86. Anggai

38 11 4
                                    

"Jadi, itulah alasannya kenapa La dipaksa berpura-pura menjadi laki-laki?"

Yara yang tengah memunguti sampah terlonjak mendengar perkataan Zhura. "Kakak Lailla sudah tahu?!"

"Ya, La sendiri yang mengatakannya."

Alis Yara turun, seakan-akan ada kanopi besar di atasnya, dia tampak mengeruh. "Kakek Maral dan Nenek Manira sebenarnya adalah orang baik, mereka hanya tidak mempunyai pilihan. Dengan cara menyembunyikan identitas La, anak itu akan aman. Mereka pikir cara itu akan berhasil, atau setidaknya untuk sekarang.

Gadis elf itu lanjut menutup karungnya lalu berjalan ke tempat dikumpulkannya semua sampah di sisi bukit untuk dikubur oleh para pria. Setelah menyelesaikan pekerjaan itu, Yara dan Zhura duduk di atas bukit menatap pemandangan alam. Di mata hijau Zhura, seluruh wilayah di bawah seperti butiran pasir, begitu kecil seakan dapat ia genggam dengan satu tangan.

"Kakak Lailla, aku sungguh ingin melihat dunia di mana gadis-gadis hidup bebas." Yara membuka pernyataan itu dengan nada sedu. "Terkadang aku lupa dengan takdir dan menjalani hidupku dengan suka cita. Namun, perasaan takut yang menggebu sering kali datang saat aku ingat bahwa suatu hari aku akan terpilih menjadi gadis pengorbanan."

"Aku paham," jawab Zhura, tak bisa menahan perasaannya untuk luruh.

"Aku takut mati, tapi aku lebih takut tidak bisa bertemu orang yang kusayangi. Satu-satunya cara untuk tidak merasa kehilangan, adalah dengan tidak pernah memiliki. Ah, ternyata dunia yang indah hanya ada di mimpi, seandainya saja aku bisa tidur selamanya dan tak perlu pergi ke dataran itu." Air mata menuruni pipi Yara yang merah akibat terpapar matahari.

"La hanyalah salah satu dari mereka yang dipaksa menutup identitas aslinya. Di luar sana, aku bahkan kerap menemukan para gadis berpura-pura menjadi pria. Beberapa yang sial berakhir di penjara. Ada cara lain untuk menghindari ritual itu, caranya dengan menikah. Anak-anak perempuan yang masih kecil kadang dipaksa menikah dini. Tapi bukankah itu hanya menimbulkan masalah lain?"

Zhura tahu, pernikahan dini tentu saja menjadi jalan keluar paling mudah untuk tidak terpilih menjadi gadis pengorbanan. Namun, masalah lain akan datang karena ketidaksiapan anak itu untuk menjalani kehidupan setelah pernikahan.

"Ibuku juga pernah memintaku untuk menikah, tapi aku menolak. Aku ingin bertemu lebih banyak orang, mempunyai lebih banyak teman, dan melihat betapa besarnya dunia ini. Aku ingin menikmati waktuku bersama orang-orang yang kusayangi selama yang kubisa."

"Jangan khawatir, kutukan ini akan berakhir, di masa depan tidak ada gadis yang harus pergi ke sana," ungkap Zhura menatap burung-burung kebiruan yang terbang di atasnya seakan berlomba dengan bayangannya. Sisi bibir Zhura turun ketika rasa rindunya pada Rou-rou muncul, saat ini burung itu ada di penjagaan Tabib Ma.

Yara mengusap air matanya. "Bagaimana Kakak Lailla tahu? Apa kau orang yang akan membunuh naga biru itu?"

"Siapa yang tahu." Bahu Zhura naik. Jika itu berarti kutukan dunia musnah, maka ia akan berjuang keras untuk membunuh naga biru dan mendapatkan darah sucinya meskipun Zhura harus menggunakan tangannya sendiri.

"Semoga saja kau benar, Yara tidak sabar melihat dunia tanpa kutukan. Dunia di mana para orang tua tidak takut mempunyai anak perempuan, dunia di mana para gadis bisa bebas seperti awan. Saat itu tiba, aku sungguh-sungguh akan terbang." Ia tersenyum lebar menatap gumpalan putih di atas langit.

Zhura ikut tersenyum, "Memangnya kau bisa terbang?"

"Tidak juga, tapi kalau kau benar-benar bisa membunuh naga biru itu, aku akan mengabdikan seluruh hidupku untukmu, Kak."

"Apa-apaan itu?" Gadis emerald itu tergelak, mencoba menunjukkan raut berpikir. "Apa itu artinya kau mau jadi pesuruhku?"

"Enak saja, maksudnya aku akan jadi temanmu! Aku akan menemanimu ke mana pun kau pergi, aku akan mentraktirmu makan, aku akan melewati suka duka bersamamu, atau yang lain."

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang