Chapter DCXLV

3.2K 512 29
                                    

"Apa kau sudah menemui mereka?"

Aku duduk di samping Eneas, membantunya menusukkan potongan daging ke sebuah ranting kayu yang ada di dekatnya, "aku telah menyampaikan apa yang nii-chan pinta," ucapku menjawab pertanyaan Haruki.

"Di mana Lux? Aku tidak melihatnya," ungkapku, sambil meraih potongan daging lalu menusukkannya pada ranting yang ada di tanganku.

"Dia menyebarkan racun ke orang-orang yang ada di pulau ini-"

"Ulangi perkataanmu Eneas!" pintaku dengan memotong ucapannya.

"Haru nii-san, tidak menginginkan jika orang-orang yang tinggal di sini mengganggu keberadaan kita. Jadi, dia meminta Lux untuk membuat tidur semua penghuni pulau."

"Apa yang dikatakan Eneas itu benar, Haru-nii?"

Haruki menganggukkan kepalanya membalas tatapanku, "Ebe masih belum terbiasa bersama manusia selain kita, dan aku juga tidak ingin membuat Izumi tidak nyaman karena hal tersebut ... Beruntunglah kalian, memiliki kakak yang baik sepertiku," tukas Haruki dengan membaringkan kepalanya di lilitan daun yang ia jadikan bantal.

Aku dulu, benar-benar tidak menyukai laki-laki yang menelantarkan tunangannya. Akan tetapi, yang dikatakan kakakku kemarin ... Benar-benar membuatku memahami apa yang ia rasakan.

Ini, bukan berarti dia tidak bertanggung jawab. Hanya saja, jika aku di posisinya sekarang ... Aku tidak ingin, melepaskan kebahagiaanku sendiri yang hanya tinggal diraih tepat di depan mata. Dan benar apa yang dikatakan Haru-nii, sama seperti kami para perempuan ... Mereka yang laki-laki pun, tidak bisa memilih, dengan siapa mereka akan dipaksa bertunangan.

Jika aku menjadi laki-laki, lalu aku dipaksa bertunangan dengan seseorang, dengan di sisi lain aku memiliki seseorang yang aku cintai ... Tentu, aku akan memilih dia yang aku cintai untuk menghabiskan waktu bersama. Bahkan aku pun, sejak kecil tidak serta-merta langsung jatuh cinta kepada Zeki ... Yang justru aku pikirkan saat itu, bagaimana caranya aku mengambil hati Zeki agar bisa hidup-

"Nee-chan, ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu?"

Aku menoleh lalu menggenggelengkan kepala, menanggapi pertanyaannya, "aku hanya sedang berpikir, akan apa yang terjadi akhir-akhir ini-"

"Jika kau ingin mengutuk Izu nii-san yang ingin memilih kebahagiaannya ... Maka, seharusnya aku sendiri yang lebih pantas untuk dikutuk," tukas Eneas yang tersenyum membalas tatapanku, "aku bahkan tidak menghadiri pertunanganku, itu berarti aku membiarkan tunanganku mati. Izu nii-san masihlah laki-laki baik, setidaknya dia bertanggung jawab hingga tunangannya masih hidup sampai sekarang-"

"Karena kalau aku yang menjadi dirinya, aku tidak akan peduli. Untuk melindungi diri sendiri saja sulit, ini harus melindungi seseorang yang menurutku lemah ... Kalaupun aku, akan memilih pasangan, setidaknya dia haruslah menakjubkan sepertimu, nee-chan. Aku pun, ingin seperti Izumi nii-san, memiliki pasangan yang dapat kuajak berjuang bersama-"

"Dan juga sama seperti Sachi nee-chan dan juga kak Zeki," sambung Eneas yang kembali tertunduk dengan beranjak mendekati bekas api unggun sambil membawa sisa-sisa ranting yang sebelumnya kami gunakan.

_____________.

Aku duduk, menatapi Izumi dan juga Eneas, yang tengah memutar tusukan daging di sekeliling api unggun agar daging-daging tersebut dapat matang merata. "Ebe, bagaimana keadaanmu sekarang?" lirikanku beralih kepada Haruki yang menatapi Ebe di dekat Izumi.

"Aku, sudah bisa berdiri lalu berjalan walau perlahan ... Aku, sudah siap untuk melanjutkan perjalanan-"

"Panggil aku, kak Haruki! Aku yang tertua di antara mereka. Dengan kata lain, kau adik iparku."

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang