Chapter DCLX

2.7K 505 29
                                    

Mataku mengerjap, aku kembali terbangun saat suara tangis dari Huri menyentuh telinga. Dengan perlahan aku mencoba untuk beranjak, walau rasa sakit di kepala terasa langsung menjalar ketika aku melakukannya. "Berikan dia kepadaku!" pintaku, kepalaku sedikit menggeleng sambil mengangkat kedua tanganku ke arah Zeki yang tengah mencoba menenangkan Huri.

"Huri!" Aku memanggil pelan namanya sambil mengusap punggungnya yang sudah berada di gendonganku.

Aku menoleh ke belakang saat suara Kou ataupun Shin memanggilku, "aku tahu," gumamku dengan tetap mengusap punggung Huri tatkala tangisannya masih belum mereda.

"Apa terjadi sesuatu?"

Aku mengangguk membalas perkataan Zeki, "aku merasakan sebuah sihir, kemungkinan Huri menangis karena merasakannya," ucapku sambil mengarahkan pandangan ke arahnya.

Lirikan mataku kembali bergerak, ke arah Ebe yang berjalan mendekati Izumi lalu memeluknya. "Apa terjadi sesuatu? Ebe memintaku untuk pergi mendekati kalian," ucap Amanda, sembari melangkah mendekati Haruki dengan Hikaru di gendongannya.

"Sebuah sihir, tapi tidak perlu terlalu khawatir ... Kou dan yang lain, sudah bersiap kalau ada yang menyerang," ungkapku berusaha untuk menenangkan mereka.

"My Lord!"

Aku mengangkat kepalaku, mencari asal suara perempuan yang memanggil. "Huri, lihat! Uki datang untuk menjagamu," tukasku sambil mengarahkan jari telunjuk ke arah Uki yang terbang mendekat.

Uki hinggap di atas paha Zeki dengan kepalanya yang bergerak mengusap tubuh Huri. Saat dia melakukannya, tangisan Huri melemah hingga berhenti. "Terima kasih, Uki," ucapku pelan diikuti sebelah tangan yang mengusap pelan pipi Huri.

"Sudah menjadi tugasku, My Lord."

"Menurutmu sihir apa itu? Apa itu seekor makhluk jahat?"

Uki bergerak memanjat pundak Zeki, dia menutup mata sambil bertengger di sana, "kutukan. Terlalu berbahaya untukmu mendekat ke sana, My Lord," ucapnya seraya menoleh ke arahku.

"Apa kalian tidak bisa melindungiku?"

"Tentu kami bisa," jawab Uki yang membuatku tersenyum membalas tatapannya.

"Apa yang terjadi?"

Aku melirik lalu menggelengkan kepala, "dia hanya mengatakan di sana terdapat kutukan, persis seperti yang dikatakan oleh mereka-mereka sebelumnya. Namun, karena aku baru merasakan kutukannya saat malam ... Kemungkinan, sihir tersebut melemah saat siang atau memang hanya muncul di malam hari-"

"Jadi?" sambung Zeki yang kembali bertanya padaku.

"Aku pikir tidak akan ada masalah jika kita melewatinya di siang hari. Kalau saja ingin mengambil jalan memutar, kita tidak akan tahu bisa sampai ke sana di saat yang tepat atau tidak."

"Kau, tidak berusaha untuk menyembunyikan sesuatu dariku, bukan?" Zeki lagi-lagi bertanya diikuti kedua matanya yang menyipit ke arahku.

"Apa yang harus aku sembunyi-"

"Aku memilih untuk mengambil jalan memutar," ungkap Izumi yang memotong perkataanku.

Aku membuang pandangan darinya tatkala Izumi hampir tak berkedip menatap ke arahku. "Pilih jalan memutar, kita tidak perlu melewati benteng tersebut," sambut Izumi kembali yang kali ini menoleh ke arah Haruki.

"Tapi aku penasaran dengan apa yang ada di sana."

"Haruki!" Kali ini Izumi meninggikan suaranya hingga membuat Haruki sedikit memicingkan mata ke arahnya.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang