Chapter DCCLXXX

1.5K 419 73
                                    

Anak tangga yang kususuri berakhir. Aku berbelok ke arah dapur lalu berhenti seraya memandang Tsubaru yang tengah memberikan mangkuk kecil berisi nasi pada Huri. “Tsu nii-chan!” panggilku, hingga mereka bertiga dengan serempak berpaling padaku.

“Kou, memintaku untuk menemuinya. Aku harus segera pergi ke Dunianya … Apa aku, bisa menitipkan mereka?” sambungku yang kali ini menggunakan Bahasa Jepang.

“Jangan melakukan sesuatu yang akan membahayakan dirimu sendiri!” sahutnya menggunakan Bahasa yang sama.

“Aku tidak akan melakukannya,” sergahku pada ucapannya, “aku hanya akan menemui Kou kali ini … Tidak lebih, dan tidak kurang,” lanjutku dengan lirikan yang bergerak ke ujung mata.

“Baiklah!” Tsubaru kembali berkata, “aku akan melakukannya,” tuturnya sambil tak berkedip memandangku.

“Terima kasih.”

Aku berbalik, meninggalkan mereka setelah mengucapkan kata-kata terakhir. Kubuka pintu, lalu melangkah dengan sosok Uki yang sudah terbang menunggu di luar rumah. Uki menuntunku ke sebuah titik sihir kuat yang terasa sangat-sangat dingin … Dari kejauhan, sebuah gerbang terbuat dari es terlihat mengkilau dijatuhi cahaya bulan.

Langkahku melamban, saat kedua kakiku sudah mulai menginjak kepingan es yang menyelimuti rumput. Aku mengikuti Uki, yang sudah melewati gerbang es tadi … Kakiku berhenti melangkah, tubuhku terdiam disaat mereka semua terlihat sudah berdiri menunggu kedatanganku.

Mataku berpaling pada Kou, setelah sebelumnya ikut menemukan Lux yang justru sudah duduk di atas pundak Leshy yang mengubah wujudnya menjadi seorang laki-laki. “Kou, apa terjadi sesuatu?” tanyaku dengan dihantui rasa cemas melihatnya.

Aku yang sudah setengah jalan mendekati Kou, segera menghentikan langkah setelah mataku menangkap sosok Kei. Kei berjalan ke arah Kou sambil menyeret tubuh seorang laki-laki yang tak berhenti berteriak untuk meminta pertolongan. Darah dari laki-laki tersebut, terlihat meninggalkan garis kemerahan disepanjang hamparan salju yang mereka lewati.

Kei melepaskan gigitannya di lengan laki-laki tersebut, lalu berjalan pergi meninggalkannya terbaring begitu saja di hadapan Kou. Mataku membelalak seketika, sesaat cakar dari Kou menusuk tubuh laki-laki tersebut lalu mengangkatnya ke atas. Belum sempat laki-laki tersebut mengangkat salah satu ujung jarinya … Darah seketika merembes sangat deras tatkala tubuhnya terpotong menjadi dua.

Kou menundukkan kepalanya, mendekati sisa potongan tubuh laki-laki tadi yang jatuh di tumpukan salju. Kou menggigit salah satu kaki dari sisa potongan badan laki-laki itu, melemparkannya ke udara lalu mengunyah dan menelannya disaat sisa dari setengah badan laki-laki tersebut jatuh ke dalam mulutnya.

Bibirku tak sanggup mengeluarkan kata-kata apa pun. Tubuhku benar-benar membeku, mengikuti hawa dingin yang tiba-tiba meningkat drastis di sekitar. Kou, memang tidak akan segan-segan untuk menyakiti atau bahkan membunuh manusia yang hendak menyakitiku. Namun, ini kali pertama untukku melihatnya memakan manusia. Aku meneguk ludah basi, tatkala dia berjalan mendekat dengan kedua bola matanya yang merah menyala.

“Ini bukan pertama kalinya aku memakan manusia, My Lord,” ungkap Kou ketika dia sudah berdiri di hadapanku, “aku mulai memakan mereka, disaat air mata Tuanku mengalir tanpa henti oleh perlakuan mereka.”

“Aku akan menghancurkan apa pun yang ingin Tuanku hancurkan! Aku akan melakukan apa saja untuk menjadi kuat agar bisa melindungi dirinya … Apa pun, akan aku lakukan untuknya,” sambung Kou sambil meletakkan kepalanya ke dekat kakiku.

“Perintahkan kami untuk menghancurkan mereka! Walau manusia nanti mengkhianatimu … Kami, tidak akan melakukannya! Jika kau memilih untuk menyerah, maka izinkan aku untuk menghilangkan nyawamu. Aku akan membunuh satu per satu mereka yang ada di sini, aku akan memakanmu setelahnya lalu membunuh diriku sendiri, karena aku, tidak akan membuka gerbang untukmu kembali.”

“My Lord!” Wajahku seketika berpaling, pada mereka semua yang bersujud di atas hamparan salju setelah memanggilku.

“Kenapa? Kenapa kalian memperlakukanku seperti ini?” tuturku gemetar pada mereka yang masih menempelkan kepala di tumpukan salju yang kian menebal, “apa yang dapat kalian harapkan pada manusia lemah sepertiku! Aku meminta kalian menjalin kontrak dengan Putriku … Karena aku ingin kalian tetap hidup walau aku sendiri kehilangan nyawa,” sambungku sambil menepuk-nepuk kuat dadaku sendiri.

“Kalian keluargaku!” Air mataku jatuh saat mengatakannya, “aku tidak ingin kehilangan keluargaku lagi. Aku tidak ingin mengorbankan keluargaku untuk seseorang yang tidak kukenal!”

“Sachi, apa kau ingin mengetahui, apa yang sedang terjadi di Dunia Manusia saat ini?” tukas Lux memotong ucapanku.

“Tidak ada satu pun tanaman baru yang tumbuh di sana!” sambung Lux yang membuatku seketika terpaku, “tanaman-tanaman yang sudah lama hidup pun, kini sudah mulai layu satu per satu … Bungaku yang Agung, kumohon, jangan kehilangan harapan!”

Keningku mengernyit setelah mendengarkan perkataannya, “apa yang ingin kau katakan kali ini, Lux?” tanyaku hingga membuat Lux terbang lalu berhenti tepat di depan wajahku.

“Aku sudah pernah mengatakan hal ini, bukan? Bahwasanya, saat Kaisar menyerang Dunia Kami … Bibit baru Robur Spei yang muncul, menghilang bersama serangan tersebut. Seorang Elf, ketika tubuhnya melebur saat dia kehilangan nyawanya … Jiwanya akan berubah menjadi benih. Walau Para Elf menyebutmu setengah manusia, kau tetap menjadi bagian dari mereka semua."

“Menurut Tama dan juga Shin, kegelapan selalu datang disaat mereka merasakan kehidupanmu berakhir. Dan lihatlah sekarang! Saat kau kehilangan harapan, tanaman yang ada Di Dunia Manusia … Terasa enggan untuk tumbuh besar di sana-”

“Sachi, ini hanya dugaanku saja … Tapi mungkin, Kaisar memang sudah mengincarmu jauh lebih lama dari yang kau bayangkan. Jika kau benar Robur Spei seperti dugaan kami, maka kehancuran dan bahkan kematianmu … Merupakan hal yang paling mereka nantikan!”

“Teruslah mekar! Teruslah memiliki harapan! Teruslah berbahagia! Agar mereka tidak memiliki kesempatan untuk mencapai tujuan, atau … Kami sudah sangat siap untuk mati di tangan Kou saat ini juga bersamamu! Tidak bisakah, kau melakukannya untuk dirimu sendiri? Lakukan semuanya, tanpa perlu memedulikan siapa pun kecuali dirimu sendiri,” sambung Lux yang kali ini benar-benar menghentikan ucapannya.

“Kau ingin mengatakan, bahwa Robur Spei itu adalah aku sendiri?” Kepala Lux mengangguk setelah aku mengatakannya, “aku tidaklah seistimewa it-”

“Kau istimewa, bodoh!” sergah Lux membentakku, “apa kami yang sekarang ada di hadapanmu, tidak cukup untuk menjadi buktinya?” lanjutnya yang membuatku seketika terdiam.

Kami semua terdiam, meninggalkan deruan dari angin saat hujan salju yang mengelilingi terasa lebih berat. Mereka, masih bersujud walau salju yang bertambah terlihat semakin membenamkan wajah dari masing-masing mereka. “Apa kalian sudah bosan hidup, hingga bersedia untuk mati sia-sia seperti itu?” tuturku dengan mereka yang masih bergeming.

“Kalian tidak memiliki kewajiban untuk menolong manusia, bukankah kalian sendiri yang mengatakannya!” bentakku memecah kesunyian yang ada, “setidaknya, sebelum kalian mati … Masing-masing dari kalian harus membawakanku sepuluh kepala dari makhluk-makhluk yang melayani Kaisar. Apa kalian sanggup?” Mereka serentak mengangkat wajah, menatapku dengan mata yang lebih ambisius dari sebelumnya.

“Akhirnya! Ini akan menyenangkan! Tidak ada yang boleh menyentuh Si Pembawa Kutukan, termasuk kau, My Lord! Karena aku sendiri, yang akan memusnahkannya,” sahut Uki, diikuti tubuhnya yang terbang lalu hinggap di kepala Kou.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang