117. Afeksi

2 0 0
                                    

Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon

.
.

Pagi itu semua orang dilanda kesibukan, mereka berlalu lalang dengan wajah serius. Tentu saja, peperangan baru saja diumumkan. Bukan hanya para gadis yang pergi ke dataran itu, melainkan juga para prajurit dan pejuang lain akan turut andil. Tidak sedikit dari mereka yang mengutarakan kegugupannya, tapi banyak yang melapangkan dadanya siap bertarung. Tentu saja risiko terburuk menghantui setiap kepala, tapi pangabdian diri pada kedaulatan jauh lebih besar.

Nyatanya, di dunia manapun selalu ada mereka yang menjunjung tinggi nilai persatuan.

Di sebuah tempat yang menyerupai nimfeum para gadis suci sedang bersiap untuk pemberangkatan. Beberapa dari mereka sibuk merapikan perlengkapan atau sekedar berbincang.

"Anggur! Anggur! Anggur!"

Di sela-sela obrolan, suara itu membuat para gadis terkejut. Seekor burung hinggap di pagar, menoleh ke kanan-kiri. Zhura terkesiap melihat kedatangan makhluk kecil itu. Sudah cukup lama ia tidak melihatnya dan kini Rou-rou tumbuh lebih besar. Itu berarti ia dirawat dengan baik. Udara dingin membuat makhluk itu meringkuk dengan mata tertutup, Zhura lantas mengusap punggungnya dengan jemari untuk memberikan kehangatan.

Di antara sejuknya fajar itu, Azhara tiba-tiba datang.

"Yang Mulia!" Para gadis yang sontak berdiri menundukkan kepalanya. Wajah mereka menyiratkan kesan takut dan gentar. Bagaimana pun pamor Azhara sebagai monster itu masih ada.

"Aku ingin bicara denganmu." Azhara menatap gadis bermata hijau yang masih enggan memberikan perhatian.

Zhura melirik sekilas, ia tak memberi respon. Sepertinya ia sudah tak peduli meski dicap tak punya sopan santun. Hari di mana Azhara membuangnya untuk yang kedua kali, ia mulai mengeraskan hatinya. Tak ada sedikitpun alasan baginya untuk luruh dan berdamai dengan pemuda itu lagi.

Helaan napas Azhara keluarkan. Pemuda itu menatap para gadis di sekitarnya. "Aku ingin bicara dengannya. Bisakah kalian membiarkan kami berdua sebentar saja?" pintanya yang segera ditanggapi persetujuan oleh para gadis.

"Tentu saja, kami akan pergi. Ayo, semuanya!" Valea yang juga ada di sana menyadari ada suatu permasalahan batin yang terjadi di antara mereka. Dengan cepat ia menghela teman-temannya menjauh. Namun, karena penasaran yang memuncak, Ilyza mengajak teman-temannya mengintip dari balik dinding. "Ayo, kita lihat apa yang akan mereka lakukan!"

"Serius?!" Valea menggelengkan kepalanya tak bisa mencegah tindakan gadis-gadis itu.

Angin fajar yang sejuk bertiup membuat gigil dengan senangnya hinggap pada Azhara. Cahaya kejinggaan menyorot dari matahari yang mengintip dari balik ujung timur. Keheningan memaksa pemuda itu berdehem, meledakkan uap kabut dari bibirnya. Mata birunya tak bisa berhenti memandangi sosok di depan yang sedingin kabut, sementara kerinduan menjadi hal yang tidak bisa ditahan di relungnya.

"Maafkan aku," ujar Azhara membuka kalimat.

Riakan air mancur di depan mereka adalah satu hal yang menyahut. Zhura masih abai, memilih mencurahkan atensinya pada Rou-rou. Setidaknya karena air mancur itu, mereka tidak akan terlihat seperti dua orang aneh yang berdiri di kesenyapan pagi buta.

"Apa kau masih marah?"

Zhura berusaha mengabaikan pertanyaan itu.

"Dengarkan aku." Azhara menariknya dan menghadap pada pemuda itu.

"Lepas!" Zhura melangkah mundur.

"Aku ingin bicara soal malam itu ...-"

"Aku tidak mau tahu! Lailla yang kau kenal sudah pergi malam itu. Dan aku tidak ingin mengetahui apapun tentang kalian!" Zhura berusaha menahan kekesalan dengan menggigit bibirnya.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang