79. Deburan

39 17 0
                                    

"Seorang gadis muda memberikan uang padaku, dia menitipkan kuda ini dan memintaku menjaganya."

"Apa kau ingat wajahnya?" tanya Inara memastikan.

"Aku ingat dia bermata hijau dengan rambut cokelat kemerahan, ada gelang Arbutus di tangan kanannya, " jawab pria elf di depannya dengan raut berpikir.

"Benar, dia Zhura!" Sebelumnya Inara dan Valea membatalkan pelarian mereka dan memutuskan untuk mencari Zhura. Namun, mereka begitu heran saat melihat kuda Valea yang dibawa Zhura ada di tempat penitipan hewan. Bukankah ia bilang ingin menemui Azhara? Tapi sepertinya gadis itu memutuskan untuk melakukan perjalanan lain dengan kudanya sendiri. Sebenarnya ke mana dia pergi?

"Apa dia mengatakan sesuatu tentang pergi ke suatu tempat?" tanya Valea mendesak.

"Tidak."

Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Inara mengembuskan napasnya yang menjadi berat. Tak adanya hawa yang bisa ia rasakan dari Zhura m menandakan bahwa temannya itu sudah pergi jauh. Saat mereka sibuk berpikir, para prajurit istana lewat. Mereka bergerombol dalam jumlah besar, berkuda dengan tergesa.

"Aku sudah melihat gerombolan prajurit lewat tiga kali pagi ini. Sepertinya sejak penyerbuan istana malam itu, mereka jadi sangat sibuk," tukas pria pemilik penitipan, matanya menyipit mengikuti laju pasukan itu menjauh. "Ini aneh, sebenarnya ada apa?"

Sebagai gadis suci, Valea dan Inara tentunya menyadari adanya kejanggalan di gerak-gerik mereka. Begitu ketatnya pengamanan di pintu masuk istana pun mengindikasi adanya sesuatu yang ingin dilindungi. Entah itu seseorang atau justru mungkin sebuah informasi, istana pasti sedang mencoba menyembunyikan rahasia. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kepergian Zhura?

Valea memberikan kode pada Inara untuk undur diri.

"Kalau begitu, kami permisi sekarang. Bisakah kami akan ambil kuda teman kami?" tanya Inara.

"Ya, silakan," jawab pria elf itu, tersenyum ramah.

"Terima kasih, Paman." Inara dan Valea pamit, meninggalkan tempat penitipan hewan itu.

"Hei, Zhura pernah bilang bahwa ia ditugaskan untuk menjaga teratai bulan, 'kan?" tanya Valea, berbisik.

"Benar, dia mengatakannya."

"Mungkinkah sesuatu terjadi pada bunga itu?"

"Biar aku memeriksanya!" Inara yang menyadari maksud dari pertanyaan temannya segera memejamkan mata untuk menerawang. Setelah mendapatkan gambaran yang jelas, ia pun kembali membuka pandangannya. "Aku melihat bunga itu sedang sekarat. Sepertinya teratai bulan sudah diracuni. Auranya melemah, tapi ada hawa kehidupan yang tersisa padanya. Jangan-jangan Zhura pergi mendapatkan penawarnya?"

Valea terdiam, kini kerutan tercipta di keningnya seakan ada banyak sekali hal yang berseliweran di kepala merahnya. Situasi sekarang sangat kacau, sialnya kejanggalan demi kejanggalan bertambah menjadi kemelut mendebarkan. Jika Zhura ditugaskan menjaga teratai bulan, berarti ada seseorang yang ingin mencelakai eksistensi bunga itu.

Namun, mengapa?

Bunga itu merupakan aset utama pengiriman gadis suci ke dataran naga biru. Namun, jika teratai bulannya mati, maka tak ada cara lain untuk masuk ke sana selain dipersilakan langsung oleh penghuni asli datarannya. Sosok yang ingin mencegah mekarnya bunga itu pasti tidak ingin para gadis masuk ke sana. Dan lagi, penyerangan malam itu juga mendadak seakan ingin menciptakan keributan besar.

Dalam keributan itu, para prajurit lantas berpusat pada keamanan istana dan mengesampingkan teratai bulan. Tentu saja, siapa yang mengira bahwa orang-orang yang bersenjata lengkap ternyata hanya digunakan untuk mengalihkan perhatian. Tapi, tidak ada pilihan lain, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi ia harus menyelidiki kasus ini.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang