Aku dan Ebe hanya terdiam, menatapi Sabra yang tengah duduk di samping makam Neneknya. Cukup lama dia melakukannya, sebelum akhirnya dia berbalik lalu berjalan mendekati kami. “Kau sudah selesai?” tanyaku, yang dibalas anggukan kepalanya sesaat dia berhenti tepat di hadapanku.
“Baiklah,” ungkapku, yang kembali mengalihkan pandangan ke arah makam. Tubuhku membungkuk, “beristirahatlah yang tenang, Nek,” bisikku sembari beranjak lagi dan berjalan mendekati Bernice yang masih berdiri menunggu kami.
Aku menghentikan langkah di depannya, “di mana Ratu Alelah?” tanyaku kepadanya, kedua tanganku mengepal sangat kuat disaat dia membalas perkataanku dengan pandangan matanya yang ia buang ke samping.
Tarikan napas yang aku lakukan, terasa sangat dalam, sebelum akhirnya pukulanku mendarat kuat di pipinya. Bernice yang tiba-tiba terdiam sambil memegang pipinya, balas memukulku hingga kurasakan sakitnya saat aku menggigit lidahku sendiri. Tubuhku menghindar cepat ke samping sesaat pukulan selanjutnya dari Bernice hampir mengenai hidungku. Aku dengan cepat berbalik, lalu menerjang kuat punggungnya hingga dia yang sebelumnya berdiri dengan sedikit goyah, hampir jatuh tersungkur ke depan.
Aku mengangkat tabung berisi anak panah berserta busurnya di punggungku, lalu melempar benda-benda tadi ke tanah, “hanya karena aku dilindungi oleh banyak laki-laki, bukan berarti kau bisa meremehkanku, Bernice,” ucapku sambil membuka ikatan jubah, hingga jubah yang aku kenakan itu terjatuh begitu saja di dekat kaki.
Bernice beranjak dengan lidahnya yang berdecak membalas tatapanku, “pergilah! Pergi sebelum aku menghabisi nyawamu!” perintahnya seraya meninggikan suaranya di hadapanku.
“Aku tidak akan pergi, sebelum mengajakmu pergi bersamaku-”
“Apa kau sudah kehilangan akalmu?!” sergahnya, yang kembali membentak.
Aku menghela napas panjang, sebelum duduk di tempatku sebelumnya berdiri, “aku memang sudah kehilangan akalku. Jawab pertanyaanku, Bernice! Kenapa kau masih keras kepala untuk tetap berada di sini? Pulau ini sudah tidak bisa ditolong lagi … Apa kau ingin membunuh semua rakyatmu?” tanyaku sambil mendongakkan kepala ke langit.
“Tahu apa kau ten-”
Kata-katanya dengan cepat berhenti, setelah lirikan mataku bergerak cepat ke arahnya, “banyak di antara rakyat kalian, yang menghabiskan sisa hidupnya di sini tanpa memiliki banyak pilihan. Kalian membunuh laki-laki yang tersesat di sini lalu membuat seorang perempuan memiliki anak secara tiba-tiba oleh air terjun yang kalian minumkan kepada mereka. Apa yang aku katakan ini salah?” timpalku yang membuat kedua matanya kian melotot padaku.
“Jauh di arah Utara, terdapat sebuah Pulau yang sedikit lebih baik dibanding di sini. Setidaknya, di sana kalian bisa menanam apa pun yang ingin kalian tanam, dan berburu apa pun hewan yang ingin kalian makan,” ungkapku dengan terdiam sejenak sesaat aku beranjak mendekatinya, “aku akan membantumu memindahkan semua rakyatmu ke sana. Di sana mereka tidak akan kelaparan, seperti berada di sini, Bernice-”
“Namun, aku tidak akan melakukan hal ini secara percuma. Kau harus membantuku, kau harus ikut aku berkelana … Menghancurkan banyak sekali Kerajaan di luar sana, dapat dikatakan … Aku membutuhkanmu untuk menjadi pedangku, Bernice,” ucapku setelah meletakkan telapak tanganku ke pundaknya.
“Seperti yang kau tahu,” sambungku yang berjalan membelakanginya dengan kedua tangan bersilang di dada, “aku memang memiliki hutang budi pada Ratu Alelah, tapi yang akan menjadi Ratu selanjutnya adalah Kau! Dan aku tidak memiliki hutang apa pun, untuk menolongmu tanpa mengharapkan imbalan.”
“Kau pasti tahu, kan, Bernice … Asal-usul Nenek Buyut kalian bisa terdampar di sini. Apa kau tahu kenapa Ibumu terlihat sangat mendukungku? Itu karena aku ingin membuat perempuan-perempuan seperti kita … Dapat merasakan kebebasan layaknya kebebasan yang kalian miliki. Aku ingin menghilangkan semua aturan yang menyengsarakan mereka semua, dan Ibumu memercayaiku untuk hal tersebut.”
Kuangkat jari telunjukku saat aku berbalik menatapnya, “aku akan memberikanmu satu hari untuk memikirkan tawaranku baik-baik. Kami semua akan menunggumu di bibir pantai … Jangan egois, Bernice! Seorang Ratu yang egois hanya akan membawa rakyatnya pada kesengsaraan,” sambungku yang kali ini melemparkan senyuman kepadanya, sebelum kedua kakiku lanjut berjalan mendekati Kou.
Ekor Kou mengangkatku ke punggungnya. “Kalau kau tertarik pada tawaranku, bawa jubah dan panahku bersamamu saat kau menemuiku nanti!” lanjutku disaat Kou mulai melangkah mendekati Ebe dan juga Sabra yang masih berdiri di tempat mereka, “naiklah, Ebe! Apa kau ingin tetap berada di sini? Hal yang sama juga berlaku untukmu, Sabra!” pintaku dengan menoleh pada mereka yang balas mendongak ke arahku.
_______________.
Aku melompat turun disaat Kou sudah mendarat kembali ke bibir pantai. “Kou, bawa Kei, Shin dan Tama ke sini. Bawa juga para Leshy dan Manticore serta panggil pemimpin duyung ke sini!” perintahku, sebelum akhirnya aku melangkah tepat di bibir pantai.
“Apa yang akan kau lakukan, Sachi?”
Aku menoleh ke belakang, lebih tepatnya ke arah Lux yang duduk di pundak Ebe. “Aku hanya sedang berusaha melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan. Jika aku tidak bisa menyelamatkan pulau ini, setidaknya aku bisa menyelamatkan mereka semua yang tinggal di dalamnya,” sahutku sebelum berbalik lagi, setelah sihir dari Kei, Shin, Tama, Manticore, juga para Leshy kurasakan mendekat.
Tanganku menyentuh punggung Sabra yang tengah bersiap menarik pedangnya, “tidak apa-apa. Mereka hewan-hewanku,” ucapku sembari berjalan melewatinya.
Aku bergerak duduk di punggung Shin, sambil terus menatap mereka yang berbaris di depanku. “Aku memanggil kalian ke sini, karena aku membutuhkan bantuan kalian. Kedepannya, aku berniat untuk menarik perhatian Kaisar … Dan itu bisa diartikan, kalian semua akan berada dalam bahaya. Apa tidak apa-apa untuk kalian?”
“Baiklah. Aku akan menganggap ini sebagai persetujuan karena kalian sama sekali tidak menjawabnya-”
“Pikirkan dirimu sendiri karena kau hanyalah manusia yang lemah!”
Shin mendesis dengan membuka mulutnya kepada Kei yang memotong ucapanku. “Tidak apa-apa, Shin,” ungkapku sambil mengusap sisiknya, “tapi manusia yang lemah ini adalah Tuanmu, Kei,” sambungku dengan melemparkan senyuman kepadanya.
“Ini menjengkelkan sekali,” gumamku sambil berbaring di tubuh Shin yang melingkar. Aku berkali-kali menghela napas dengan terus menatapi awan yang terbang melewati kepala kami, “jika kalian tidak ingin mendukungku dengan sepenuh jiwa kalian. Aku akan memberi kalian kebebasan untuk pergi ke mana saja yang kalian inginkan,” sambungku dengan mengangkat tangan menutupi kening.
“Aku tidak bisa kembali lagi pada Keluargaku … Aku tidak bisa mengharapkan mereka membantuku seperti dulu, karena itu … Kalau saja kalian membantuku, aku akan sangat berterima kasih. Jika nanti, hidupku berakhir sebelum aku sempat menyelesaikan tujuanku. Aku berharap untuk tidak terlahir lagi ke Dunia ini, karena dengan begitu … Kalian tidak perlu mati untuk membantuku melawan Kaisar.”
“Maaf, aku menyusahkan kalian dengan semua kelemahan yang kumiliki. Tapi kalian tahu, aku sangatlah bersyukur memiliki kalian semua … Karena berada di dekat kalian, membuatku merasa bisa melakukan apa pun-”
“My Lord,” ucapan Kou yang melintas di kepalaku, membuat semua kata-kataku berhenti. Wajahnya yang berada tepat di atas wajahku itu, bergerak ke samping hingga mulutnya menempel pada bekas pukulan Bernice di pipiku, “hidupku hanya untukmu. Jika kau berniat untuk menghilang dari Dunia Ini, maka aku akan ikut menyusulmu.”
“Panggil aku, Ibu!” pintaku dengan tangan mengusap kepalanya.
“Ibu,” sahutnya singkat, sambil mengangkat tubuhku ke hadapan wajahnya, setelah dia sebelumnya mundur beberapa langkah menjauh.
“Aku juga ingin memanggilmu Ibu!”
Aku menoleh pada Shin yang menegakkan tubuhnya hingga hampir menyamai tinggi Kou. “Kau memanglah Putraku,” ucapku, sambil menatap seluruh sisiknya yang berwarna hitam. “Aku akan menghancurkan Kekaisaran, agar kalian semua … Tidak perlu lagi bersembunyi dari siapa pun,” sambungku, ketika Kou yang sebelumnya mengangkatku menggunakan ekornya, kembali menurunkanku di tengah-tengah mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/255183933-288-k758823.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...