Chapter DCLXIV

2.5K 480 29
                                    

Aku kembali duduk dengan menyandarkan kepala ke tubuh Kou, "Izu-nii, tolong bawa Hikaru ke sini! Dan, ambilkan sebuah kain untukku juga!" pintaku kepadanya.

Lirikan mataku berjalan mengikuti langkah Izumi yang telah berlari mendekati Amanda. Mataku turut beralih ke arah Huri yang masih menangis di gendongan Zeki, "kemarilah!" Aku memerintah Zeki untuk membawanya mendekat sambil mengangkat kedua tanganku ke arah mereka.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

Aku kembali menoleh ke arah Izumi yang telah berjongkok di depanku, "menyusuinya," ungkapku sambil meraih Hikaru yang ia berikan.

"Tolong ikatkan kain tersebut ke leherku, nii-chan!" Aku kembali meminta kepadanya.

Izumi melakukan apa yang aku pinta tanpa banyak berbicara. Mataku terangkat, saat tubuh Shin bergerak menghalangi pandangan mataku kepada mereka saat Izumi sendiri telah aku pinta untuk kembali. "Kau menjadikan tubuhmu sebagai dinding pembatas, Shin?" tukasku, sambil mengangkat pakaian berserta kain yang diikatkan sebelumnya oleh Izumi ke atas.

Aku merangkul Hikaru lalu mendekatkan wajahnya ke buah dadaku. Bibirku tersenyum sambil mengusap kepalanya, ketika Hikaru sendiri tidak menolak untuk aku susui. Mataku menoleh ke arah Zeki yang sudah berjongkok di sampingku, lalu dengan sigap tangan kiriku terangkat merangkul Huri yang masih menangis dengan tubuhnya yang bergerak meronta ke arahku.

"Bantu aku untuk menyusuinya, Zeki!" pintaku kepada Zeki saat aku sendiri sudah membenarkan posisi dudukku.

Zeki yang masih mengatup bibirnya, membantuku untuk menggendong Huri di tangan kiri sebelum dia akhirnya juga turut duduk di sampingku. Aku melirik ke arah Zeki yang meraih kepalaku untuk dia sandarkan di rangkulannya. "Jangan lakukan hal ini lagi! Jangan mengorbankan dirimu sendiri lagi! Kau, benar-benar membuatku takut setengah mati tadi," ucapnya dengan ikut kurasakan usapan bercampur kecupan yang ia lakukan di kepalaku.

Aku masih terdiam, dengan melirik ke arah Hikaru dan juga Huri yang menyusu kepadaku secara bersamaan, "aku, melakukannya karena tidak ingin kehilangan kalian. Aku pun takut, saat kau menolak permintaanku ... Aku, ingin membesarkan Huri bersamamu."

Aku mengangkat kepalaku dari rangkulan Zeki, ketika ekor Kou sudah berada tepat di hadapan kami. "Zeki, bantu aku untuk melukai ekor Kou! Aku membutuhkan darahnya," ungkapku dengan menoleh ke arah Zeki yang masih duduk di sampingku.

Zeki beranjak berdiri setelah aku memintanya. Dia mengeluarkan sebilah pedang di pinggangnya, lalu mengarahkan pedang tersebut hingga membuat darah keluar dari ekor Kou. Aku mendekatkan wajah ke luka tersebut lalu mengisap darah Kou yang keluar darinya, sambil aku melakukannya ... Lirikan mataku enggan pergi dari jari-jemari Hikaru yang sempat mengeluarkan asap hitam yang sangat tipis.

"Aku, ingin terlelap sebentar," ucapku, setelah menarik kembali wajah dari ekor Kou.

"Apa kau masih harus menyusui mereka?"

Kepalaku mengangguk, menanggapi perkataan Zeki yang menyambut gumaman yang tak sengaja aku keluarkan. "Baiklah, aku akan membantumu menjaga mereka. Tidurlah! Aku pun akan menjagamu," ucapnya yang telah kembali duduk di sampingku.

Aku menyandarkan kepala di pundaknya, "terima kasih, suamiku. Aku bersyukur memilikimu," bisikku sambil memejamkan perlahan mata di sampingnya.

____________.

Aku kembali terbangun sambil kuangkat sebelah tanganku beberapa kali mengusap mataku yang sedikit mengabur itu, "kau sudah bangun?" Lirikan mataku bergerak ke atas, ke arah wajah Zeki yang menatapku.

Zeki membantuku untuk beranjak duduk, "aku ngantuk sekali," ucapku dengan membenamkan wajah di pundaknya.

"Kau benar-benar ingin memelukku atau hanya sekedar ingin mengelap ilermu?"

"Dua-duanya," ucapku pelan, sambil ikut kurasakan tepukan di kepalaku saat aku memeluk tubuhnya.

Aku mengangkat wajah menatapnya, "di mana Huri? Dan Hikaru?" tanyaku seraya mengecup pipinya.

"Huri sedang bersama Izumi, Hikaru sendiri sudah bersama orangtuanya. Ini hanya perasaanku, atau kau menyembunyikan sesuatu lagi?"

"Apa yang kau maksudkan?" Aku balas bertanya kepadanya.

"Karena, aneh sekali rasanya saat kau tiba-tiba berubah manja seperti ini," ucapnya yang menatapku dengan mata yang sedikit menyipit.

"Tidak ada yang aku sembunyikan, aku hanya tiba-tiba merasa bergairah saat melihat suamiku sendiri-"

"Baiklah, baiklah," sambungku ketika matanya masih bergeming ke arahku.

"Aku mengambil kutukan kalian, dan para hewan-hewanku yang lain ... Melakukan perburuan dengan membunuh semua penduduk yang sebelumnya tinggal di sini. Karena sihir tersebut bekerja di malam hari, kemungkinan besar ... Dia yang membuat sihir tersebut akan datang ke sini untuk mencariku dan mereka yang melakukan kontrak denganku."

"Jadi?" tukas Zeki memotong perkataanku.

"Aku akan menahan mereka di sini, kalian pergilah sejauh mungkin!"

"Katakan sekali lagi, kau memintaku apa?" Zeki mengatakannya dengan suara gemetar diikuti matanya yang juga terlihat memerah.

"Apa kau akan membiarkan Huri berada dalam bahaya?"

"Lalu bagaimana denganmu? Jawab perkataanku, lalu bagaimana denganmu?!"

"Para hewan milikku ingin menahan mereka untuk memberikan jalan untuk kita pergi, tapi hewan-hewan milikku tidak akan terlalu kuat kalau aku sendiri jauh dari mereka. Kou memang sudah sedikit lebih kuat dibanding sebelumnya, dia bisa keluar dari dunianya tanpa perlu aku panggil ... Tapi beda ceritanya kalau itu menyangkut melawan sesuatu ... Terutama jika yang akan mereka hadapi ini salah satu makhluk milik Kaisar-"

"Kaisar tidak pernah keluar dari singgasananya, tapi dia bisa melakukan apa pun dengan peliharaannya," ungkap Zeki yang memotong perkataanku.

"Apa kau ingat di hutan terlarang kita hampir dijadikan makanan untuk semua peliharaannya? Hewan-hewan mereka kuat, karena dia memberikan manusia sebagai makanannya. Apa kau? Apa kau pernah melihat Kou memakan manusia sebelumnya? Bagaimana mungkin, aku memberikan manusia ke hewan yang sudah aku anggap seperti anakku sendiri!"

"Kalaupun Shin atapun para Manticore memilih untuk memakan manusia, aku tidak bisa melarang mereka ... Karena aku sendiri, tidak bersama mereka sebelum kami ditakdirkan bertemu. Jika aku memberikan Kou, Uki atau yang lain daging manusia, lalu apa bedanya aku dan Kaisar?" sambungku sambil menyandarkan punggung di tubuh Kou.

Aku kembali menoleh dengan meraih lalu menggenggam tangannya, "bawa Huri per-"

"Aku tidak akan melakukannya. Tidak, jika itu berarti aku harus meninggalkanmu di sini. Aku sadar, sebagai seorang Ibu kau ingin sekali melindunginya. Namun sebagai seorang suami, aku ingin melindungi Istriku."

Aku menghela napas dengan memeluk lengannya lalu menyandarkan wajahku di sana setelah dia memotong perkataanku, "aku tidak tahu, makhluk apa yang akan dihadapi nanti. Terima kasih ... Karena jujur aku pun takut tapi aku tidak bisa mengatakannya."

Air mataku mengalir, saat tangannya memegang tengkukku diikuti bibirnya yang mencium lama keningku, "berhubung sekarang sudah hampir sore. Jika ingin meminta mereka pergi, sebaiknya kita lakukan sekarang!"

Zeki mengangguk pelan saat aku mengangkat kembali wajah menatapnya. "Kau benar," ucapku sambil beranjak berdiri dengan dibantu olehnya.

Aku menarik napas sangat dalam dengan melirik ke arah Kou, Uki, Acey, Shin ataupun Tama bergantian, "kalian semua, persiapkan diri menerima perintahku! Jika makhluk itu benar datang, mereka harus mati di tangan kita!"

"Kami mengerti, My Lord," ungkap suara mereka yang hampir secara bersamaan mengalir di kepalaku.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang