Chapter DCCXCV

2.8K 471 57
                                    

“Selesaikan semua ini secepatnya, Zeki! Aku tidak ingin, anakku merasa tidak tenang saat mereka tinggal di rumahnya sendiri.”

Aku berbalik membawa Ihsan meninggalkannya, setelah kata-kata sebelumnya kuucapkan. Aku terus saja berjalan melewati taman lalu berhenti sejenak ke bangku yang sebelumnya kami tempati. Kuraih gulungan kertas yang tak sengaja tertinggal di bangku, “ibu akan membawamu ke sebuah tempat, tapi rahasiakan tempat tersebut dari siapa saja,” ungkapku sembari melanjutkan lagi langkah.

Aku berhenti di dekat Kou yang sudah lama menunggu kami. Disaat ekor Kou mengangkatku, disaat itu juga mataku terjatuh pada Kei dan juga Uki yang menatapi kami, “aku titipkan Istana ini kepada kalian!” perintahku, sambil membantu Ihsan berbalik.

Setelah Ihsan sudah duduk membelakangiku, Kou baru aku perintahkan untuk membawa kami. Tak perlu waktu lama … Kami sudah berada di atas sebuah hutan rimbun dengan sebuah gunung di sana. Tubuh Kou bergerak turun, mendekati gunung tadi yang telah kurasakan sihir dari beberapa makhluk milikku termasuk Lux.

Sesaat Kou mendarat, dua Leshy berwujud manusia menyambut kami. “Bagaimana keadaan di sini?” tanyaku, ketika ekor Kou kembali membawaku turun.

Aku mendongak, mengikuti ekor Kou yang melilit tubuh Ihsan. Setelah dia sudah berdiri di sampingku, segera kuraih dan kugenggam erat tangannya. “Apa semuanya baik-baik saja?” tanyaku sambil menoleh lagi pada mereka.

“Semuanya baik-baik saja, My Lord. Kami telah melakukan semuanya, sesuai perintah darimu,” sahut salah seorang Leshy.

“Baguslah.”

Aku menarik Ihsan agar mengikutiku mendekati bibir gua yang ada di dasar gunung. Langkahku berhenti sejenak setelah kurasakan sihir dari Leshy tadi meningkat. Aku terdiam, memandang kabut tebal yang tiba-tiba muncul menutupi tempat ini. Pemandangan, yang mengingatkanku dulu saat kami mengunjungi Ardenis.

“Ikut Ibu, Ihsan!” pintaku dengan kembali menariknya untuk lanjut berjalan.

Aku terus saja berjalan … Mengikuti sihir dari beberapa hewanku yang berada di dalam gua. Dia yang berjalan di sampingku itu, tampak keheranan dengan tak berhenti untuk memandang obor-obor menyala yang ada di sekitar kami.

Kami akhirnya berhenti di sebuah ruangan yang paling terang di gua. Puluhan obor mengitari ruangan ini … Mengelilingi Shin, Tama, dua Leshy berwujud manusia lainnya, dan Lux. Aku berjalan membawa Ihsan semakin memasuki ruangan tadi, dengan langkah yang kembali terhenti di depan sebuah peti kayu.

Kulepaskan genggaman tanganku pada Ihsan, “lihatlah semua ini, Ihsan!” pintaku sambil membuka peti kayu tersebut.

Deretan emas murni berbentuk persegi kecil, terlihat mengkilau dari dalam peti. “Semua yang ada di sini, adalah milik Ihsan,” ungkapku sembari mengambil sekeping emas lalu meletakkannya di telapak tangan putraku itu.

“Memang benar, Ibu tidak melahirkan Ihsan. Memang benar, Ihsan bukanlah anak kandung kami … Kami menemukan Ihsan yang saat itu masih bayi, ditinggalkan di sebuah rumah untuk dijadikan santapan hewan buas.”

“Namun, apa hanya karena Ibu tidak melahirkan Ihsan, maka Ibu bukanlah Ibumu?” sambungku sambil mencium kedua tangannya, “siang-malam Ibu merawat Ihsan. Apa perkataan mereka lebih penting dari kasih sayang Ibu?”

“Ihsan anak ibu, kan? Aku ibumu, kan?” Dia menangis, menganggukkan kepalanya menatapku, “kami tidak akan membuang Ihsan. Ihsan akan selalu menjadi bagian keluarga Bechir … Ihsan akan selalu menjadi kakak untuk Huri, Sema dan juga Anka. Ayah dan Ibu tidak pernah membeda-bedakan kalian … Bagi kami berdua, kalian sama! Sama-sama anak yang sangat kami kasihi.”

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang