"Tetap di sana, My Lord! Jangan mendekat!" perintah Kou, saat kami semua berhenti di sebuah dinding yang menjadi jalan keluar.
Tama yang membawaku di tempurungnya, bergerak mundur mengikuti permintaan Kou. Aku sendiri pun, masih terdiam menatap rembesan air yang mengalir di celah-celah dinding batu tersebut. Bahkan, semakin lama Kou berusaha membuat lubang menggunakan kakinya ... Semakin deras juga rembesan air yang muncul.
Aku berbaring di tempurung Tama dengan kedua tangan memegang ujung tempurungnya, saat air yang masuk kian meninggi dan kian meninggi, memenuhi gua. Shin bergerak keluar dari lubang yang Kou buat, sebelum Kou kembali lanjut melubangi dinding yang ada di depannya. Air yang masuk, telah menenggelamkan aku dan juga Tama ... Aku masih menatapi Kou dengan memegang erat tempurung milik Tama saat Kou pun juga sudah turut bergerak keluar melewati dinding yang berhasil ia hancurkan.
"My Lord, bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik-baik saja, Tama. Aku, bisa bernapas di dalam air ... Jadi, jangan khawatir," ucapku dengan semakin menggenggam erat ujung tempurung miliknya.
Tama mulai berenang, saat Shin menghancurkan kepingan es akibat tubuh Kou menggunakan badannya. "Kou, tuntun kami menemui mereka!" pintaku, dengan melirik ke arah Kou dengan kepingan-kepingan es di sekitar tubuhnya.
Tama kembali berenang mengikuti Kou yang menuntun kami, dengan Shin yang juga turut berenang di samping. Mereka terus berenang tanpa mengucapkan apa pun ... Yang aku sadari saat itu hanyalah, tidak adanya ikan yang berenang di dekat kami. Aku tidak tahu, apakah ini ada hubungannya dengan mereka? Namun, sebelumnya kami dapat dengan bebas melihat ikan yang hilir-mudik berenang.
"Eneas!" panggilku, aku melepaskan genggaman tangan pada tempurung Tama lalu berenang ke depan mendekati mereka.
Aku sempat terhenti, saat Kuro yang berenang di samping Eneas, berbalik lalu berenang cepat mendekatiku, "kau melakukannya dengan baik, Kuro," tukasku sambil mengelus lehernya saat kepalanya sendiri bersandar di pundakku.
"Makhluk lemah itu, berani sekali dia menyentuh Tuanku!"
"Shin! Kau mengeluarkan racunmu! Apa kau ingin membunuh mereka?!"
Aku berbalik ke belakang saat suara Shin dan juga Tama terdengar di kepalaku, "Shin! Kau, mungkin akan membunuh mereka yang ada di laut!" tukasku dengan sedikit meninggikan nada suara, saat lendir keputihan beberapa kali keluar dari samping mulutnya.
"Kau akan membuatnya menangis, kalau ada di antara makhluk-makhluk itu terluka. Percayalah kepadaku, aku ... Selalu memperhatikannya, dibanding kalian semua," sahut suara Kou, sambil kakinya mendayung mendekatiku.
"Nee-chan!"
Kepalaku kembali bergerak saat suara Eneas mengenai telingaku. "Apa mereka?" Kepalaku mengangguk membalas perkataannya.
"Di mana yang lain?" Aku balas bertanya kepadanya.
"Mungkin di sekitar pulau, aku ke sini karena Kuro yang mengajakku-"
"Aku mengerti. Bawa Kuro bersamamu menemui mereka, aku ingin mencoba menenangkan mereka terlebih dahulu," ucapku kepada Eneas sambil berenang menjauhinya.
Aku terus berenang mendekati Shin, sisiknya yang hitam itu semakin berkilau saat bias sinar matahari menjatuhinya, "Shin, bawa aku di punggungmu! Aku baru sadar, ternyata tubuhmu, besar sekali untuk kupeluk," ucapku ketika sudah berenang di atas punggungnya.
"Lebih mendekat ke kepalaku, My Lord! Kau, akan lebih mudah berpegangan di sana-"
"Aku tidak kebal akan racun, kau tidak akan mengeluarkan racun itu lagi kecuali saat terdesak, kan?" ucapku memotong perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasíaKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...