Aku berjalan mendekati Ebe, lalu memberikan selembar gulungan kertas yang aku ambil dari dalam tas, “Bibi memintaku memberikan surat ini kepadamu. Itu surat dari Takumi yang ingin dia berikan untuk Ayah dan Ibunya … Selesaikan dulu semua urusanmu dengan Kakakku! Setelah kau melakukannya dan kau memutuskan untuk ikut denganku saat itu. Aku akan menjemputmu, Ebe!”
Ebe tak mengucapkan apa pun, matanya hanya tertuju pada selembar kertas yang ia ambil dari tanganku. Dia membuang tatapannya ke samping, berusaha untuk tak memperlihatkan air matanya yang jatuh setelah lama memandang kertas tadi. “Aku mengerti,” jawaban singkat darinya membuat bibirku merekah kecil.
“Osamu, kertas yang aku berikan sebelumnya … Berikan kepadanya! Dia Putri Takaoka Ebe, Istri dari Kakakku, Pangeran Takaoka Izumi. Dia akan bersamamu menunggu kedatangan pasukan. Pastikan kau menjaganya dengan baik!”
Aku memandang kosong ke depan, beberapa gumpalan awan yang kami lewati … Sama sekali tak membuat mataku teralihkan. Bayangan saat aku meninggalkan Ebe di Juste, kembali memenuhi kepalaku. “Kita akan ke mana kali ini?” sahutan Bernice muncul di tengah-tengah deruan angin.
“Ke tempat, yang seharusnya sudah kuhancurkan sejak dulu,” tuturku balas menyahut.
Kutarik napas yang sangat dalam kali ini, dengan tangan kananku bergerak mengusap leher Kou, “terbang ke arah Utara dari Sora! Terus terbang hingga aku memintamu untuk berhenti, Kou!” perintahku dengan tarikan napas yang lebih dalam dari sebelumnya.
“Persiapkan diri kalian! Di saat kita mendarat … Aku tidak akan memberikan kesempatan untuk kita beristirahat!” sambungku memerintah, kepada mereka yang duduk di belakangku.
_____________.
Entah … Entah sudah beberapa hari atau mungkin pekan, semenjak kami terbang meninggalkan Juste. “Terbang sedikit lebih rendah, Kou!” pintaku, untuk sekedar dapat melihat jelas apa yang ada di bawah.
Aku mengumpulkan napas, sambil memutar isi kepalaku … Berusaha untuk mengingat, semua kejadian disaat usiaku menginjak empat tahun sebagai Sachi. “Apa kalian menemukan tempatnya?” gumamku, kepada Leshy yang kuperintahkan untuk terbang terlebih dahulu mencari tempat yang ingin aku kunjungi.
“Sungai kecil, Kastil Putih dan hamparan bunga beraneka warna yang tumbuh mengelilinginya,” sambungku bergumam sambil terus menjatuhkan pandangan ke bawah.
“Manusia berjubah putih yang kau maksudkan … Kami menemukan mereka, My Lord!” jawab suara laki-laki yang masuk ke dalam kepalaku.
Aku duduk mematung tanpa mengeluarkan suara setelah mendengar ucapan tersebut, “Kou, buka gerbang dan perintahkan Manticore untuk menyerang tempat yang ditunjuk oleh Para Leshy! Dan bawa aku ke tempat itu secepat mungkin!” Aku memerintahnya dengan pandangan mata yang tidak terlalu fokus.
Lamunanku pecah. Aku segera memeluk leher Kou yang dengan tiba-tiba menukik, mendekati pucuk dari pepohonan yang tumbuh di bawah. Kou mendarat … Keempat cakarnya yang tajam itu, mencengkeram erat batang pohon yang baru saja ia robohkan.
Empat ekor burung, muncul secara tiba-tiba … Mereka dengan sekejap terbang melewati kami yang masih duduk di punggung Kou. Menyusul keempat burung tadi yang merupakan jelmaan dari Para Leshy … Auman demi auman, terdengar saling menyahut diikuti sihir Para Manticore yang bergerak cepat mendekati kami dari arah belakang.
Berselang dari itu … Puluhan Manticore berlari cepat, meninggalkan kami yang sama sekali belum bergerak. “Acey, sisakan manusia yang paling tua dan paling dilindungi oleh yang lain! Jika kau menemukannya, bawa dia padaku dalam keadaan hidup!”
“Sesuai perintah darimu, My Lord!” tutur suara yang melintas di kepala, lengkap dengan bunyi auman yang menyeruak dua kali lebih kencang dibanding sebelumnya.
“Kou, turunkan aku!”
Tanpa banyak berkata, Kou melaksanakan perintahku dengan ekornya yang bergerak melilit pinggang. “Jika kalian ingin mengikutiku … Lakukan saja!” ucapku sambil melangkah berlalu setelah Kou menurunkanku.
Aku berjalan dan terus berjalan dengan mata berpaling pada Lux, yang terbang keluar dari dalam tas lalu duduk di atas pundakku. Langkahku semakin berlanjut lalu berbelok, mengikuti jalan setapak … Pergi menjauhi Kastil besar bercat Putih yang dipenuhi banyak Manticore di sekelilingnya. “Hutan ini, membuatku rindu,” gumamku sesaat pepohonan kembali tumbuh selama aku berjalan menyusuri jalan setapak.
Senyum di bibirku tanpa sadar keluar … Ingatan disaat Zeki memerintahku untuk mengikutinya di 17 tahun yang lalu tiba-tiba mencuat dikala hutan yang aku lewati semakin rimbun. “Aku berusia empat tahun kala itu, sedang Zeki berusia sembilan tahun. Ini hutan … Di mana aku dan dia membuat perjanjian untuk tidak saling melepaskan sebelum kami menikah di usiaku yang ketujuh belas.”
“Tempat ini, merupakan Kuil di mana pertunangan itu terjadi,” sambungku berbicara sambil terus melangkah, “untuk bertunangan, kami para perempuan akan diperintah agar membersihkan tubuh terlebih dahulu ke sungai kecil yang disebut-sebut suci oleh mereka.”
Kedua kakiku berhenti berjalan, persis di pinggir sungai kecil yang ada di depan kami. Sungai tersebut masih dangkal dengan airnya yang sangat jernih. “Air di sungai ini … Sangatlah dingin, untukku yang disaat itu baru menginjak empat tahun,” ungkapku seraya melangkah memasuki sungai.
“Bahkan saat sekarang pun, airnya tetap terasa dingin,” gumamanku terus berlanjut ketika aku sudah berhenti tepat di tengah-tengah sungai.
Cukup lama aku berdiri … Menutup suaraku dengan mata yang menerawang kosong, menatapi aliran air sungai yang pecah saat menyentuh kakiku. “Aku merasa jijik pada diri sendiri … Aku memanfaatkan perasaan seseorang, lalu menyingkirkan mereka begitu saja sesaat apa yang aku inginkan terwujud.”
“Lux, jika nanti aku kehilangan diriku sendiri … Apa kau bisa menyingkirkanku?” sambungku bergumam tanpa mengangkat sedikit saja wajahku.
“Aku membenci manusia selain kalian. Aku tidak akan terganggu walau kau memusnahkan hampir seluruh Manusia yang ada.”
Aku menghela napas, bibirku kupaksakan tersenyum ketika air sungai yang melewati kakiku perlahan demi perlahan berubah menjadi merah. Mataku yang sebelumnya tak bisa teralihkan dari permukaan sungai, kini teralihkan pada Lux yang terbang di hadapanku. “Kita hanya ingin bertahan hidup … Lalu di mana letak kesalahannya hingga aku harus menghukummu?” ucap Lux kembali setelah kami berdua cukup lama untuk saling bertatap.
“Membunuh atau dibunuh … Itulah kenyataannya. Lagi pula, walau terlihat tulus, kita semua pasti memiliki alasan disaat memutuskan untuk mulai menjalin hubungan pada sesama. Memanfaatkan atau dimanfaatkan, kita hidup di Dunia yang memang seperti ini … Jadi apa yang kau lakukan, tidaklah salah, Sachi.”
“Berada di ambang kematian itu menakutkan … Sesuatu tentang diri kita yang berusaha sekuat mungkin untuk kita kurung, akan keluar ketika kita merasa terancam. Penyesalan, penyesalan dan penyesalan akan muncul … Andai aku melakukan ini saat itu, andai aku dan andai aku-”
“Hal itu terjadi padaku, dikala aku hampir mati ketika Kaisar menyerang Dunia Kami,” Lux menghentikan ucapannya dengan senyum yang terukir di kedua ujung bibirnya, “kau penyelamatku, Sachi. Anak Manusia yang menyelamatkanku saat itu … Telah memberikanku kehidupan kedua.”
Lux kembali terbang mengitari tubuhku, “Oi Sachi!” panggil Lux sesaat dia sudah terbang tepat di depan wajahku, “kumohon, terima perjanjian hidup dan mati yang aku berikan!” pintanya sambil menunjukkan tangan kecilnya yang telah dipenuhi darah.
“Maksudmu kontrak?” Lux menganggukkan kepalanya, menjawab pertanyaanku, “aku tidak ingin melakukannya. Kau temanku, Lux … Kau berbeda dari mere-”
“My Lord!” tutur Lux yang dengan cepat memotong perkataanku.
“Aku mungkin sama seperti laki-laki lain yang jatuh oleh pesona milikmu Sachi … Aku sangat sadar dengan semua kekuranganku, karena itu … Apa pun yang kau lakukan! Siapa pun yang kau pilih! Aku akan tetap mendukungmu!”
“Aku akan mengabulkan permintaanmu sebelumnya! Jadikan aku sama seperti mereka … Karena jika nanti aku berhasil menyingkirkanmu, aku pun akan berhasil menyingkirkan diriku sendiri. Menjadi satu-satunya Peri yang masih hidup … Terasa menyedihkan,” sambungnya dengan mengangkat tangannya yang terluka lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasiKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...