Info : Novel ini sudah tersedia versi komik di webtoon.
.
."Sisik siren, duri mawar pelangi, air mata musang putih, serbuk peri hutan kabut, irisan lidah buaya rawa."
"Kuharap itu bukan lidah buaya rawa sungguhan," ujar Zhura menatap wanita bergamis putih yang kini sibuk memasukkan bahan-bahan aneh ke dalam kuali berbahan perunggu di depannya. Sudah beberapa jam sejak ia membuat penawar itu, tapi proses pemasakannya belum juga selesai. Di tengah keheningan, Sanguina menggerakkan bibirnya seolah-olah menggumamkan mantra. Dalam sekejap kemudian cahaya putih berpijar dari telapak tangannya.
Racikan di dalam kuali bergemelutuk. Ruangan seluas empat kali empat meter, tempat khusus bagi Sanguina untuk membuat racikan penawar pun seketika menjadi terang benderang. "Tinggal satu lagi!" Sesaat cahaya putih itu meremang, ketika Sanguina mengulurkan tangannya, tanpa aba-aba wanita itu mencabut satu helai rambut Zhura. Gadis itu sontak saja merintih seraya mengusap kulit kepalanya yang terasa nyeri.
"Bahan terakhir! Rambut kepala," ujar Sanguina mengambil jeda pada kalimatnya, "gadis perawan."
Zhura termangu, mengarahkan pandangannya ke arah lain dengan kikuk.
Sanguina berdecih, memasukkan rambut Zhura yang baru saja ia cabut ke dalam kuali. Wanita itu kini kembali mengaduk-aduk kualinya menggunakan sebatang ranting panjang. Zhura tidak tahu apa dan dari mana ia mendapatkan ranting itu, tapi aroma kayunya sedap dan terasa manis di tenggorokan. Beberapa menit berlalu, ruangan penuh dengan suara gemelutuk hingga kegiatan itu selesai.
"Sudah siap!"
Sanguina menuangkan larutan dari kuali ke dalam botol kayu. Zhura menerima botol kayu itu dengan pandangan senang, ia masih setengah tak percaya bahwa penawar racunnya sudah ditemukan.
"Kau sangat hebat, Nyonya Sanguina!"
"Hm, ini bukan perkara besar. Lagipula kau sudah membayarku, 'kan? Batu ini akan menjamin kehidupanku setidaknya untuk beberapa ribu tahun ke depan," timpal wanita berambut keriting itu menepuk-nepuk kantong pakaiannya.
"Benar." Apa yang paling berguna bagi orang banyak, adalah apa paling diprioritaskan. Tidak peduli dengan batu kuningnya yang kini sudah berpindah tangan, setidaknya penawar racun daghainnya sudah ia temukan, Zhura merasa itu setimpal. Jika takdir masih berbaik hati padanya, mungkin akan ada waktu untuk mencari batu lima warna itu lain kali. Untuk sekarang teratai bulan tidak bisa menunggu lagi, ia harus segera kembali ke istana.
"Dengan begini, teratai bulan bisa mekar dan para gadis suci bisa memasuki dataran itu. Berhati-hatilah, semoga keselamatan menyertaimu. Bawa darah suci itu dan gadis-gadis lain pulang kembali ke rumah masing-masing. Bukannya aku ingin bertemu denganmu lagi, tapi kuharap kau benar-benar bisa kembali." Sanguina berujar dengan mata cokelatnya yang lebih ramah.
Zhura tersenyum kecil padanya. "Terimakasih, Nyonya. Apapun yang ada di sana, aku pasti akan melewatinya. Jadi, tolong tunggu kepulanganku bersama darah sucinya."
***
Ramia menatap gerombolan Shar yang bersiap berangkat untuk menjalankan misi pengejaran. Hampir ribuan orang berpakaian serupa dengannya berbaris membentuk empat kolom. Mereka sedang menunggu instruksi dari pimpinan sebelum gerbangnya dibuka karena waktu keberangkatan tinggal menghitung menit. Dinding ruangan yang terbuat dari baja super kuat, membuat suara ratusan orang di dalam ruangan menyatu menjadi gema nyaring.
Fakta bahwa sekumpulan besar orang-orang itu hanyalah sebagian kecil dari jumlah total anggota Shar, membuat bulu kuduk Ramia meremang. Tak ingin membuang waktu, Ramia segera menyelinap ke tempat Tusk. Dia mengendap-endap, bagaimana pun akan timbul kecurigaan jika ada seseorang yang melihat eksistensinya di tempat penahanan. Aneh, saat tiba di tempat Tusk, ia tidak bisa menemukan pria itu. Penjara itu kosong.
"Tusk? Di mana kau? Gerbangnya akan segera dibuka," ujarnya lirih sembari melihat ke sekeliling. Obor yang dinyalakan berdesing kala ada embusan angin, tanda ada kehadiran seseorang di belakang. Saat Ramia berbalik, sebuah rantai tiba-tiba melingkar di tubuhnya. Ia berusaha melepaskan diri, tapi unung rantai itu dipegang oleh seseorang dan itu adalah Tusk.
"Tusk, apa maksudnya ini?!" seru Ramia melihat Tusk mendekat bersama gerombolan Shar.
"Maaf, Ramia. Tapi kau harus berhenti di sini," ujar Tusk memberikan jalan pada seseorang yang baru datang. Tuan Minra melangkah ke hadapan Ramia dengan senyum khasnya. Tongkat kayu yang digunakan pria tua itu mengeluarkan bunyi saat terketuk di lantai seiring langkahnya.
"Lama tidak berjumpa, Ramia," sapanya.
"Jadi, aku benar-benar tertangkap?" Ramia menatap orang-orang yang menghadangnya, lalu tersenyum miring. Diberikannya sorot kecewa pada Tusk. "Aku tidak menyangka kau menjebakku. Kenapa kau melakukan ini padaku?! Aku akan membunuhmu!"
"Diamlah, Ramia." Tusk membuang muka, tak segan menatap Ramia.
Kemarahan tampak jelas di wajah Ramia yang tak berdaya. "Aku sangat mengkhawatirkanmu, aku bahkan menyusup ke sini untuk karena aku ingin menyelamatkanmu! Tapi kau justru mengkhianatiku! Kau bersekongkol dengan bedebah ini?!"
Tuan Minra tertawa kecil seperti sedang melihat pertengkaran anak kecil. Dia berujar, "Sudahlah, lagipula kau sudah tertangkap. Kau pasti tahu apa konsekuensinya ikut campur urusan orang lain, tapi karena kau adalah pengawal setia Azhara aku akan berbaik hati. Akan kuberikan kau pilihan, jika kau ingin hidup, maka kau harus bergabung bersama kami seperti yang Tusk lakukan. Tapi, jika kau menolak, sayang sekali maka kami akan membunuhmu."
"Kau! Sebenarnya apa yang kau rencanakan?! Kenapa kau berkhianat pada saudara Anda sendiri?" sembur Ramia pada Tuan Minra.
"Ini bukan pengkhianatan, tapi revolusi. Aku punya apa yang orang lain inginkan dan itu adalah kedamaian. Amarhaz, sama sekali tidak bisa memberikan apapun selain kesengsaraan pada rakyatnya. Dia terus mengirim gadis tak bersalah ke tempat terkutuk agar ketentraman terjadi. Padahal tidak, orang-orang menderita! Masyarakat bisa hidup dengan baik tapi tidak dengan kebahagiaan karena melihat puteri mereka dikorbankan," jelas pria tua itu.
"Jadi, apa sebenarnya maksudmu?"
"Aku melakukan semua tindakan ini demi kedamaian dan kebahagiaan rakyat. Jadi, aku tidak benar-benar menjadi seorang pemberontak. Setelah kusingkirkan raja bodoh itu beserta pengikutnya, semuanya akan berada dalam kendaliku. Dan hanya memerlukan sedikit pengorbanan, akan kubuat dunia tanpa rasa kehilangan. Seperti yang kubilang tadi, siapa pun yang berusaha menggagalkan rencana ini, maka bersiaplah untuk mati."
Ramia masih tidak memahami maksud dari perkataan Tuan Minra. Bagaimana dia akan membuat dunia tanpa rasa kehilangan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cursed Journey Of Zhura
FantasiaFANTASI ROMANSA Zhura tidak pernah menyangka jika rumah misterius yang ia masuki justru membawanya ke dunia asing yang berpenghuni makhluk aneh. Dirinya dijadikan gadis yang akan dikorbankan dalam ritual maut, lalu ia tergabung dalam kelompok gadis...