36. Pemilik Hati

67 34 1
                                    


Kedua tangan mungil itu menarik sisi busur panah berbahan kayu angsana hingga melengkung berbentuk setengah lingkaran. Segera setelahnya, anak panah dengan ujung runcing yang ada di genggamannya terlontar kala tarikannya dilepas. Benda itu melesat di udara dan menimbulkan bunyi melengking. Beruntung, rerumputan hijau berbaik hati meredam suaranya. Dengan cermat, diikutinya lesatan panah itu hingga ia berakhir di sebuah papan bundar di tengah halaman.

"Lumayan, kau sudah bisa mengunci target." Ramia mengangkat tangannya, menghalau sinar matahari sore yang menyilaukan pandangan. Pemuda itu berbalik dan menatap sosok di dekatnya, "Sekarang sudah sore, latihan hari ini cukup sampai di sini. Jujur saja tidak kusangka kau cukup handal. Jika kau menjaga performa tetap seperti ini, aku yakin kau pasti bisa menjadi yang terbaik di evaluasi bulanan."

Zhura mengibaskan rambutnya ke belakang punggung, sebelumnya itu berantakan karena turut terseret lontaran anak panahnya. Ia mulai memikirkan sebuah alasan yang hiperbolis. "Tentu saja, memanah bukan hal sulit bagi gadis alam sepertiku. Kau pikir aku akan seperti Arlia yang dikelilingi kemudahan? Tidak! Tumbuh di desa, gunung menjadi rumah kedua, hutan menjadi meja makan, dan langit menjadi tempat berteduh. Tunggu saja siapa yang akan jadi juara di evaluasi nanti."

"Lihat betapa sombongnya dirimu, kutarik lagi kata-kataku," tukas Ramia mulai memunguti anak-anak panah yang tergeletak di rumput.

Zhura mendengkus. Ia melangkah ke arah wadah kotak besar, tempat penyimpanan busur panahnya. Setelah memasukkan kembali benda itu dengan hati-hati, ia menatap paviliun Azhara yang terlihat senggang. Zhura ditimpa keheranan lantas berbalik pada Ramia, "Kulihat Yang Mulia belum kembali, sebenarnya sedang apa dia?"

"Bukankah sudah kukatakan, ia menghadiri pertemuan dengan Yang Mulia Raja untuk membahas masalah kemarin. Kau itu benar-benar pelupa, aku takut kau sebenarnya adalah nenek-nenek!" ketus Ramia lalu merapikan kembali barang-barang yang mereka gunakan untuk latihan hari ini. Entah karena harus membimbing latihan atau ia kesusahan mengimbangi ketidakrasioanalan murid tuannya, sepertinya seharian bersama Zhura membuat Ramia sangat kelelahan.

"Ramia, aku ingin tahu semua tentangmu dan Azhara, maukah kau menceritakan satu dua hal padaku?" ujar Zhura mengekori langkah Ramia yang tengah membawa kembali barang-barang ke gudang senjata.

Ramia melirik Zhura dengan raut curiga, "Kenapa tiba-tiba kau ingin tahu tentang kami?"

Zhura mengerucutkan bibirnya seraya mengangkat bahu. "Memangnya tidak boleh ingin tahu tentang kalian? Kita belum cukup lama mengenal satu sama lain, kenapa kita tidak mencoba untuk mengenal lebih dekat?"

Ramia menghela napas. "Lailla, tidak banyak yang bisa dijelaskan mengenai diriku atau Tuan Azhara," timpalnya.

Zhura kekeh dengan menarik lengan baju Ramia. "Tidak masalah, kalau begitu ceritakan saja apa yang kau tahu."

Setelah meletakkan kembali barang-barang di dalam gudang, mereka berdua memilih duduk bersama di berugak dekat danau. "Dahulu Firmest pernah dilanda bencana kekeringan yang parah. Itu terjadi karena kelima kerajaan menghentikan pengiriman gadis suci ke Dataran Hidee. Sementara konflik antar ras di seluruh kerajaan memanas, sumber daya pun menjadi terbatas. Banyak penduduk menjadi korban. Terutama bagi mereka dari keluarga dengan perekonomian rendah." Ramia mengalihkan mata hitamnya ke arah riak air.

Zhura mendengarnya dengan serius. Inara pernah membahas kejadian itu sebelum ritual pengorbanan dulu. Meskipun saat itu Zhura masih tidak mengerti, tapi dilihat dari permulaan cerita Ramia sepertinya bencana itu lebih serius dari yang ia kira.

"Aku tinggal di desa di dekat pegunungan di timur Silvermist. Di sana adalah lokasi dengan dampak terparah akibat kekeringan. Penjarahan sampai pembunuhan terjadi bertahun-tahun. Terdesak dengan kondisi itu, penduduk desa mulai menghalalkan cara apapun untuk bertahan hidup," lanjut Ramia.

The Cursed Journey Of Zhura Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang