan kami, "satu-satunya cara hanyalah kau haruslah mengambil kutukan mereka semua, lalu aku akan bantu menyembuhkanmu. Namun, apa itu akan berguna saat mereka tak mempercayaimu?"

"Lupakan mereka, hanya lakukan saja hal tersebut kepada Keluargamu. Kita, harus melakukan semuanya dengan cepat sebelum malam datang ... Itulah kenapa, kami berkumpul agar semuanya cepat terselesaikan."

"Dengarkan perkataanku ini, My Lord. Aku tidak tahu siapa yang mengirimkan kutukan ini, tapi karena aku menghancurkan kutukan ini sekali lagi seperti yang aku lakukan dulu kepadamu ... Itu berartikan, dia yang melakukan sihir tersebut akan menyadari keberadaan kita. Pinta mereka pergi! Sejauh mungkin dari tempat tersebut sebelum malam datang! Ini perintah dariku!" sambung Kou dengan kembali membawaku terbang mendekati benteng.

"Apa ini berhubungan dengan makhluk-makhluk milik Kaisar? Kalian, tidak akan seperti ini, kalau hanya berurusan dengan manusia, bukan?" Aku bergumam, ketika Kou dengan perlahan kembali mendarat di tanah.

Aku meneguk ludah, "aku akan menanggapinya dengan iya, karena tidak satu pun dari kalian yang menjawab pertanyaanku," sambungku, sambil menunduk lalu mengecup kening Huri dengan tanganku yang mengusap pelan punggungnya.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang