35. Ibu Suri

74 33 3
                                    


"Silakan, masuklah."

Gadis itu merapikan pakaiannya dengan mengusap-usap pelan sebelum melangkahkan kakinya ke dalam ruangan. Sesaat mata Zhura memandangi arsitektur dalam ruangan seluas lima belas kali sepuluh meter itu. Tiang-tiang besar berdiri di atas lantai berkarpet kemerahan yang menguarkan aroma harum. Zhura melongo ketika mendapati hiasan-hiasan kuno yang antik dan mempunyai nilai estetika tinggi di seluruh penjuru tempatnya berada. Langkah gadis itu berlanut hingga wanita berpakaian tabib yang menuntunnya, mengantarnya ke bagian bangunan yang terbuka.

Atap tidak lagi menaungi mereka berdua, kini ia sampai di taman luas yang hijau dan sejuk. Di sisi kiri hamparan subur itu ada kanopi besar yang juga menjadi tempat pertemuan mereka. Tabib Ma berhenti menuntun Zhura ketika mereka sampai di bawah kanopi berbahan terpal kecokelatan itu.

"Salam, Yang Mulia. Dia sudah datang." Tabib Ma menunduk hormat pada sosok di hadapannya.

"Kemarilah, jangan takut." Seorang nenek yang jauh lebih tua dari Tabib Ma duduk menyambut Zhura. Ia menyunggingkan senyum tipis membuat pipinya yang dipenuhi keriput menjadi berlapis. Meski begitu, di matanya ada sorot hangat, keraguan Zhura lantas menghilang. Gadis zamrud itu melirik Tabib Ma sebelum kemudian duduk di hadapan nenek tua yang sebenarnya adalah ibunda Raja Amarhaz. Benar, yang ada dihadapannya sekarang adalah sosok ibu suri Silvermist.

"Kalau begitu saya pamit undur diri, Yang Mulia." Tabib Ma meninggalkan mereka berdua untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Lailla memberi hormat pada Yang Mulia Azadilla. Semoga kesehatan dan keselamatan selalu menyertai Anda," kata Zhura seraya menyatukan kedua tangan di atas keningnya.

"Jangan terlalu formal, panggil saja aku seperti kau memanggil nenekmu," sahut Azadilla, menuangkan teh hangat ke cangkir Zhura. "Jadi, kau gadis yang Tabib Ma ceritakan. Tidak seperti yang kubayangkan, kau ternyata jauh lebih muda. Berapa usiamu, Nak?"

Zhura memperbaiki posisi duduknya, tersenyum, "Usia saya sembilan belas tahun."

"Lihat, betapa mudanya dirimu. Setelah puluhan ribu tahun, untuk pertama kalinya istana Ibu Suri menerima tamu seorang manusia sekaligus gadis suci. Dari tempat tinggal para gadis suci, kau sudah menempuh perjalanan yang jauh. Maaf sudah merepotkanmu."

Zhura terkesiap mengibaskan tangannya, "Tidak, Yang Mulia. Tolong jangan berkata seperti itu. Saya tidak keberatan sama sekali, lagipula Anda menyiapkan kereta yang nyaman, saya sangat menikmati perjalanan. Lagi pula, Anda adalah ibunda Yang Mulia Raja Agung. Sebagai rakyat yang baik, sudah seharusnya saya mengabdikan diri ke seluruh bagian kedaulatan termasuk Anda."

"Kau gadis baik. Karena kau sudah sampai di sini, kita bisa mulai membahasnya. Sebelumnya, namamu Zhura?" tanya Azadilla.

Gadis itu terlihat berpikir sesaat, lalu berujar, "Anda pasti sudah mendengar semuanya dari Tabib Ma. Saya tidak merasa ini benar, tapi bisakah Anda merahasiakannya dari orang lain?"

Azadilla merapikan anak-anak rambut putihnya yang berterbangan karena angin siang. "Tentu saja, aku tidak pernah punya niatan untuk memberitahukan identitasmu pada orang lain. Dan lagi, selain Tabib Ma, tidak ada seseorang yang benar-benar akan mendengarku. Jadi, kau tenanglah."

"Terima kasih, Yang Mulia." Zhura masih tidak mengerti dengan maksud ucapan nenek tua di depannya. Meskipun begitu, ia tetap meresponnya dengan anggukan.

"Kenapa wajahmu sedikit pucat? Apa kau baik-baik saja?" tanya nenek itu memperhatikan wajah Zhura.

Zhura mengusap pipinya sendiri, ia merasakan permukaan dingin di sana. "Saya baik-baik saja, Anda tidak perlu khawatir. Ini mungkin karena pelatihan, waktu tidur saya berkurang drastis dan ada banyak tugas. Terima kasih atas perhatiannya."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang