32. Jurus Pemikat

66 33 3
                                    


"Saat mengarahkannya ke musuh, buatlah kuda-kuda yang kuat lalu pusatkan kekuatan tangan pada pegangan pedangnya. Ketika sudah menemukan titik yang tepat-"

Azhara menghentikan penjelasannya tentang bagaimana seseorang menggunakan senjata karena ia menyadari sorot aneh dari orang di hadapannya. Pemuda perak itu tak bisa berkata-kata dan hanya menatap lawan bicaranya yang sejak tadi mematung. Di tempatnya, iris Zhura tak berpindah dan lekat mendalami jernihnya mata biru itu. Alih-alih mendengarkan penjelasan dari Azhara, gadis itu justru fokus dan mendalami perannya sebagai perusak konsentrasi mengajar pemuda di depannya.

'Pertama, pastikan diri Anda terlihat dengan jelas oleh mereka. Tatap lekat wajah orang yang ingin Anda tarik perhatiannya. Berikan tanda dengan menggunakan pandangan konstan. Jika mereka menyadarinya dan tersipu, itu berarti mereka memperhatikan Anda. Jika mereka menyadarinya, tapi tetap diam, berikanlah kalimat pujian agar mereka merespon. Respon yang berupa senyuman, kata-kata singkat atau membuang wajah bisa mengindikasikan perasaan mereka.' Zhura mengingat kata demi kata yang ia baca dari bukunya semalam.

"Setelah aku memperhatikan baik-baik, ternyata mata Guru sangat indah. Begitu berkilauan, Lailla menyukainya hingga bisa menatapnya sampai lima jam ke depan. Sepertinya semua rasa lelah pergi, yang ada hanya semangat dan energi positif saat melihatnya," ungkap Zhura mengumbar senyuman manis. Satu langkah mendekat sudah ia amankan, sekarang tinggal bagaimana takdir mengatakan pendapatnya.

"Benarkah?" Bukannya tersipu, Azhara justru melontarkan pertanyaan seolah mengejek anak asuhnya.

Rencananya belum sepenuhnya gagal, tapi aksi Azhara menciptakan sebuah kompetisi sendiri di batin internal Zhura yang menyebabkan dirinya tak ingin kalah. Setelah berjuang keras dengan mengirimkan sinyal-sinyal kewaspadaan ke otaknya, ia akhirnya berhasil mengatasi rasa gugup dan berujar, "Tentu saja. Sepanjang hidup ini yang selalu Lailla temui hanya bukit-bukit terjal dan kandang. Tidak ada apapun di dunia ini yang terlihat begitu mengagumkan hingga Lailla melihat Guru."

Hati Zhura menjerit muak ketika mengatakannya. Ia tidak percaya bahwa dirinya baru saja merayu pria. Pada faktanya, ia tidak pernah mempunyai bakat sebagai wanita genit, jadi meskipun diusahakan bagaimana pun caranya, rayuannya masih sangat kaku. Zhura hampir menyimpulkan bahwa rencananya kali ini pasti gagal, hingga ia melihat Azhara membuang wajahnya ke sisi lain. Keheningan menggelayut di ujung telinga. Gejolak rasa puas sontak mengisi relung gadis itu. Dengan wajah congkak, punggungnya menegak mendeklarasikan kemenangan sepihak.

Namun, itu belum selesai di sana. Putera Mahkota itu tiba-tiba saja mendekatkan wajah ke arah Zhura. "Apa boleh buat jika mataku memberimu banyak energi positif. Karena kau sedang berstamina, kenapa kita tidak melakukan latihan fisik?" Suara beratnya kembali dari persembunyian.

Zhura megap-megap terjebak di keadaan sulit, entah bagaimana situasi tiba-tiba berbalik arah. Gadis itu lekas menjauh, "A-apa maksudmu?"

Azhara harusnya sudah terperangkap jeratannya, itu yang Zhura pikirkan hingga dia melihat jari telunjuk gurunya menunjuk halaman paviliun. Kening Zhura menciptakan kerutan, rasa kemenangan yang membuncah di sanubari hilang tergantikan sensasi terancam. Dirinya membutuhkan penjelasan, jadi ia menyuarakan penjelasan kenapa Azhara menunjuk ke sana. Pada saat pemuda perak menjawabnya, gadis itu tidak bisa menahan lonjakan emosional karena deretan kalimat yang keluar dari bibir Azhara.

"Lari kelilingi halaman tiga ratus putaran."

Pada akhirnya, Zhura hanya bisa menepuk jidat. Baik ia atau pun pemuda itu, lagi-lagi dirinya tidak bisa menyalahkan siapapun karena kesalahan yang paling dasar berada di takdirnya. Bukannya mendapat perhatian dari Azhara, Zhura malah disuruh berlari mengelilingi halaman di bawah terik matahari siang. Napasnya kian terputus-putus, ia berhenti sejenak di sela putarannya yang ke dua puluh tujuh. Tubuhnya banjir keringat, kuyu di pohon besar. Dengan wajah merah padam, diliriknya bangunan besar tempat pemuda perak itu berada.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang