Chapter DCLIII

2.7K 490 48
                                    

Perempuan yang memggendong bayi perempuan itu berbalik ke arahku, "Sachi?" sahutnya, sambil mengusap-usap punggung Huri yang kian kencang menangis.

Aku tertegun menatapinya, "Amanda? Maksudku, Kak Luana?" tukasku, yang tak percaya menatapnya.

Aku kembali tersadar oleh suara tangisan Huri di gendongannya, "berikan dia kepadaku!" pintaku dengan kembali mengangkat kedua tangan.

Dia berjalan maju, dengan memberikan Huri yang kadang kala berusaha memberontak diikuti tangisannya yang semakin kencang, "Huri, ini Ibu. Ayah, akan segera menyusul ... Tenanglah, nak," ucapku dengan suara gemetar sambil duduk
menimangnya.

"Demamnya sudah turun, tapi dia masih mudah menangis ... Mungkin, dia menunggu orangtuanya," ucapnya, yang membuatku kembali menoleh ke arahnya.

"Kak, apa aku bisa mendapatkan air? Aku, ingin membilas dadaku untuk menyusuinya."

Dia segera menggerakan kepalanya, seperti sedang mencari sesuatu, "ini Sachi, airnya masih bersih ... Aku berniat untuk membilas tubuhnya tadi, karena dia sendiri tidak tahan akan panas," ucapnya sambil meletakan mangkuk berisi air dengan kain kecil di dalamnya.

Aku mengangkat bajuku ke atas, meminta bantuan Luana untuk melepaskan ikatan pada kain yang menutupi dadaku ... Lalu, membilasnya menggunakan air yang diberikan, sebelum akhirnya aku menyusui Huri yang wajahnya sudah sangat memerah itu.

"Kak, bagaimana kau bisa ada di sini?" tanyaku dengan menoleh ke arahnya yang tengah merapikan selimut Hikaru.

"Saat aku hendak meninggalkan Robson, kakakmu menemukanku ... Dia memintaku untuk mengikuti beberapa orang laki-laki yang akan menjagaku sepanjang perjalanan. Dia mengatakan, anak kami membutuhkan Ibunya ... Dia menceritakan apa yang terjadi kepada Luana di kehidupan sekarang, karena aku mempercayai kakakmu maka aku mengikutinya-"

"Aku sempat mengira, jika dia membohongiku. Lama aku menunggu kebenaran kata-katanya sambil tinggal bersama para penduduk desa ... Hingga akhirnya, Tatsuya datang membawa Hikaru, dan Tsubaru dengan Huri di gendongannya. Aku langsung mengenalinya, karena dia memang Hikaru-ku," ucapnya, dia tersenyum sambil menepuk-nepuk paha Hikaru yang lelap tertidur.

"Sachi, aku akan mengajak kak Haruki menemui kakek kepala desa. Tetaplah di sini bersama kak Luana," ucap suara Ryuzaki yang terdengar dari balik tenda.

"Kakak, tidak ingin menemui kakakku?"

"Aku akan menemuinya nanti. Kakakmu laki-laki yang bertanggung jawab, dia pasti ingin mengetahui apa yang terjadi dengan lebih jelas, agar pikirannya tenang-"

"Kakak benar."

Aku menunduk, sambil mengusap ujung mata Huri yang basah. "Aku sangat terkejut, saat mengetahui bahwa kalian akhirnya menikah, bahkan telah memiliki anak."

Aku tersenyum dengan meraih tangan Huri lalu mengecupnya, "aku pun, masih tidak percaya telah menjadi seorang Ibu."

"Dia, sepertinya benar-benar merindukan orangtuanya. Tak butuh waktu lama untuknya lelap di gendonganmu."

Aku kembali menoleh ke arahnya, "kak, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku, dengan menatap ke arahnya yang telah berbaring menyamping di dekat Hikaru.

"Bisa dikatakan, kami beruntung saat itu ada Ryu di sana. Ryu yang menyadari semuanya, Ryu juga yang memerintahkan kami untuk mengungsi dari sana secepatnya. Dan saat kami bersembunyi, entah dari mana Uki muncul ... Dia mendekap Huri yang saat itu digendong Ryu dengan sayapnya. Lalu saat kami kembali ke perkampungan, semuanya musnah, habis terbakar."

"Karena khawatir, kami akan diserang kembali ... Semuanya sepakat untuk mencari tempat tinggal baru dengan barang-barang yang sebelumnya sempat kami selamatkan. Jadilah kami seperti sekarang, tinggal di sini sambil mencari tempat baru," sambungnya, dengan tetap menepuk pelan paha Hikaru.

Our Queen : Memento MoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang