Chapter DCCX

1.9K 393 18
                                    

Rusa tak kasat mata yang membawa kami tiba-tiba berhenti bergerak. Dengan cepat, kupeluk Huri ketika seutas akar, tanpa sadar telah melilit dan mengangkat tubuh kami berdua. Dekapan akar tadi di pinggangku yang sebelumnya sangat kuat, kini merenggang dan benar-benar terlepas ketika kakiku sudah kembali menyentuh tanah.

“Kakek Buyut dan Nenek, tinggal bersama mereka,” ungkapku seraya membungkuk, menurunkan Huri di hadapan Para Elf yang berbaris, seperti menyambut kedatangan kami.

“Yasinta! Bawa yang lain ke Rumah mereka! Sedang Sachi, Ryuzaki, Haruki, Izumi, Eneas, Lux, dan juga kau, Zeki. Ikuti aku!” perintah Kakek dengan langkahnya yang berjalan melewati sebuah jalan setapak yang sengaja dibuat oleh para Elf yang berbaris di depan kami.

“Baiklah, karena Kakek Buyut kalian telah memberikan perintah … Huri, Ihsan, Hikaru, Takumi, Amanda dan juga Ebe, ikuti aku melihat rumah kalian yang ada di sini!” pinta Bibi sambil dia membungkuk lalu meraih Hikaru ke gendongannya.

“Selamat datang kembali ke sini, Hikaru,” ucapnya pelan dengan tersenyum diikuti tangannya yang menyentuh pipi Hikaru.

“Ayo cepat! Aku akan menumbuhkan buah apa pun yang ingin kalian makan nanti!” sahut Bibi untuk yang kesekian kalinya, sembari dia berbalik dengan tangan yang melambai ke arah kami.

Aku menoleh lalu duduk berjongkok, menunggu Ihsan yang berjalan mendekatiku dan Huri. “Ayo, Huri!” ucapnya sambil meraih lalu menggenggam erat tangan adiknya.

“Ihsan, jaga adikmu!” pintaku yang langsung dibalas cepat dengan anggukan kepalanya.

“Dan untukmu juga, Uki, jaga mereka!” perintahku sembari menoleh ke arah Uki yang bertengger di pundak Zeki.

Aku kembali beranjak berdiri, sambil sesekali menganggukan kepala, ketika Huri kadang kala berhenti berjalan lalu menoleh ke arahku. Kepalaku sedikit menoleh ke samping, ketika sentuhan lembut kurasakan di pinggangku. Kepalaku lagi-lagi mengangguk, lalu berbelok melangkah … Menyusul Ryuzaki yang telah berjalan terlebih dahulu meninggalkan kami dengan Zeki yang turut berjalan di sampingku.

Selama melangkah melewati para Elf, mataku itu kadang kala jatuh melirik mereka yang entah kenapa … Membungkukan tubuhnya, tiap kali aku berjalan di hadapan mereka masing-masing. Ryuzaki yang berjalan di depan kami, membawa kami semua ke Rumah yang dihuni oleh Kakek. Pintu rumah itu terbuka lebar, seakan mempersilakan kami untuk jangan segan-segan memasukinya.

Aku berjalan di belakang Izumi yang membelakangiku, lalu duduk di salah satu kursi yang tak terlalu jauh dari kursi akar yang Kakek duduki. Aku menoleh sambil meletakan telapak tanganku ke atas paha Zeki, saat Zeki sendiri telah duduk di sampingku. “Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?” Kakek bertanya dengan membuang setiap pandangan matanya kepada kami.

“Kakek,” ucap Haruki membuka suaranya, “kami … Ingin menitipkan mereka, selama kami kembali melanjutkan perjalanan-”

“Mereka?” sahut Kakek, dengan anggukan kepala Haruki yang menimpali ucapannya.

“Keluarga kami,” jawab Haruki diikuti matanya yang sedikit pun tak berpaling dari Kakek, “Sama seperti Ryu, karena kegelapan yang hampir datang … Nyawa Putraku berada dalam bahaya. Meninggalkan mereka di Dunia Manusia, sangatlah berbahaya, terlebih untuk Hikaru dan juga Huri.”

“Baiklah. Aku akan mengizinkan mereka untuk tinggal di sini. Lalu, apa ada lagi hal yang kalian inginkan?”

“Oi Tupai!” Aku yang sebelumnya tidak terlalu fokus dengan apa yang dibicarakan, tiba-tiba terperanjat lalu dengan cepat menoleh ke arah Izumi yang memanggilku.

“Ada apa, nii-chan?” tanyaku diikuti alis yang sedikit terangkat.

“Apa maksud dari Bunga Mawar?” tanya Izumi sambil terus menjatuhkan pandangannya kepadaku.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang