“Kita sudah mengambil jalan memutar … Kita sudah jauh berenang ke arah Utara, tapi tetap aku belum merasakan apa pun,” tukasku, ketika kepalaku sendiri telah keluar dari dalam permukaan air.
“Apa makhluk itu benar-benar ada?” sambungku sekali lagi dengan melirik ke arah Haruki yang juga telah melakukan hal sama.
“Bahkan temanmu sekarang dan juga Lux, merupakan makhluk yang tidak bisa dipercaya oleh manusia lain yang belum pernah bertemu dengan mereka,” sahut Haruki, dia masih membuang pandangannya ke depan, enggan untuk bergeming.
“Sachi.”
Aku menoleh ke arah yang lainnya, ketika suara Ebe memanggil namaku, “aku merasakan keresahan dari kuda milikku … Bahkan, kakakku pun ikut merasakan keresahan kuda miliknya,” ucap Ebe yang membuat alisku mengerut mendengarnya.
“Kemungkinan, tempat yang berbahaya ada di depan sana-”
“Tapi aku tidak merasakan apa pun.”
Ebe menoleh ke arahku tatkala kata-kataku memotong perkataannya, “itu karena kalian, tidak pernah menghabiskan waktu bersama kuda kalian lebih lama dibandingkan kami yang setiap hari bertemu. Hubungan batin di antara kami dan kuda milik kami, lebih kuat dibanding kalian,” jawab Ebe dengan kembali menatap ke depan.
“Apa kau meminta kami untuk kembali?”
Pandangan Ebe beralih kepada Haruki yang ada di sampingku, “untuk apa aku melakukannya? Kalaupun aku melakukannya, Sachi tidak akan mendengarkannya … Aku, ingin menolong temanku, itulah kenapa aku ada di sini. Kalau Sachi mengatakan, akan terus lanjut ke sana. Maka aku pun, sudah seharusnya mendukungnya sebagai teman,” ucap Ebe menimpali perkataan Haruki kepadanya.
Aku turut menenggelamkan kembali tubuhku ke dalam lautan, menyusul Ebe yang sudah terlebih dahulu melakukannya. Sepanjang kami berenang, tak ada halangan yang berarti … Bahkan sekarang pun, lautan terasa sangat tenang untuk kami arungi. “Apa itu semua kapal?” Kepalaku mengangguk ketika suara Eneas terdengar di telinga.
Semakin kami berenang maju, semakin banyak juga … Bangkai-bangkai kapal yang kami lewati. Bahkan, dari beberapa bangkai kapal tersebut … Ada yang masih sangat utuh, seperti kapal yang memang sengaja diletakkan di dasar laut. “Apa kita harus mengeceknya?” tanya Izumi yang berenang melewatiku, menyusul Haruki.
“Kita akan melakukannya untuk mencari petunjuk,” sahut Haruki yang menggerakkan Hippocampus miliknya berenang semakin cepat meninggalkan kami.
Aku turut menggerakkan Kuro, berenang mendekati salah satu kapal. Kuangkat sebelah tanganku, mengusap badan kapal penuh cangkang kerang yang ada di hadapanku itu. Aku terhenyak saat melirik ke samping, kutundukkan kepalaku kembali dengan mengusap kepala Kuro, “Kuro, tunggu di sini! Jangan ke mana-mana!” perintahku sambil berenang meninggalkannya.
Aku tetap berenang pelan, mengikuti Izumi yang berenang membuntuti Ebe. “Ebe!” panggil Izumi, hingga Ebe yang duduk di atas Hippocampus miliknya, berbalik menatapinya.
“I-Izumi? Apa … Apa kau sedang mencari Sachi? Dia … Dia sekarang sedang tidak bersamaku,” tukas Ebe gelagapan dengan menggerakkan kepalanya ke semua arah.
Kedua kakiku mendayung pelan air, diikuti kedua tanganku yang berpegangan erat di badan salah satu kapal, berusaha untuk mengintip serta menguping pembicaraan mereka. “Aku … Aku ke sini ingin menemuimu, bukan untuk menemuinya,” sahut Izumi, dia kembali menggerakkan tubuhnya berenang semakin mendekati Ebe.
“Mencariku?”
“Aku, mendengar kabar mengenai kutukan tersebut … Maafkan aku, tapi aku tidak bisa menerimanya,” ucap Izumi sambil mengangkat sesuatu di atas telapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...